Syahida.com – Dinnar al-‘Ayyar mempunyai ibu yang senantiasa menasihatinya. Tetapi ia tidak pernah mengindahkannya.
Suatu hari, ia melewati kuburan yang banyak tulang-belulang; ia mengambil salah satunya yang sudah remuk, lalu membersihakannya dengan tangannya. Ia merenung lalu berkata dalam hati, “Celaka, tidak lama lagi tulang belulangku juga akan berubah seperti ini tulang menjadi remuk dan jasad menjadi tanah, tetapi aku masih tenggelam dalam kemaksiatan!”
Setelah itu ia menyesal dan bertekad bulat untuk bertaubat. Ia mendongakkan kepalanya ke langit dan berseru, “Tuhanku, hanya kepada-Mu kupasrahkan kunci-kunci urusanku, maka terimalah aku dan kasihanilah!” Lalu ia pergi menemui ibunya dengan raut muka yang berubah dan hati yang sayu.
“Ibuku, apa yang harus dilakukan seorang budak yang minggat jika tertangkap oleh majikannya?” tanyanya.
“Mengasarkan pakaian dan makanannya lalu membelenggu tangannya dan kakinya,” jawab Ibunya.
“Berilah aku sepotong jubah dari bulu dan beberapa butir gandum, lalu lakukanlah apa yang biasa dilakukan terhadap budak yang minggat! Semoga ketika melihat kehinaanku, Tuhanku akan mengasihaniku,” pintanya. Ibunya pun melakukan apa yang diinginkannya.
Sesudah itu, setiap malam menghampirinya ia menangis dan merintih serta berkata kepada dirinya sendiri, “Dinar, kecelakaan bagimu! Apakah kamu punya kekuatan melawan panasnya neraka? Bagaimana bisa kamu berani menantang murka Dzat Pemilik Kekuatan?” begitulah yang ia lakukan hingga pagi menjelang.
Suatu malam ibunya berkata padanya, “Kasihanilah dirimu..!”
“Izinkanlah aku berpayah-payah sebentar agar bisa berisitirahat lama! Ibuku, aku akan berdiri lama di hapadan Tuhan Yang Maha Mulia dan aku tidak tahu apakah aku digiring ke naungan yang meneduhkan atau kehinaan yang meletihkan. Ibuku, aku mengkhawatirkan kepayahan yang tidak akan pernah memiliki istirahat dan caci maki yang tidak akan mempunyai ampunan!”
“Istirahatlah barang sebentar..!” bujuk ibunya lagi.
“Justru istirahatlah yang aku inginkan! Apakah ibu bisa menjamin keselamatanku? Tanyanya.
“Aku sendiri tidak punya penjamin keselamatanku.” Jawab Ibunya.
“Jika begitu biarkan aku dan apa yang aku kerjakan. Ibuku, aku seolah melihatmu esok hari dituntun bersama orang ke surga smentara aku digiring ke neraka.” Serunya.
Suatu malam saat membaca al-Qur’an ia membaca ayat, “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” Ia merenungkkan dan menangis, lalu tubuhnya menggigil seperti seekor ular hingga jatuh pingsan. Ibunya menghampririnya dan memanggilnya, tetapi ia tidak menjawabnya. Maka ibunya menyerunya, “Permata hatiku, dimana kita akan bertemu?”
Ia menjawab dengan suara yang lemah, “Jika engkau tidak menemukanku di padang Mahsyar pada hari kiamat, maka tanyalah Malaikat Malik tentang keberadaanku!” lalu ia menjerit dan meninggal.
Ibunya langsung merawatnya dan memandikannya, lalu ia keluar rumah dan berteriak, “Saudara-saudara, shalatilah orang yang mati karena takut neraka.!” Orang- orang pun datang berbondong-bondong. Sebelum itu belum pernah di saksikan perkumpulan orang yang lebih banyak dan air mata yang lebih deras dari hari itu.” [syahida.com]
Sumber : Kitab At-Tawwabin, Menuju Surga-Mu