Syahida.com – Selanjutnya, Al-Qur’an juga menceritakan tentang permohonan Nabi Nuh kepada Allah terkait anaknya. Pertanyaan yang disampaikan Nuh terkait kenapa Allah menenggelamkan anaknya, tidak lain hanya untuk mencari tahu. Alasannya, Allah telah berjanji kepada Nuh untuk menyelamatkannya beserta keluarganya, dan anaknya yang tenggelam tersebut adalah bagian dari keluarganya.
Jawaban disampaikan kepada Nuh, anaknya tersebut bukan termasuk keluarganya yang dijanjikan untuk diselamatkan Allah. Maksudnya Kami (Allah) berfirman kepadamu, “Dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu, ia ditetapkan pasti tenggelam karena kekafirannya. Itulah kenapa takdir menggiringnya keluar dari golongan orang-orang mukmin, hingga akhirnya tenggelam bersama golongan orang-orang kafir dan lalim.
Selanjutnya Allah SWT berfirman, “Difirmankan, ‘Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab Kami yang pedih’.” (Hud: 48).
Setelah air di muka bumi menyusut, bisa digunakan untuk berjalan dan menetap, Nuh diperintahkan untuk turun dari kapal yang sudah berlabuh di atas gunung Judi, setelah melalui perjalanan agung. Judi adalah sebuah pegunungan terkenal di Jazirah. “Dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami,” yaitu turunlah dengan selamat dan diberkahi, untukmu dan juga umat-umat yang akan muncul sesudahnya dari keturunanmu, karena di antara orang-orang mukmin yang ikut naik kapal bersama Nuh, tak seorang pun memiliki keturunan, kecuali Nuh. Allah SWT berfirman, “Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (Ash-Shaffat: 77). Semua manusia yang ada di muka bumi saat ini dari berbagai ras, seluruhnya berasal dari keturunan tiga anak Nuh; Sam, Ham dan Yafits.
Imam Ahmad mengatakan, “Abdul Wahhab bercerita kepada kami, dari Sa’id, dari Qatadah, dari Samurah, Nabi SAW bersabda, ‘Sam adalah nenek moyang bangsa Arab, Ham adalah nenek moyang bangsa Habasyah, dan Yafits adalah nenek moyang bangsa Romawi’.”
Juga diriwayatkan At-Tirmidzi dari Bisyr bin Mu’adz Al-Aqadi, dari Yazid bin Zurai’, dari Sa’id bin Abu Urubah, dari Qatadah, dari Hasan, dari Samurah secara marfu’ dengan matan serupa.
Syaikh Abu Umar bin Abdilbar mengatakan, ‘Hadist yang sama juga diriwayatkan dari Imran bin Hushain, dari Nabi SAW, Ibnu Abdilbar menyatakan, “Romawi yang dimaksud adalah bangsa Romawi pertama, mereka adalah orang-orang Yunani yang nasabnya terhubung hingga Rumi bin Laqathi bin Yunan bin Yafits bin Nuh.
Selanjutnya diriwayatkan dari hadist Isma’il bin Iyasym dari Yahya bin Sa’id, dari Sa’id bin Musayyib, ia mengatakan, “Nuh memiliki tiga anak; Sam, Yafits, dan Ham. Masing-masing memiliki keturunan. Sam memiliki keturunan bangsa Arab, Persia dan Romawi. Yafits memiliki keturunan bangsa Turki, Sicilia, Ya’juj dan Ma’juj. Dan Ham memiliki keturunan bangsa Qibthi, Sudan dan Barbar.”
Saya (Ibnu Katsir) sampaikan, “Al-Hafizh Abu Bakar Al-Bazzar menyebutkan dalam Musnadnya; Ibrahim bin Hani dan Ahmad bin Husain bin Ubbad Abu Abbas bercerita kepada kami, ia mengatakan, ‘Muhammad bin Yazid bin Sinan Ar-Rahawi bercerita kepadaku, ayahku bercerita kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, dari Sa’id bin Musayyib, dari Abu Hurairah, ia mengatakan, ‘Rasulullah SAW bersabda, ‘Nuh memiliki anak; Sam, Ham dan Yafits. Sam kemudian memiliki keturunan bangsa Arab, Persia, dan Romawi. Kebaikan ada pada mereka. Yafits memiliki keturunan bangsa Turki, Sicilia, Ya’juj dan Ma’juj. Mereka tidak memiliki kebaikan. Dan Ham memiliki keturunan bangsa Qibthi, Sudan dan Barbar’.” Abu Bakar Al-Bazzar selanjutnya mengatakan, “Kami tidak mengetahui hadist ini diriwayatkan secara marfu’ selain melalui jalur ini. Hanya Muhammad bin Yazid bin Sinan yang meriwayatkan hadist ni dari ayahnya. Beberapa ahlul ilmi memperbincangkan tentang Muhammad bin Yazid, namun mereka tetap meriwayatkan hadistnya. Hadist ini juga diriwayatkan oleh yang lain dari Yahya bin Sa’id secara mursal tanpa menyebut sanad, dan dinyatakan bersumber dari perkataan Sa’id.”
Saya (Ibnu Katsir) sampaikan, “Pernyataan Abu Umar inilah yang terjaga dari perkataan Sa’id. Hadist yang sama juga diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih. Wallahu a’lam. Yazid bin Sinan Abu Farwah Ar-Rahawi sangat lemah sekali, tidak bisa diandalkan.”
Salah satu sumber menyebutkan, sebelum banjir bah datang, Nuh belum memiliki tiga anak tersebut. Anak Nuh sebelum membuat kapal hanyalah Kan’an yang tenggelam, dan Abir sebelum banjir bah terjadi.
Yang shahih, ketiga anak Nuh tersebut turut serta di kapal bersama istri masing-masing dan sang ibu. Inilah yang dinyatakan dalam kitab Taurat. Disebutkan dalam salah satu sumber, Ham menggauli istrinya saat berada di atas kapal, lalu Nuh berdoa agar nutfahnya mengeruh, hingga akhirnya Ham memiliki keturunan anak berkulit hitam. Anaknya bernama Kan’an bin Ham, nenek moyang bangsa Sudan. Sumber lain menyebutkan, yang benar Nuh melihatnya tidur dengan aurat tersingkap tanpa ia tutupi, lalu kedua saudaranya menutup aurat Ham. Karena itulah Nuh berdoa padanya agar nutfahnya berubah, dan anak-anaknya menjadi budak para saudaranya.
Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur Ali bin Zaid bin Jad’an, dan Yusuf bin Mihran, dari Ibnu Abbas, ia menyatakan, “Kaum Hawari berkata pada Isa putra Maryam, ‘Andai engkau menghidupkan untuk kami seseorang yang menyaksikan kapal (Nuh) agar bisa menceritakan kepada kami.’ Isa kemudian mengajak mereka pergi hingga tiba di salah satu gundukan tanah, Isa memungut tanah dengan tangannya lalu bertanya, “Tahukah kalian apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih tahu.’ Isa mengatakan, ‘Ini adalah Ka’ab bin tersebut dan berkata, ‘Berdirilah atas izin Allah!’ Ka’ab bin Ham bin Nuh kemudian berdiri mengibaskan tanah dari kepala dengan rambut yang sudah beruban. Isa bertanya padanya, ‘Kau meninggal dunia dalam kondisi seperti ini?’ Ka’ab bin Ham menjawab, ‘Tidak. Aku meninggal dunia saat masih muda. Aku kira sekarang ini kiamat, karena itu rambutku beruban.’
Isa berkata, ‘Ceritakan kepada kami tentang kapal Nuh.’ Ka’ab bin Ham bin Nuh menuturkan, ‘Panjangnya 1200 hasta dengan lebar 600 hasta, terdiri dari tiga tingkat; satu tingkat berikutnya ditempati burung. Ketika kotoran-kotoran burung menumpuk, Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Nuh agar mengusap-ngusap ekor gajah. Nuh mengusap-ngusap gajah lalu sepasang babi jatuh dari ekor tersebut, kedua babi itu lalu memakan kotoran-kotoran burung. Saat tikus-tikus melubangi perahu dengan giginya, Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Nuh, ‘Tepuklah bagian di antara kedua mata singa.’ Setelah Nuh menepuk muka singa, dari hidungnya keluar sepasang kucing besar, lalu keduanya menghampiri tikus tersebut.’
Isa bertanya, ‘Bagaimana Nuh tahu kalau seluruh negeri telah tenggelam?’ Ka’ab menuturkan, ‘Nuh mengutus seekor gagak. Gagak kemudian datang dan menyampaikan kabar, setelah itu melihat bangkai manusia, lalu menghampirinya. Nuh lalu mendoakan burung gagak agar selalu merasa takut. Karena itulah burung gagak tidak terbiasa menghinggapi rumah-rumah manusia.’
Ka’ab meneruskan, ‘Setelah itu Nuh mengutus burung merpati. Burung merpati kemudian datang dengan membawa daun pohon Zaitun yang ia patok dan buah Tin yang ia cengkeram. Nuh akhirnya tahu bahwa seluruh negeri tenggelam, lalu Nuh mengalungkan sayuran hijau yang ada di leher merpati itu dan berdoa agar ia selalu merasa tenang dan aman. Karena itulah, burung merpati suka berada di rumah-rumah manusia.’
Kaum Hawari berkata, ‘Wahai utusan Allah! Kenapa kita tidak membawanya (Ka’ab) pulang agar bisa tinggal bersama kita dan bercerita kepada kita?’ Isa berkata, ‘Bagaimana bisa orang yang tidak punya rezeki mengikuti kalian?’ Isa kemudian berkata kepada Ka’ab, ‘Kembalilah dengan izin Allah!’ Ka’ab kembali menjadi tanah’.”
Atsar ini aneh sekali.
Ulba bin Ahmar meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Ada 80 orang ikut serta bersama Nuh di atas perahu, mereka semua membawa keluarga dan mereka berada di atas perahu selama 150 hari. Allah mengarahkan perahu ke Mekkah, perahu kemudian berputar mengelilingi Ka’bah selama 40 hari, setelah itu mengarahkannya ke gunung Judi, hingga berlabuh di sana. Nuh kemudian mengutus burung gagak untuk menyampaikan berita bumi. Gagak terbang lalu menghinggapi bangkai manusia hingga tidak kunjung datang. Nuh kemudian mengutus burung merpati. Merpati kemudian datang dengan membawa daun pohon Zaitun dan melumuri kedua kakinya dengan buah Tin. Nuh akhirnya tahu air sudah surut nuh kemudian turun ke lembah gunung Judi, mendirikan sebuah perkampungan di sana dan ia beri nama kampung Tsamanin. Suatu ketika, bahasa mereka bercampur baur menjadi 80 bahasa, salah satunya bahasa Arab. Sebagian di antara mereka tidak memahami bahasa yang lain dan Nuhlah yang menerjemahkannya.”
Qatadah dan lainnya menuturkan, “Mereka naik kapal pada tanggal 1 Rajab, mereka kemudian berlabuh selama 150 hari, hingga kapal berlabuh di atas gunung Judi selama sebulan.
Mereka keluar dari kapal pada hari Asyura’ (10 Muharram).” Ibnu Jarir meriwayatkan hadist marfu’ yang isinya selaras dengan riwayat di atas, dan mereka berpuasa pada hari itu.
Imam Ahmad menuturkan, “Abu Jafar bercerita kepada kami, Abdush Shamad bin Habib Al-Azdi bercerita kepada kami, dari ayahnya, Habib bin Abdullah, dari Syabal, dari Abu Hurairah, ia menuturkan, ‘Nabi SAW suatu ketika melintas di hadapan sejumlah orang Yahudi, mereka saat itu tengah puasa Asyura, Nabi SAW bertanya, “Puasa apa itu?’ Mereka menjawab, ‘Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil hingga tidak tenggelam, sementara Fir’aun tenggelam. Pada hari ini kapal (Nuh) berlabuh di atas gunung Judi, lalu Nuh dan Musa berpuasa pada hari ini sebagai wujud rasa bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla.’ Nabi SAW kemudian bersabda, ‘Aku lebih berhak atas Musa, dan lebih berhak untuk berpuasa pada hari ini.’ Beliau kemudian bersabda kepada para sahabat, ‘Siapa di antara kalian yang hari ini berpuasa, teruskan puasanya, dan siapa di antara kalian yang telah memakan makanan keluarganya, hendaklah berpuasa pada sisa hari ini’.”
Hadist ini dikuatkan oleh hadist lain dalam kitab Shahih dari jalur berbeda. Yang aneh adalah Nuh disebut-sebut dalam hadits ini. Wallahu a’lam.
Terkait kabar bersumber dari orang-orang bodoh yang menyebut bahwa kaum mukmin pengikut Nuh memakan sisa-sisa bekal, menumbuk biji-bijian yang mereka bawa, mengenakan celak mata untuk memperkuat pandangan mata kala silau terkena cahaya setelah lama berada di dalam gelapnya kapal, semua ini sama sekali tidak benar. Hanya bersumber dari atsar-atsar dari Bani Israil dengan sanad terputus, tidak bisa dijadikan pedoman dan teladan. Wallahu a’lam.
Muhammad bin Ishaq menuturkan, “Saat berkehendak untuk menghentikan banjir bah, Allah mengirim angin ke permukaan bumi, air pun berhenti bergerak, sumber-sumber mata air bumi tertutup, dan air mulai menyusut dan berlalu. Kapal, menurut pernyataan para pemilik kitab Taurat, berlabuh (di atas gunung Judi) pada bulan ketujuh, setelah berlalu 17 malam dari bulan ini. Kemudian pada hari pertama bulan ke sepuluh, puncak-puncak gunung mulai terlihat. Empat puluh hari berikutnya, Nuh membuka lubang angin yang ia buat di kapal, lalu mengutus burung gagak untuk melihat kondisi air. Burung gagak tenryata tidak kembali. Setelah itu Nuh mengirim burung merpati. Tidak lama setelah itu, merpati kembali. Karena merpati tidak menemukan tempat untuk bertengger, Nuh membentangkan tangannya, ia raih burung tersebut lalu ia masukkan. Tujuh hari berikutnya, Nuh kembali mengutus merpati untuk melihat kondisi air. Merpati tidak langsung pulang dan baru pulang pada sore hari, dan di paruhnya terdapat daun Zaitun. Nuh pun mengetahui air sidah menyusut di permukaan bumi. Tujuh hari berikutnya, Nuh mengutus merpati, dan kali ini si merpati tidak kembali lagi, Nuh pun mengetahui bahwa permukaan bumi sudah terlihat. Setelah genap satu tahun sejak Allah mengirim banjir bah, hingga Nuh mengutus burung merpati itu, dan memasuki hari pertama, bulan pertama, tahun kedua, permukaan bumi dan tanah sudah terlihat, Nuh kemudian membuka penutup kapal.”
Riwayat yang disampaikan Ibnu Ishaq ini sendiri merupakan inti rangkaian cerita yang tertera dalam kitab Taurat di tangan para Ahli Kitab.
Ibnu Ishaq menyebutkan, “Pada tanggal dua puluh, bulan kedua, tahun kedua, ‘Difirmankan, ‘Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab Kami yang pedih’.” (Hud: 48). [Syahida.com]
– Bersambung…
Sumber : Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.