Syahida.com – Menjelang wafat Abu Musa berwasiat, ”Anak-anakku, ingat-ingatlah kisah lelaki penerima jatah roti ini!”
“Ia adalah orang yang beribadah di Biara Urah yang tidak pernah turun selama tujuh puluh tahun kecuali hanya sekali. Setan mengganggu dan mengodanya dengan seorang wanita. Ia tinggal bersamanya selama tujuh hari tujuh malam, kemudian ia sadar atas kekhilafannya dan pergi dengan hati yang tobat.
“Setiap kali melangkah,” lanjut Abu Musa, “Ia selalu mengiringinya dengan sholat dan sujud. Kegelapan malam memaksanya beristirahat di sebuah toko yang dihuni oleh dua belas orang miskin. Karena keletihan, ia langsung membaringkan diri di tengah-tengah dua orang dari mereka.”
Di sana ada seorang biarawan yang selalu mengirimkan beberapa potong roti kepada mereka dan memberi tiap-tiap orang dari mereka sepotong. Ia lewat di dekat pria pengembara dengan hati yang tobat itu dan mengiranya orang miskin sehingga ia memberinya sepotong roti.
Orang yang tidak mendapatkan bagian pun protes. “ Mengapa kamu tidak memberikan bagianku?”
Biarawan itu justru balik bertanya. “Kamu mengatakan aku tidak memberimu? Tanyalah teman-temanmu,apakah aku memberi salah seorang dari kalian dua potong?”
Mereka menjawab, “Tidak!”
“Demi Allah, malam ini aku tidak bisa melihatmu membawa apa-apa!”
Lelaki yang bertobat memberikannya roti yang diberikan kepadanya untuk orang miskin yang tidak mendapatkan bagian. Ternyata, keesokan harinya lelaki ini meninggal.
Setelah itu amal ibadahnya selama tujuh puluh tahun ditimbang dengan dosa selama tujuh malam. Ternyata, tujuh malam yang ungggul. Lalu sepotong roti ditimbang dengan maksiat tujuh malam. Ternyata, yang pertama mengungguli yang kedua.
Abu Musa kembali mengingatkan anak-anakya. “Anak-anakku, ingat-ingatlah kisah penerima jatah roti!”
Sumber : Kitab At-Tawwabin, Menuju Surga-Mu