Syahida.com – Seperti telah kami singgungkan sebelumnya, kaum Ad adalah umat pertama yang menyembah berhala setelah banjir besar, seperti yang terlihat jelas dalam firman Allah SWT, “Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kaum dalam kekuatan tubuh dan perawakan.” (Al-A’raf: 69). Yaitu, Allah menjadikan mereka sebagai orang-orang terkuat pada masanya dari sisi fisik dan kekuatan. Dalam surah Al-Mukminun Allah SWT berfirman, “Kemudian setelah mereka, Kami ciptakan umat yang lain (Kaum Ad).” (Al-Mukminun: 31). Mereka adalah kaum Ad menurut pendapat yang shahih.
Yang lain menyebut, mereka adalah kaum Tsamud berdasarkan firman Allah SWT, “Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa banjir. Maka binasalah bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Mukminun: 41). Mereka menyatakan, kaum yang dibinasakan dengan suara mengguntur adalah kaum Shalih. “Sedangkan kaum Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin.” (Al-Haqqah: 6-8). Pernyataan mereka ini tidaklah menghalangi jika kaum Ad juga tertimpa suara mengguntur. Selain angin topan yang sangat dingin, seperti yang akan disampaikan berikutnya dalam kisah penduduk Madyan, penghuni kawasan berhutan. Mereka tertimpa berbagai macam azab. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa kaum Ad lebih dulu ada sebelum kaum Tsamud.
Intinya, kaum Ad bersikap kasar, ingkar, semena-mena dan melampui batas dalam menyembah berhala. Allah kemudian mengutus seseorang di tengah-tengah mereka, dari golongan mereka sendiri, menyeru untuk beribadah kepada Allah semata dengan ikhlas, tapi mereka malah mendustakan, menentang dan menghinanya. Akhirnya, Allah menyiksa mereka dengan azab dari Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.
Saat memerintahkan mereka untuk beribadah kepada Allah, mendorong mereka untuk taat dan memohon ampunan pada-Nya, Hud menjanjikan kebaikan dunia dan akhirat, dan mengancam hukuman dunia dan akhirat bagi siapa pun yang menantang, “Pemuka-pemuka orang-orang yang kafir dari kaumnya berkata, ‘Sungguh, kami memandang kamu benar-benar kurang waras’,” yaitu ajaran yang kau serukan kepada kami ini benar-benar kurang waras jika dibandingkan dengan penyembahan berhala yang kami lakukan, berhala-berhala yang bisa diharapkan untuk memberikan pertolongan dan rezeki. Di samping itu, kami menduga kau berdusta terkait pernyataanmu bahwa Allah mengutusmu (sebagai seorang rasul).
“Dia (Hud) menjawab, ‘Wahai kaumku! Bukan aku kurang waras, tetapi aku ini adalah Rasul dari Rabb seluruh alam’,” yaitu dugaan dan keyakinan kalian sama sekali tidak benar. “Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan pemberi nasihat yang terpercaya kepada kamu,” menyampaikan suatu amanat mengharuskan tidak berdusta terkait inti yang disampaikan, tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi. Harus disampaikan dengan kata-kata yang jelas, singkat, dan menyeluruh, tanpa sedikit pun menyisipkan ketidakjelasan, perbedaan dan ketimpangan.
Meski menyampaikan amanat Allah dalam bentuk nasihat yang begitu tulus, penuh kasih sayang, dan amat berharap agar kaumnya mendapat petunjuk, Hud sedikit pun tidak mengharapkan imbalan ataupun upah dari mereka. Hud menyampaikan dakwah dan nasihat ikhlas semata untuk Allah ‘Azza wa Jalla, hanya mengharap imbalan dari Rabb yang mengutusnya, karena kebaikan dunia akhirat sepenuhnya berada di tangan-Nya, dan segala urusan juga berada di tangan-Nya.
Karena itulah Hud menyatakan, “Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah engaku mengerti?” (Hud: 51). Yaitu, bukankah kalian mempunyai akal pikiran untuk bisa membedakan dan memahami, bahwa aku menyeru kalian menuju kebenaran yang nyata yang oleh fitrah yang mana kalian diciptakan sesuai fitrah itu. Menuju agama kebenaran yang diutuskan Allah kepada Nuh, barangsiapa yang menentangnya maka berakhir dengan kebinasaan. Aku pun menyeru kalian menuju agama itu tanpa meminta imbalan apa pun dari kalian, aku hanya meminta imbalan di sisi Allah, Yang Kuasa untuk menimpakan mara bahaya dan memberi manfaat.
Oleh karena itu, orang yang beriman kepada Yasin berkata, “Ikutlah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Rabb) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nyalah kamu (semua) akan dikembalikan?” (Yasin: 21-22). [Syahida.com]
– Bersambung…
Sumber : Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq