Syahida.com – “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS: 24 an-Nur: 4)
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.” (QS: 24 an-Nur: 6)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Hilal bin Umayyah mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa istrinya berzina. Nabi saw, meminta bukti kepadanya, dan kalau tidak, ia sendiri yang akan dicambuk. Hilal berkata: “Ya Rasulullah! Sekiranya salah seorang dari kami melihat laki-laki lain beserta istrinya, apakah ia mesti mencari saksi lebih dahulu?” Nabi saw, tetap meminta bukti atau ia sendiri yang akan dicambuk. Berkatalah Hilal: “Demi Allah, Dzat yang mengutus engkau dengan hak, sesungguhnya akulah yang benar. Mudah-mudahan Allah menurunkan sesuatu yang akan melepaskanku dari hukuman cambuk.” Maka turunlah Jibril membawa ayat ini (QS: 24 an-Nur: 6) sebagai petunjuk bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah seperti ini. [Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari jalan ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas]
Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika turun ayat, wal ladzina yarmunal muhshanat… [Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) sampai…syahadatan abada…(…kesaksian mereka buat selam-lamanya…) ](QS: 24 an-Nur: 4), berkatalah Sa’ad bin ‘Ubadah, seorang pimpinan kaum Anshar: “Apakah demikian lafal ayat itu, ya Rasulullah?” bersabdalah Rasulullah: “Hai kaum Ansar! Tidaklah kalian dengar ucapan pemimpinmu itu?” berkatalah kaum Anshar: “Ya Rasulullah, janganlah tuan mencelanya. Sesungguhnya ia seorang yang sangat pencemburu. Demi Allah, karena sangat pencemburanya, tidak seorang pun yang berani mengawini wanita yang disukai Sa’d.” Berkatalah Sa’d: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tahu bahwa ayat tersebut (QS: 24 an-Nur: 4) adalah hak dan ayat tersebut dari Allah. Akan tetapi aku merasa aneh apabila aku dapatkan wanita jahat yang beradu paha dengan seorang laki-laki, aku tidak boleh memisahkan atau mengusiknya sebelum aku membawa empat orang saksi. Demi Allah, aku tidak akan dapat mendatangkan (empat orang saksi) sebelum mereka selesai memuaskan nafsunya.”
Beberapa hari kemudian terjadilah suatu peristiwa yang dialami oleh Hilal bin Umayyah (salah seorang dari tiga orang yang diampuni Allah karena tidak turut perang Tabuk). Ia mengadu ke Rasulullah saw tentang kejadian yang dialaminya pada malam hari, ketika ia pulang dari kebunnya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Istrinya sedang ditiduri seorang laki-laki. Namun ia dapat menahan diri hingga mengadukannya kepada Rasulullah. Pengaduan Hilal ini menyebabkan Rasulullah tidak merasa senang dan bahkan menyulitkannya. Maka berkumpullah kaum Ansar membicarakan peristiwa Hilal itu. Mereka brekata: “Kita benar-benar diuji dengan apa yang pernah dikatakan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah. Sekarang Rasulullah pasti membatalkan kesaksian Hilal dan akan menjilidnya (menghukum dengan pukulan).”
Berkatalah Hilal: “Demi Allah, sesungguhnya aku berharap agar Allah memberikan Jalan keluar bagiku.” Kaum Anshar berkata: “Pasti Rasulullah akan memerintahkan menghukum Hilal.” Maka turunlah ayat (QS: 24 an-Nur: 6) sehingga mereka menangguhkan hukuman terhadap Hilal itu. Ayat ini menegaskan bahwa seseorang yang menuduh istrinya berzina dapat diterima pengaduannya apabila ia bersumpah empat kali. [Diriwayatkan oleh Ahmad. Diriwayatkan pula oleh Abu Ya’la yang bersumber dari Anas.]
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ‘Uwaimir datang kepada ‘Ashim bin ‘Adi sambil meminta bantuannya: “Tolong tanyakan kepada Rasulullah, bagaimana pendapat beliau jika seorang laki-laki mendapatkan istrinya ditiduri orang lain, apakah ia boleh membunuhnya,kemudian si pembunuh itu dihukum bunuh. Atau hukuman apa yang harus dikenakan kepada pezina tadi?[1] Ashim menanyakan hal ini ke pada Rasulullah, tetapi Rasulullah saw mecela pertanyaan tersebut.
Ketika bertemu kembali dengan ‘Uwaimir, ‘Ashim berkata bahwa masalah yang diajukannya tidak memberi kebaikan kepadanya, malah ia dicela oleh Rasulullah saw, berkatalah ‘Uwaimir: “Aku akan datang sendiri untuk menanyakannya kepada Rasulullah saw…” Rasulullah saw, bersabda: “Sesungguhnya telah turun ayat berkenaan denganmu dan istrimu (QS: 24 an-Nur: 6).” [Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) dan lain-lain, yang bersumber dari Sahl bin Sa’d].
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw bebrsabda kepada Abu Bakr: “Apa yang engkau perbuat sekiranya engkau melihat seorang laki-laki (tidur) beserta Ummu Ruman (istrimu)?” Abu Bakr menjawab: “Tentu aku akan menghajarnya.” Kemudian Rasulullah saw bertanya seperti itu pula kepada ‘Umar. ‘Umar menjawab: “Aku akan memohon kepada Allah agar melaknat orang jahat yang tidak mampu menahan hawa nafsunya.” Maka turunlah ayat ini (QS: 24 an-Nur: 6) sebagai ketentuan hukumnya. [Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Zaid bin Muthi’ yang bersumber dari Hudzaifah] [Syahida.com]
[1] Lihat keterangan.
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’an), K.HQ Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk.