Syahida.com – Pada waktu pikiranku jernih dan bisa mengambil pelajaran dari orang mati setelah menziarahi kuburan orang-orang saleh, aku melihat jiwaku punya keinginan yang kuat untuk menyendiri dan berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah Ta’ala .
Sesudah jiwa mengatakan hal itu kepdaku, aku menanyainya.
“Apa maksudmu? Dan apa hasil terakhir dari ambisimu itu? Apakah engkau menginginkanku tinggal di tempat sunyi yang tak dihuni orang sama sekali? Apakah aku harus meninggalkan shalat jamaah dan profesi mengajar karena tak ada orang yang kuajar, sehingga ilmuku pun menjadi sia-sia? Apakah engkau menginginkanku memakai pakaian kasar yang tak biasa kulakukan, lalu aku pun tak tau dimana aku berada, karena beratnya beban yang kutanggung?
“Apakah aku juga mesti meninggalkan usaha yang memiliki keturunan yang akan beribadah kepada Allah sepeninggalanku, padahal aku punya kemampuan melakukannya? Demi Allah, aku tak akan memperoleh manfaat dari ilmu yang telah memakan seluruh umurku jika kau menyetujui pendapatmu, dan aku akan menjelaskan kepadamu kesalahan yang kamu lakukan berdasarkan ilmu!
“Ketahuilah, tubuh adalah kendaraan, dan kendaraan jika tidak diperlakukan dengan baik tak akan mau mengantarkan penunggangnya ke tempat tujuannya. Yang kumaksudkan dengan kalimat ‘diperlakukan dengan baik’ bukanlah ‘memanjakannya dengan seluruh kesenangan yang ada’ tetapi ‘mencukupi kebutuhan makanan yang memang dibutuhkan’. Saat itulah pikiran menjadi cerah, akal menjadi normal dan jiwa menjadi semangat.
“Tidakkah kaubaca pengaruh beberapa hal yang bisa membuat pikiran kacau dalam sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, ‘Seorang hakim dilarang mengadili dua orang yang berseteru dalam keadaan marah.” Lalu ulama menyamakannya dengan rasa lapar dan hal-hal yang setara dengannya, seperti menahan buang air kecil dan menahan buang air besar!
Hawa nafsu tak ubahnya seekor anjing yang bisa ditipu dengan makanan, apabila ia dilempari makanan ia pasti akan melupakan hal lainnya.
“Makna yang tepat untuk ‘menyendiri’ atau ‘menjauhi’ adalah menjauhi keburukan, bukan menjauhi kebaikan, dan kalau saja ia mengandung kebaikan tentu ia telah dinukil dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam dan sahabt-sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.
“Ada diantara mereka orang yang memiliki makanan-makanan tidak enak yang bila dimakan selalu menyebabkan muntah, hingga terpaksa tak makan selama sehari, dua hari, atau tiga hari. Mereka menganggapnya sebagai pertolongan Tuhan, padahal sebenarnya terkena penyakit pencernaan! Ada pula diantara mereka melihat bayangan-bayangan aneh dan menyangkanya bayangan malaikat! Berpeganglah pada ilmu, berpeganglah pada ilmu!
Gunakanlah akal, gunakanlah akal! Karena cahaya akal tak akan pernah padam dan nilai ilmu tak pernah berkurang!
“Jika keduanya dipelihara mereka pasti akan memelihara amalan-amalan disepanjang waktu, menjauhkan apa-apa yang merusak, mendatangkan apa-apa yang bermanfaat serta menciptakan peraturan yang tepat dalam hal makan, minum, dan bergaul.”
Jiwaku menjawab, “Kalau memang demikian, berikanlah sebuah tugas kepadaku dan anggaplah aku sebagai seorang penderita penyakit yang telah disuruh memakan sebuah obat.”
Aku pun menjawab, “Aku telah menunjukkanmu pada ilmu, dia adalah dokter yang selalu bersamamu dan dia akan memberimu resep obat yang cocok untuk setiap penyakit di setiap saat.
“Ringkas kata, kamu mesti selalu bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam seluruh perkataan, pandangan dan gerak tubuh, kamu harus meneliti kehalalan seluruh makanan yang akan kau makan. Engkau wajib memberikan kebaikan kepada setiap detik yang terlewatkan dan menganugerahkan kebajikan kepada setiap zaman. Dan engkau mesti menjauhi apa-apa yang bisa mengurangi keuntungan atau menimbulkan kerugian.
“Jangan mengerjakan suatu perbuatan sebelum kau luruskan niat! Bersiap-siaplah untuk menghadapi kematian mendadak yang sewaktu-waktu bisa menghampirimu terlebih lagi engkau tak punya sedikit pun pengetahuan kapan terjadinya.
“Jangan pernah mengurangi porsi makanan yang bermanfaat untuk badanmu. Sebaliknya, engkau justru harus mencukupi seluruh kebutuhannya dan menyediakan apa-apa yang diperlukannya berdasarkan aturan yang benar, bukan berdasarkan selera hawa nafsu.
Merawat tubuh dengan baik merupakan pangkal memperbaiki agama.
“Tinggalkanlah pola hidup memberatkan yang diperintahkan kebodohan, bukan ilmu pengetahuan, seperti kisah tentang si A yang hanya makan cuka dan sayur dan cerita si B yang tak pernah tidur malam.
“Lakukanlah apa yang kau mampu dan apa yang dimampui tubuhmu, karena binatang yang datang ke sungai atau kubangan air menolak melompat keluar sebelum ia mengukur kemampuannya, meskipun ia dicambuk. Sebaliknya, jika ia merasa mampu ia akan melakukannya, tapi jika ia tetap merasa ia tak akan pernah mengerjakannya sekalipun ia di bunuh.
“Kemampuan setiap tubuh tidak sama, beberapa kelompok orang telah dibebani amalan-amalan yang berat saat pertama kali masuk dunia tasawuf, lalu mereka pun menderita beberapa penyakit yang membuat mereka tak bisa lagi berbuat kebaikan, dan hati mereka pun berontak karena beban-beban teramat berat tersebut.
“Karena itu, berpegang teguhlah pada ilmu, sebab ia adalah obat segala penyakit.”
Hanya Allah-lah pemberi taufik. [ ]
Sumber : Kitab Shaid Al-Khatir Nasihat Bijak Penyegar Iman, Ibnu Al Jauzi
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.