Syahida.com – Untuk mengatasi nusyuz dan kedurhakaan terhadap suami, kadang seorang istri sampai harus dipukul. Namun, tentu saja hal itu dilakukan setelah dinasihati. Jika dinasihati tetap saja, maka didiamkan. Jika dua terapi tersebut gagal, berarti istri tersebut memang tidak pantas mendapatkan penghormatan dan penghargaan. Karena itulah, hukuman yang diberikan kepadanya haruslah hukuman yang dapat meruntuhkan kesombongan dan kedurhakaannya.
Namun ada juga di antara wanita yang bisa lurus hanya dengan peringatan serta nasihat, dan diantara mereka ada yang menjadi lurus dengan hajr. Allah berfirman:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka.” (An-Nisa’: 24)
Coba renungkan, jika seorang istri yang tidak mempan dinasihati dan di-hajr, apa yang harus dilakukan setelah itu? Tak pelak, harus ada cara ke tiga yang lebih solutif, apalagi jika Allah sendiri yang mensyari’atkan cara ini. Cara tersebut adalah pukulan.
Perlu diingat, hendaklah pukulan tersebut dilakukan dengan memenuhi syarat. Tujuan hukuman ini adalah untuk mendidik serta memperbaiki. Diantara syarat tersebut adalah:
- Hukuman harus sesuai dengan jenis pelanggaran.
Sehingga, suami hanya boleh memukul bila telah menempuh dua cara sebelumnya, yaitu nasihat dan hajr.
- Bertakwa kepada Allah.
Sehingga, suami tidak boleh memukul kepala, perut, atau wajah serta tidak memecahkan tulang atau menghinakan salah satu anggota badan. Sebab, tujuan pukulan adalah mencari solusi dan peringatan bukan untuk melemahkan atau menghinakan.
- Tidak terus meneruskannya jika istri telah menyadari kesalahannya dan lurus kembali.
Suami yang keras hati dan rendah pemahaman agamanya akan memukul istri dengan semena-mena dan hanya karena permasalahan sepele. Hal ini tentu saja metode yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga.
Seorang wanita bukanlah makhluk yang diciptakan untuk disia-siakan, diremehkan, dan tidak dianggap keberadaanya. Ia juga bukan hanya jasad tanpa nyawa atau perasaan yang boleh dipukul dengan semena-mena. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya aku membebankan kepada kalian dua orang yang lemah: anak yatim dan perempuan.”[1]
Rasulullah juga bersabda:
“Janganlah salah seorang diantara kalian memukuli istrinya layaknya memukul budak, lalu ia menyetubuhinya.”[2] [Syahida.com]
Sumber: Buku Suamiku, Dengarkanlah Curahan Hatiku. Isham Muhammad Syarif.
[1] Ditakhrijkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah serta keduanya. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahih (1015).
[2] HR. Bukhari dan Muslim.