Syahida.com – Ketika Abdul Muththalib (kakek Nabi saw) merasa bahwa ajalnya telah dekat, ia berwasiat kepada Abu Thalib (putranya) untuk mengasuh keponakannya, yakni Muhammad bin Abdullah. Tampaknya Abdul Muthalib merasakan adanya tangan-tangan penuh kasih sayang dan dapat dipercaya dirumah adanya tangan-tangan penuh kasih sayang dan dapat dipercaya dirumah Abu Thalib, yaitu tangan Fathimah binti Asad (istri Abu Thalib), si pemilik hati penuh kasih sayang. Itu dibuktikan oleh Abu Tahlib beserta istrinya, dengan merawat Muhammad saw, sebaik-baiknya. Bersama suaminya, Fathimah merawat dan membimbing beliau dengan sebaik-baiknya.
Fathimah melihat ada berkah tersendiri pada makanan anak-anaknya apabila mereka sedang makan bersama Muhammad saw. Apabila anggota keluarga Abu Thalib makan, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri mereka tidak merasa kenyang. Tetapi ketika Rasulullah makan bersama mereka, mereka merasa kenyang. Apabila Abu Thalib hendak memberi makan siang atau makan malam kepada keluarganya, ia berkata: “Tunggulah sampai putraku datang.” Rasulullah saw datang dan makan bersama mereka. Makanan mereka tidak kurang sedikit pun.
Apabila menu yang ada adalah susu, maka Rasulullah saw yang minum lebih dahulu. Setelah beliau minum, mereka minum dari satu cawan tersebut dan merasa kenyang. Padahal, satu orang saja bisa menghabiskan isi cawan itu. Abu Thalib berkata, “Kamu benar-benar pembawa berkah.”
Anak-anak bangun pagi dalam keadaan rambutnya kusut dan matanya kotor. Tetapi Muhammad kecil bangun pagi dalam keadaan rambut tersisir dan matannya bercelak.[1]
Melihat semua ini, Fathimah binti Asad semakin sayang kepada Nabi saw. ia berusaha memperlakukan beliau sebaik mungkin. Oleh karena itu, Nabi saw, merasakan sosok ibunya-Aminah binti Wahb-ada pada sosok Fathimah binti Asad yang mengasuhnya di waktu kecil hingga dewasa. Maka, setelah ibunya meninggal, ia memiliki ibu lagi. Setelah kakeknya meninggal ia mendapatkan hati penuh kasih sayang. Fathimah merawat beliau hingga menikah dengan Khadijah binti Khuwailid ra.
Fathimah sering mendengar pembicaraan orang tentang Muhammad saw, ia juga sering mendengar suaminya mengatakan, “Sungguh, keponakanku ini benar-benar memiliki kemuliaan besar.”[2]
Fathimah juga mendengar tentang berkah yang menyertai Muhammad ketika pergi ke Syam bersama Abu Thalib, ia juga mendengar sifat-sifat baik Muhammad dari Maisarah yang menemani beliau ketika berdagang ke Syam.
Lihatlah sekarang, Fathimah menitipkan buah hatinya, Ali bin Abi Thalib untuk tinggal di rumah Rasulullah saw. ia melihat dalam diri beliau sosok ayah yang penyayang. Sebelumnya ia telah memperhatikan bagaimana Rasulullah saw, memberi perhatian khusus kepada putranya tersebut.
Satu riwayat menyebutkan bahwa dia pernah berkata, “Ketika aku melahirkannya, beliau memberinya nama Ali. Beliau mencium bibir Ali. Setelah itu beliau memasukkan lidahnya ke mulut Ali, lalu Ali terus menghisapnya hingga tertidur. Keesokan harinya kami mencarikan wanita untuk menyusuinya, tetapi Ali kecil tidak mau menetek pada siapapun. Kami memanggil Muhammad saw, maka beliau menaruh lidahnya di mulut Ali hingga Ali tertidur. Demikianlah kehendak Allah Azza wa Jalla.”[3]
Allah swt, telah menganuderahi Muhammad saw, sifat-sifat terpuji dan menghindarkannya dari kotoran jahiliah. Beliau menjadi contoh nyata dalam hal keutamaan, kebaikan dan cinta kebenaran. Karena semua inilah, Fathimah binti Asad semakin menghormati dan memuliakan beliau.
[1] Uyunul Atsar 1:51 Sirah Halabiyah 1:189
[2] Ibid 1:432
[3] Ibid 1:432
——-
Bersambung….
Sumber : Kitab 20 Sirah Shohabiyah yang Dijamin Masuk Surga, Ahmad Khalil Jum`ah