Syahida.com – Asababun Nuzul surat An-Nuur ayat 62 & 63:
Sesungguhnya yang sebenar-benarnya Mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dalam sesuatu urusan yang memerlukakan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu, karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki diantara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS: 24 an-Nur: 62)
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika orang-orang Quraisy dibawah pimpinan Abu Sufyan menuju ke Madinah dalam peperangan Ahzab, mereka bermakas didataran rendah pinggiran kota Madinah. Sedang pasukan dari Gathafan bermakas di Na’ma, disamping Gunung Uhud. Berita ini sampai kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau memerintahkan membuat khandaq (parit) sekeliling Madinah, bahkan beliau sendiri menyingsingkan lengan bajunya bekerja bersama kaum Muslimin. Akan tetapi kaum munafik memperlambat pekerjaan tersebut dengan memilih pekerjaan yang enteng-enteng. Mereka sering meniggalkan pekerjaannya dengan diam-diam tanpa sepengetahuan dan izin Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, untuk menengok keluarganya. Sedang kaum Muslimin, apabila terpaksa harus meninggalkan pekerjaan itu karena keperluaan yang tidak dapat ditangguhkan lagi, mereka berterus terang meminta izin kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan beliau pun mengizinkannya. Apabila telah selesai kepentingannya, mereka segera kembali melanjutkan tugasnya tadi. Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah ayat tersebut (QS: 24 An-Nuur: 62) yang menegaskan perbedaan antara kaum Mukminin dan kaum munafikin. [Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Al-Baihaqi di dalam Kitab Ad-Dala-il, yang bersumber dari ‘Urwah, Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi dan lain-lain.
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan kamu sebagian (yang lain). Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS: 24 An-Nuur: 63)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pada waktu itu, apabila orang-orang memanggil Rasulullah, mereka suka mengucapkan: “Ya Muhammad! Ya Aba Qasim!” Maka turunlah ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 63) yang melarang kaum Muslimin memanggil nama pada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, setelah ayat ini turun, kaum Muslimin pun memanggil Nabi dengan panggilan, Ya Nabiyallah, Ya Rasulullah. [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Kitab Ad-Dala-il, dari Adl-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas]. [Syahida.com]
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’an), K.HQ Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk