Syahida.com – Shalat shubuh adalah kunci semua shalat. Waktunya adalah kunci siang hari. Karenanya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Sirin dari Jundub Al-Qasari Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa melaksanakan shalat subuh maka dia dalam perlindungan Allah. Maka jangan sampai kalian dituntut oleh Allah dengan sesuatu sehubungan dengan orang yang dilindunginya. Sungguh, siapa yang dituntut oleh Allah dengan sesuatu sehubungan dengan orang yang dilindunginya pasti akan Dia temukan kemudian ditelungkupkanlah wajahnya di neraka jahannam.”[1]
Hadits ini memberi manfaat adanya peringatan untuk tidak mengganggu perlindungan Allah, larangan untuk menyakiti orang yang menunaikan shalat subuh berjamaah.[2] Sebab dia berada dalam perlindungan Allah. Jika seseorang nekat, Allahlah yang akan dihadapinya.
Dalam hal ini tepatlah kiranya kami bawakan kisah ditulis oleh Al-Mundzuri dalam At-Targhib, bahwa Al-Hajjaj pernah menyuruh Salim bin Abdullah untuk membunuh seseorang. Kepada orang itu Salim bertanya, “Apakah kamu tadi mengerjakan shalat subuh?” “Ya.” Jawabnya. Salim berkata , “Kalau begitu pergilah!” Hajjaj menanyai Salim, “Apa yang menghalangimu untuk membunuhnya?” Salim menjawab, “Kata ayahku beliau mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa melaksanakan shalat subuh maka dia dalam perlindungan Allah sehari itu.’ Aku tidak suka membunuh seseorang yang dilindungi oleh Allah.” lantas Hajjaj menanyai Ibnu Umar, “Benarkah anda mendengarnya dari Rasulullah?” “Benar,” jawab Ibnu Umar.[3]
Konon Hajjaj yang begitu zhalim, semena-mena, dan melampaui batas-batas Allah, biasa mennanyai orang-orang yang dihadapkan kepadanya, apakah dia melaksanakan shalat subuh berjama’ah. Jika orang itu menjawab “Ya.” Maka dia akan biarkan orang itu pergi karena takut dituntut oleh Allah dengan sesuatu sehubungan dengan orang yang dilindungi-Nya.[4]
Menurut saya, mungkin itu setelah Hajjaj mendengar hadits dari Ibnu Umar. Dan jika hikayat ini benar, maka itu adalah kebaikan di tengah lautan kejahatannya. Wallahu a’lam.
Keutamaan Shalat Subuh
Allah berfirman, “Dirikanlah Shalat dari sesudah metahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula) bacaan Fajar! Sungguh, bacaan Fajar itu disaksikan.” (Al-Isra’ 17: 78)
Makna “Dirikanlah Shalat” adalah laksanakanlah dan perbaikilah pelaksanaannya.
Makna “Sesudah tergelincir matahari.” Adalah sejak matahari matahari tergelincir waktu dzuhur sampai ia terbenam. Abu ‘Ubaidah menyebutkan ini saat memaknainya. Dan itu adalah waktu pelaksanaan dua shalat maghrib dan Isya’ masuk ke makna “Sampai gelap malam.” Al-Azhari berkata, “Ayat ini meliputi shalat lima waktu. Sehingga makna ayat ini adalah dirikanlah shalat sejak tergelincirnya matahari sampai gelapnya malam yang berarti masuk di dalamnya shalat Dzuhur dan Ashar, serta dua shalat saat malam gelap: Maghrib dan Isya’. Kemudian Allah melanjutkan, “Dan (dirikanlah pula) bacaan Fajar!” inilah shalat yang lima”[5]
Maksud “Dan (dirikanlah pula) bacaan Fajar!” adalah shalat subuh. Disebut bacaan karena bacaan Al-Fatihah adalah rukunnya, bahkan rukun yang terpenting. Juga, supaya bacaan pada saat shalat ini lebih diperhatikan dan dipanjangkan.
Para Malaikat Menyaksikan Shalat Subuh
Firman Allah, “Sungguh, bacaan Fajar itu disaksikan.” (Al-Isra 17: 78), maknanya subuh itu disaksikan dan dihadiri oleh malaikat malam dan malaikat siang.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Malaikat yang bertugas di malam hari bergantian dengan yang bertugas di siang hari diantara kalian. Mereka berkumpul saat shalat subuh dan shalat Ashar, kemudian malaikat yang bertugas di malam hari naik. Mereka akan ditanya oleh Rabb kalian dan Dia Maha Mengetahui tentang mereka, ‘Bagaimana keadaan hamba-hambaKu saat kalian tinggalkan?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka saat mereka mengerjakan shalat dan kami datangi mereka pun saat mengerjakannya.’”[6] [7]
Lihatlah bagaimana Allah swt meminta mereka untuk membuat persaksian setelah mereka menyaksikan. Mereka ditanya oleh Allah dan Allah Maha Mengetahui tentang mereka, “Bagaimana keadaan hamba-hambaKu saat kalian tinggalkan?” dan persaksian merekapun sesuai dengan apa yang mereka lihat. Mereka menjawab, “Kami tinggalkan mereka saat mereka mengerjakan Shalat dan kami datangi mereka pun saat mengerjakannya.” Allah menanyai mereka tentang amalan terakhir mereka, karena amal-amal itu tergantung penutupnya. Ini tentunya kesaksian para malaikat bagi orang-orang yang mendahulukan shalat dan memerangi hawa nafsunya daripada tidur dan istirahat dalam rangka meraih surga.
Sedangkan orang-orang yang bermain-main, bersantai-santai dan mengutamakan tidur daripada melaksanakan kewajiban Allah, mereka tidak ditanyakan dan disebut. Sebab mereka bukan hamba Allah karena tidak beribadah kepada-Nya. Yang ditanyakan hanya hamba-hamba Allah dan orang-orang yang beribadah kepada-Nya.
Bacaan di waktu Fajar juga disaksikan dengan pengertian lain. Disaksikan oleh hati dan akal bersama lisan. Sebab waktu itu pikiran masih jernih dari berbagai perkarayang menyibukkannya dan berbagai problema. Sebab waktu itu ruh dan hati masih bersih dari berbagai kotoran.
Di dalam tanwir Al-Adzhan, Al-Barwasawi menulis, “Di Subuh hari ada bukti kekuasaan, yaitu tergantikannya kegelapan dengan cahaya dan tergantikannya tidur saudara kematian dengan kesadaran.” Kemudian Al-Barwasawi menyitir sebuah kesadaran.” Kemudian Al-Barwasawi menyitir sebuah gubahan syair:
Jika banyak tidur, bangunkan aku
Karena umur dikurangi oleh tidur
Jika banyak makan, peringatkanlah aku
Karena hati dirusak oleh makanan
Jika banyak bicara, jadikan aku diam
Karena agama dirusak oleh ucapan
Jika banyak uban, sadarkanlah aku
Karena uban ‘kan diikuti kematian [8]
Kepada pendamba surga
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mengerjakan shalat dua ujung siang, niscaya masuk surga.”[9]
Yang dimaksud dengan shalat dua ujung siang adalah shalat subuh dan ashar. Keduanya diistimewakan karena keduanya dilaksanakan pada jam sibuk dan jam malas. Atau karena keduanya terasa berat bagi jiwa[10]. Sementara di dalam yang berat ada tambahan pahala dan ujian untuk tekad.
Dengan mengingat sabda Nabi, “Niscaya masuk surga”, maka meninggalkan kasur di musim dingin dan malam yang pendek di musim panas yang sebenarnya berat akan terasa ringan bagi jiwa. Sebab balasannya adalah surga.
Dimana orang-orang yang mengharapkan surga itu? Sungguh, surga itu abadi. Surga itu cahaya yang berkilauan, taman bunga yang semerbak, istana yang kokoh, sungai yang mengalir deras, buah-buahan yang masak, istri yang tebaik dan cantik, pakaian yang banyak, hijau, suka cita dan kenikmatan di tempat yang tinggi.[11]
Wahai yang melamar bidadari, jika kalian benar-benar ingin
Sekaranglah masa mengumpulkan mahar yang akan diajukan
Mari menuju surga ‘Adn
Sungguh itu dulu tempat tinggal dan kemahmu
Tetapi kita ditawan oleh musuh
Bagaimana jika kita kembali ke negeri kita dan kita diterima
Dalil sebuah hadits disebutkan, “Barangsiapa khawatir (terlambat) dia akan berangkat di pagi buta. Dan barangsiapa berangkat di pagi buta dia akan sampai ke tempat tujuan. Ketahuilah! Sesugguhnya dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah! Sesungguhnya dagangan Allah itu surga.”[12]
Wahai perniagaan Ar-Rahman! Engkau tak murah
Engkau mahal bagi si malas
Sungguh, kurasakan tarikan hawa nafsuku
Sampai tak ada jalan lain lagi bagiku
Namun saat kujumpa dan kulihat keindahannya
Kuyakin bahwa selama ini aku main-main saja
[Syahida.com]
==========
[1] HR. Muslim 1/455
[2] Disarikan dari Faidh Al-Qadir, syarah hadits ke 8790-8794
[3] Namun jangan ada yang menyangka bahwa mengerjakan shalat subuh dengan tetap bermaksiat kepada allah akan menghalangi dari siksaan Allah dan siksaan penguasa. Di dalam atsar diatas perawi yang bernama Yahya bin ‘Abdul Hamid Al-Himmani dan yang lain mendhaifkannya.
[4] Mawaid Azh-Zham’an. 1/239.
[5] Zad Al-Masir, 5/52
[6] Al-Lu’lu wal Marjan 1/123 hadits no. 367
[7] Di dalam Fath Al-Bari 2/ 225 Ibnu Hajar menulis, Hikmah dari dimintanya kesaksian mereka atas Bani Adam akan kebaikan mereka dan dimintanya mereka untuk berbicara tentang sesuatu yang menuntut kasih sayang terhadap mereka adalah untuk menunjukkan hikmah dari penciptaan jenis manusia; sebagai kebalikan dari pernyataan mereka. ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ (Allah) berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Al-Baqarah 2: 30) Sungguh dengan kesaksian kalian, terbukti ada diantara mereka yang bertasbih dan mensucikan kalian.”
[8] Tanwir Al-Adzhan min Tafsiri Ruh Al-Bayan, 2/ 358
[9] Al-Lu’lu wal Marjan, hadits no. 369
[10] Disarikan dari Faidh Al-Qadir, hadits no. 8792
[11] At-Taghrib wat Tarhib
[12] Shahih Jami’ Ash-Shagir, hadits no. 6222
Sumber : Kitab “Sulitkah Sholat Subuh Tepat Waktu?”, Samir Al-Qarny bin Muhammad Riziq