Kisah Nabi Nuh (Bagian Ke-6) : Perintah untuk Membangun Sebuah Bahtera

Advertisement

Ilustrasi. (Foto : unikbaca.com)

Syahida.com – Kesalahan-kesalahan berupa pengingkaran, kekejian, dan doa keburukan Nabi Nuh menumpuk menjadi satu pada mereka. Saat itulah, Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal besar yang belum pernah ada sebelumnya, juga tidak akan ada kapal sebesar itu setelahnya.

Sebelumnya, Allah menyampaikan kepada Nuh, ketika putusan-Nya tiba, kala siksa-Nya yang tidak bisa bertolak oleh kaum yang berbuat dosa datang menimpa kaumnya, karena mendengar tentu tidak sama dengan menyaksikan secara langsung. Untuk itu Allah SWT berfirman, “Dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya, mereka itu akan ditenggelamkan.”

Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya,” mencemooh Nuh dan menganggap ancaman yang ia sampaikan pada mereka mustahil terjadi. “Dia (Nuh) berkata, ‘Jika kamu mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami)’,” yaitu kamilah yang akan mengejek kalian dan merasa heran pada kalian, karena terus saja kalian mengingkari dan menentang dengan semena-mena, yang akan membuat kalian tertimpa siksa. “Mereka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.”

Ingkar, keras, dan membangkang adalah watak yang melekat pada diri mereka di dunia. Bahkan di akhirat pun mereka tetap mengingkari kalau mereka pernah didatangi seorang rasul.

Sebagaimana disampaikan Imam Bukhari, “Musa bin Isma’il bercerita kepada kami, Abdul Wahid bin Zanad bercerita kepada kami, A’masy bercerita kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Sa’id, ia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Nuh dan umatnya datang (pada hari kiamat), lalu Allah ‘Azza wa Jalla bertanya, ‘Apakah kau sudah menyampaikan (risalah)?’ ‘Sudah, ya Rabb,’ jawabnya. Allah kemudian bertanya kepada umatnya. ‘Apakah ia (Nuh) sudah menyampaikan (risalah) kepada kalian?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tak seorang nabi pun datang kepada kami.’ Allah bertanya kepada Nuh, ‘Siapa yang bersaksi untukmu?’ ‘Muhammad dan umatnya,’ jawab Nuh. Muhammad dan umatnya kemudian bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan (risalah). Itulah maksud firman-Nya, ‘Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu’.” (Al-Baqarah: 143).

Wasath artinya adil. Umat ini bersaksi berdasarkan kesaksian nabi mereka yang jujur lagi terpecaya bahwa Allah telah mengutus Nuh dengan membawa kebenaran, Allah menurunkan kebenaran kepadanya dan memerintahkannya untuk disampaikan, ia telah menyampaikan kebenaran itu kepada umatnya dengan baik dan sempurna, apa pun yang membawa guna bagi umatnya di dunia, sudah ia sampaikan dan perintahkan, apa pun yang berbahya bagi mereka, juga sudah ia larang dan peringatkan.

Seperti itulah kondisi para rasul, bahkan Nuh juga mengingatkan umatnya akan bahaya fitnah Al-Masih Dajjal meski Dajjal dipastikan tidak akan muncul pada zaman mereka, tapi tetap Nuh sampaikan sebagai peringatan, wujud kasih sayang dan rahmat untuk mereka.

Seperti yang disampaikan Imam Bukhari; Abdan bercerita kepada kami, Abdullah bercerita kepada kami, dari Yunus, dari Zuhri, Salim berkata, “Ibnu Umar berkata, ‘Rasulullah SAW suatu ketika berdiri menyampaikan khotbah, beliau memanjatkan pujian sepatutnya untuk Allah, setelah itu beliau menyebut tentang Dajjal, beliau menyampaikan, “Sungguh, aku mengingatkan kalian (pada bahaya fitnah)nya. Setiap nabi selalu mengingatkan kaumnya (akan bahaya fitnah) Dajjal. Nuh telah mengingatkan kaumnya (akan bahaya fitnah) Dajjal. Namun akan aku sampaikan sesuatu pada kalian yang belum pernah disampaikan seorang nabi pun pada kaumnya, ‘Kalian tahu bahwa dia (Dajjal) buta sebelah mata, sedangkan Allah tidak buta sebelah mata’.”



Hadits ini juga tertera dalam kitab Shahihain dari hadist Syaiban bin Aabdurrahman, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Maukah aku sampaikan suatu hal pada kalian tentang Dajjal yang belum pernah disampaikan seorang nabi pun kepada kaumnya? Dia (Dajjal) buta sebelah mata. Ia datang membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dia katakan surga adalah neraka. Sungguh, aku mengingatkan kalian seperti yang diingatkan Nuh kepada kaumnya’.” Matan hadist ini milik Imam Bukhari.

Sebagaian ulama salaf menyatakan, “Saat Allah mengabulkan doa Nuh, Allah memerintahkannya untuk menanam pepohonan sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Nuh kemudian menanam pepohonan dan menantikan selama seratus tahun, setelah itu ia potong-potong dan ia jadikan kapal selama seratus tahun berikutnya. Sumber lain menyebutkan 40 tahun. Wallahu a’lam.

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Tsauri, “Kapal Nuh terbuat dari kayu jati. Sumber lain menyebut kayu cemara, dan inilah yang tertulis dalam kitab Taurat.”

Tsauri mengatakan, “Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal sepanjang 80 hasta, bagian luar dan dalamnya dicat dengan ter, dan memasang haluan berbentuk cekung ynag membelah air.”

Qatadah mengatakan, “Panjang kapal Nuh 300 hasta dnegan lebar 50 hasta.” Data ini setahu saya tertera dalam kitab Taurat. Hasan Al-Bashri mengatakan, “Panjangnya 600 hasta dengan lebar 300 hasta.” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Panjangnya 1200 hasta dnegan lebar 600 hasta.” Pendapat lain menyebutkan panjangnya 2000 hasta dnegan panjang 100 hasta.

Mereka semua menyatakan, tinggi kapal mencapai 30 hasta, terdiri dari tiga tingkat, setiap tingkatnya setinggi sepuluh hasta. Tingkat bawah untuk hewan dan binatang buas, bagian tengah untuk manusia dan bagian atas untuk burung. Pintu-pintu terpasang sepanjang kapal. Pintu-pintu memiliki penutup dari bagian atas yang menutupi celah pintu dengan rapat.

Allah SWT berfirman, “Dia (Nuh) berdoa, ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’ Lalu Kami wahyukan kepadanya, ‘Buatlah kapal dibawah pengawasan dan petunjuk Kami untuk membuat kapal tersebut, Kami akan terus mengawasi untuk mengarahkan cara yang benar dalam membuatnya.”

Maka apabila perintah Kami datang dan tanur telah memancarkan air maka masukanlah ke dalam (kapal) itu berpasangan dari setiap jenis, juga keluargamu, kecuali orang yang lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa siksaan) di antara mereka. Dan janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. “ (Al-Mukminun: 27).

Allah memerintahkan Nuh saat putusan dan siksa-Nya menimpa, untuk memuat semua hewan berpasangan (jantan dan betina), apa pun makanan yang bernyawa sebagai penopang kehidupan agar semua hewan bisa berketurunan sebagai penopang kehiduapan agar semua hewan bisa berketurunan, mengangkut keluarganya selain mereka yang telah ditetapkan terkena siksa, yaitu keluarganya yang kafir, karena doa Nuh yang tak tertolak juga menimpanya. Allah juga memerintahkan Nuh untuk tidak berbicara kepada Allah terkait kaumnya kala ia menyaksikan langsung siksa besar yang menimpa mereka, dan Allah Maha melakukan apa pun yang Ia kehendaki, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.

Tannur menurut jumhur maksudnya permukaan bumi, yaitu ketika seluruh penjuru bumi memancarkan air, hingga tungku-tungku yang biasa menjadi tempat api juga memancarkan air. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Tannur adalah sebuah mata air di India. Diriwayatkan dari Sya;bi, sebuahmata air di Kufah. Diriwayatkan dari Qatadah, sebuah mata air di Jazirah.

Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Tannur maksudnya subuh merekah dan fajar mengeluarkan sinar, yaitu semburat dan bercahaya. Intinya, saat itu masukkan apa saja berpasangan ke dalam kapal.” Pendapat ini aneh.

Firman-Nya, “Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur telah memancarkan air, Kami berfirman, ‘Muatkanlah kedalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina) dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.’ Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit’.” Ini perintah dari Allah, saat siksaan itu datang, Nuh harus mengangkut masing-masing (hewan) berpasangan (betina dan jantan).

Disebutkan dalam kitab Ahli Kitab, Nuh diperintahkan untuk mengangkut hewan-hewan yang boleh dimakan sebanyak tujuh pasangan, dan hewan yang tidak boleh dimakan sebanyak dua pasangan.

Sebagian menyebutkan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas, burung pertama yang masuk ke kapal adalah burung parkit, dan hewan terakhir yang masuk ke kapal adalah keledai. Iblis masuk dengan bergantungan pada ekor keledai.

Ibnu Abi Hatim mengatakan, “Ayahku bercerita kepada kami, Abdullah bin Shalih bercerita kepada kami, Laits bercerita kepadaku, Hisyam bin Sa’ad bercerita kepadaku, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, Rasulullah SAW bersabda, “Saat Nuh mengangkat setiap hewan berpasangan, para pengikut Nuh berkata, ‘Bagaimana kita bisa merasa tenang? Atau bagaimana hewan-hewan ternak ini bisa merasa tenang jika ada singa ikut serta bersama kita?’ Allah kemudian membuat singa terserang demam, dan itulah penyakit demam pertama yang turun di bumi. Setelah itu mereka mengeluhkan tikus, mereka berkata, “Tikus-tikus merusak makanan dan barang-barang kami.’ Allah kemudian memberi ilham kepada singa untuk bersin. Singa bersin lalu seekor kucing keluar dari dirinya, hingga tikus-tikus bersembunyi dari hadapannya’.” Hadist ini mursal.

Firman-Nya, “Dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu,” yaitu siapa pun orang kafir yang terkena doa Nabi Nuh, termasuk putranya, Yam, yang tenggelam, seperti yang akan dijelaskan berikutnya.

Dan (muatkan pula) orang yang beriman,” yaitu angkutlah orang-orang yang beriman diantara umatmu (ke dalam kapal). Allah SWT berfirman, “Ternyata orang-orang beriman yang bersama dnegan Nuh hanya sedikit.” Meski Nuh lama berada di tengah-tengah mereka, menyeru mereka tanpa kenal waktu, siang dan malam, menyampaikan berbagai jenis ungkapan, menggunakan beragam cara-cara lembut, peringatan dan sesekali dengan nada ancaman, anjuran dan sesekali disertai peringatan keras. Semua itu tidak membuahkan hasil.

Ulama berbeda pendapat terkalit beberapa jumlah orang yang ikut naik dalam kapal Nuh;

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, mereka berjumlah 80 orang bersama para istrinya. Diriwayatkan dari Ka’ab Al-Ahbar, mereka berjumlah sembilanpuluh dua orang. Pendapat lain menyebut sepuluh orang. Sumber lain menyebut hanya Nuh bersama tiga anaknya, dan Kan’an bersama Yam. Namun Kan’an memisahkan diri dan menyusup meninggalkan kapal dan tidak kembali lagi.

Pendapat ini bertentangan dengan teks ayat. Teks ayat secara jelas menyebut ada sejumlah orang beriman yang ikut naik ke dalam kapal selain keluarga Nuh, seperti yang Allah sampaikan, “Dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.” (Asy-Syu’ara: 118)

Menurut salah satu pendapat, mereka berjumlah tujuh orang.

Istri Nuh adalah ibu dari semua anak-anaknya. Mereka adalah Ham, Sam, Yafitsm Yam yang oleh Ahli Kitab disebut Kan’an, dialah anak Nuh yang tenggelam, dan Abir yang meninggal dunia sebelum banjir besar terjadi. Menurut pendapat lain, Abir tenggelam bersama yang lain. Ia termasuk salah satu diantara keluarga Nuh yang ditetapkan binasa karena ingkar.

Menurut Ahli Kitab, Abir ikut naik ke kapal. Kemungkinan ia kafir setelah itu, atau siksanya ditangguhkan hingga hari kiamat. Yang benar adalah ia tenggelam bersama orang-orang kafir berdasarkan kata-kata Nuh, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Nuh: 26).

Allah SWT berfirman, “Dan apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah berasa di atas kapal, maka ucapkanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.’ Dan berdoalah, ‘Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat’.” (Al-Mukminun: 28-29).

Allah memerintahkan Nuh untuk memuji Rabb-nya karena telah menundukkan kapal besar untuknya, dengan kapal itu Allah menyelamatkan Nuh, memutuskan perkara antara dia dengan kaumnya, membuatnya senang terhadap siapa pun yang menentang dan mendustakannya. Allah berfirman di dalam ayat yang lain lain, “Dan yang menciptakan semua berpasang-pasangan dan menjadikan kapal untukmu dan hewan ternak yang kamu tunggangi. Agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu mengucapkan, ‘Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami’.”(Az-Zukhuf: 12–14). [Syahida.com]

—–

Bersambung…

Sumber : Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq 

Advertisement
Admin Syahida

Disqus Comments Loading...
Share
Kontributor:
Admin Syahida

Recent Posts

Perhatian Rasulullah SAW Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian ke-1)

Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…

4 tahun yang lalu

Perhatian Al-Quran Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat

Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…

4 tahun yang lalu

Sikap yang Baik dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…

5 tahun yang lalu

Pandemik, COVID-19, Babi, dan Akhir Zaman

Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…

5 tahun yang lalu

Antara Samiri dan COVID-19

Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…

5 tahun yang lalu

Antara Doa Nabi Ibrahim AS, Doa Nabi Muhammad SAW, Wabah COVID-19, dan Dajjal

Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…

5 tahun yang lalu
Advertisement

This website uses cookies.