Syahida.com – Diantara etika yang diajarkan Islam dan selalu dianjurkan oleh Rasulullah adalah mengunjungi orang sakit. Rasulullah menyebutnya sebagai hak seorang muslim terhadap muslim yang lainnya adalah mengunjunginya jika ditimpa suatu penyakit.
Rasulullah bersabda, “Hak seorang muslim lainnya itu ada enam; Jika bertemu mengucapkan salam. Jika diundang, mendatanginya. Jika meminta nasihat, hendaknya memberinya nasehat. Jika bersin dan mengucap alhamdulillah, hendaknya menjawab. Jika sakit hendaknya, mengunjunginya. Dan jika wafat, hendaknya mengiringi jenazahnya.”
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menjenguk orang yang sakit, maka Malaikat berseru dari langit, ‘Anda telah berbuat baik, maka baiklah perjalananmu. Dan, kami telah menyiapkan tempatmu di surga.”
Seseorang tidak akan akan mendapatkan ilustrasi nikmat yang lebih sempurna dari yang dapat dihasilkan dari pahala menjenguk orang sakit, sehingga Allah mengumpamakan menjenguk orang sakit dengan menjenguk Allah sendiri.
Hadits, “Jenguklah orang yang sakit,” atau “Barangsiapa menjenguk orang sakit”, atau “Jika sakit hendaklah dijenguk,” bukan secara khusus ditujukan untuk kaum laki-laki saja, tanpa ada yang memperdebatkannya. Hadits-hadits ini cukup untuk dijadikan dalil atas disyariatkannya wanita menjenguk laki-laki yang sakit dengan syarat tetap sesuai dengan adab dan kaedah Islam yang telah ditentukan dalam masalah itu.
Selain ini ada dalil yang khusus menunjukan disyariatkannya perempuan menjenguk laki-laki:
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa dia berkata, “Beberapa lama setelah Rasulullah sampai di kota Madinah, Abu Bakar dan Bilal menderita sakit.” Aisyah berkata, “Saya datang menjenguk keduanya dan saya berkata, “Wahai Ayah, bagaimana kamu dapati dirimu? Wahai Bilal, bagaimana kamu dapati dirimu? –yakni bagaimana kesehatanmu?-“ Aisyah berkata, “Saya datang menemui Rasulullah dan saya beritakan keadaan Abu Bakar dan Bilal.” Rasulullah bersabda, “Ya Allah, jadikanlah kota Madinah kecintaan kami, sebagaimana kami mencintai kota Makkah, bahkan lebih.”
Saksi terhadap hadits diatas adalah riwayat masuknya Aisyah menemui orangtuanya dan Bilal dan perkataannya kepada setiap dari keduanya, “Bagaimana kamu dapati dirimu?” Kalimat ini sama dengan perkataan kita pada masa sekarang, “Bagaimana keadaanmu? Bagaimana kesehatanmu?” Dan, Bilal bukanlah mahram bagi Aisyah.
Dengan demikian, tidak ada halangan bagi seorang wanita muslimah untuk menjenguk saudaranya yang muslim yang sakit, selama dalam batasan syariat Islam seperti menjaga sikap, berpakaian yang Islami, dan menjaga sopan santun dalam berjalan, bergerak, memandang, berbicara, tidak berduaan tanpa ada mahram, terjaga dari fitnah, dan mendapat izin dari suami jika telah menikah, atau mendapat izin dari wali-nya jika belum menikah.
Tentang laki-laki yang menjenguk perempuan yang sedang sakit, maka sebagaimana dalil umum di atas dianjurkan untuk menjenguk orang sakit sebagaimana yang telah kami paparkan. Selain itu ada sejumlah dalil khusus yang disyariatkannya berkaitan dengan kunjungan laki-laki terhadap wanita.
Imam Al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah datang menjenguk Dhaba’ah binti Az-Zubair. Rasulullah berkata kepadanya, ‘Mungkin kamu rindu ingin berangkat haji.’ Dhaba’ah binti Az-Zubair berkata, “Saya hanya sakit perut.” Rasulullah berkata kepadanya, “Pergilah berangkat haji dan penuhilah syaratnya.”
Diperbolehkan menjenguk lawan jenis ketika sakit, akan tetapi harus dengan menjaga syarat-syarat yang telah ditetapkan syariat Islam, diantaranya: Terjaga dari fitnah dan menjaga kebiasaan sesuai dengan tradisi masyarakat yang umumnya berlaku, karena tradisi dianggap sebagai hukum legal dalam pandangan syariat Islam.
Diriwayatkan dari Ummu Al-Ala’, dia berkata, “Rasulullah datang menjenguk saya yang sedang sakit.. rasulullah bersabda, “Bergembiralah wahai Ummu Al-Ala’”
Diriwayatkan dari Abu Umamah, dia berkata, “Seorang wanita penduduk kota Madinah menderita sakit dan Rasulullah adalah seorang yang paling baik dalam urusan menjenguk orang yang sakit. Rasulullah bersabda, “Jika wanita ini mati, beritahu aku.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa dia meminta izin kepada Aisyah agar diperbolehkan menjenguknya ketika dia sakit yang membawanya kepada kematian, dan Aisyah mengizinkannya. Ibnu Abbas berkata, “Bagaimana keadaanmu?” Aisyah menjawab, “Baik.” Ibnu Abbas berkata, “Engkau akan baik-baik saja insya Allah. Engkau istri Rasulullah. Rasulullah tidak menikahi perawan selain engkau. Dan, bagimu datang langsung wahyu dari langit.”
Setelah membaca kutipan hadits-hadits shahih dan jelas (sharih) kandungan isinya ini, setelah ini diperbolehkan bagi seorang muslim pun berpedoman kecuali kepada petunjuk Allah dan sunnah Rasulullah. Kita tidak berhak menyempitkan sesuatu yang telah dilapangkan oleh Allah atau menyulitkan sesuatu yang dimudahkan oleh syariat Islam. Dan, sunnah Rasulullah lebih berhak dan layak untuk dijadikan pedoman dan panutan dari perkataan siapa pun. (syahida.com)
Sumber : Kitab Wanita dalam Fiqih, DR Yusuf Qardhawi
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.