Syahida.com – Saya merasa heran saat membaca kisah perjalanan hidup dan sejarah para tokoh terkenal. Perkataan mereka tidak sesuai dengan perbuatan mereka, kita berlindung kepada Allah dari perilaku itu. Misalnya :
- Hajjaj menyampaikan khutbah jum’at hingga membuat jamaah menangis padahal dia termasuk manusia yang paling zalim.
- Abdul Malik mengungkapkan hikmah, di atas mimbar, tapi kemudian dia larut dalam pertumpahan darah.
- Harun ar-Rasyid menasihati Fudhail bin Iyadh dan Ibnu Sammak, lantas dia menangis hingga sahabat-sahabatnya menaruh belas kasihan kepadanya, tapi kemudian perilakunya sangat arogan seperti para diktator.
- Al-Ma’mun menyingkap hikmah-hikmah yang jernih dan perkataan-perkataan yang tepat, tapi kemudian dia membuat bid’ah dengan menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk dan menyiksa ulama untuk mempertahankan pendapatnya tersebut.
- Al-Mutawakkil membela Sunnah tapi larut dalam berbagai kesenangan hidup.
- Penyair, Abu Atahiyah, seluruh syairnya tentang kematian dan kezuhudan di dunia, namun mereka menyebutkan tentang dia yang jarang menyebutkan hari kiamat, dan di antara mereka ada yang meragukan keyakinannya.
- Al-Mutanabbi, penyair terbesar dalam hikmah dan kebagusan makna, dia adalah orang yang lemah akal, tipis agamanya dan terpedaya oleh dunia.
- Abu Nawas memiliki syair yang membuat Imam Ahmad menangis. Dia juga menjadi perumpamaan dalam perilaku yang tidak baik dan kebodohan.
- Basyar bin Bard memberi nasihat tentang akhlak yang mulia dan kepribadian, tapi dia seorang yang fasik. Ibnu Rumi menasihatimu dengan syairnya yang mampu memberi motivasi kepadamu untuk melakukan amal-amal yang memiliki keutamaan, tapi ternyata dia adalah orang yang sangat jauh dari apa yang dikatakannya sendiri.
- Abu Muslim Al-Khurasani menyampaikan khutbah jumat memberi nasihat ketakwaan, tapi kemudian dia membunuh, menculik, dan merampas.
Dan banyak lagi selain mereka, orang-orang yang mudah berbicara, tapi sulit bagi mereka untuk mengerjakan. Kita mohon perlindungan kepada Allah dari kesengsaraan, serta dari ketidakserasian antara perkataan dan perbuatan, lahir dan batin.
“Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya.” (Ali Imran [3]: 167)
Sumber : Kitab DEMI MASA! (Dr. ‘Aidh Abdullah)