Syahida.com – Suami bukanlah manusia yang sempurna, yang tidak membutuhkan bantuan dari anggota keluarga. Ia sama seperti manusia pada umumnya, memiliki berbagai macam kekurangan dan keterbatasan. Ketidaksempurnaan ini yang sedikit banyak turut berpengaruh dalam menentukan kebijakan dan keputusan. Alangkah bijaksana apabila dalam menentukan kebijakan dan keputusan, suami selalu mengedepankan musyawarah bersama dengan anggota keluarganya, sehingga suami mampu mewujudkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, “… dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam (mengatasi) suatu urusan…” (Ali Imraan [3]: 159)
Musyawarah dalam keluarga adalah sebuah metode yang paling efektif untuk menggali ide, keinginan atau mungkin keluhan yang ada pada diri masing-masing anggota keluarga. Dengan bermusyawarah, seorang keluarga akan dapat memahami apa yang menjadi keinginan, harapan dan keluh kesah istri beserta anak-anaknya, sekaligus dapat memperoleh masukan, saran, pertimbangkan dan kritik yang bersifat membangun. Pada akhirnya, kepala keluarga dapat dengan mudah mendidik dan mengarahkan istri dan anak-anaknya karena ia mengerti dan memahami isi hati anggota keluarganya.
Berbeda dengan kepala keluarga yang enggan mendengarkan keluhan dan keinginan istri dan anak-anaknya. Keluarga jenis ini akan menampilkan kejenuhan yang dialami oleh anggota. Tidak ada ruang yang dapat digunakan untuk menyampaikan aspirasi dan harapan. Juga tidak bersedia kesempatan untuk berkeluh kesah. Mereka hanya bisa menyembunyikan setiap permasalahan di dalam hari masing-masing, yang apabila terlalu lama dibiarkan mengendap akan menjadi bom waktu bagi mereka. Banyak kasus, istri yang selalu menyembunyikan keluhan dan permasalahan di dalam hatinya tanpa dapat berbagi dengan orang lain, khususnya dengan suaminya, ia akan cenderung berkarakter introvert (tertutup). Tidak sedikit di antaranya yang merasa tidak kuat untuk terus memendam setiap permasalahan di hatinya, sehingga mereka mengalami stress dan depresi.
Musyawarah keluarga merupakan salah satu bentuk penghargaan seorang kepala keluarga kepada anggota keluarganya. Suami yang menyediakan kesempatan untuk bermusyawarah dengan istri dan anak-anaknya, adalah ia yang memiliki keberanian. Dikatakan berani ia bersedia mendengarkan pendapat dari istrinya, bahkan dari buah hatinya. Kemudian pendapat-pendapat yang diterimanya didiskusikan bersama untuk mencari titik temu yang terbaik bagi masing-masing pihak.
Jika solusi bersama mampu dihadirkan, maka suami akan semakin terlihat bijaksana di mata istri dan anak-anak. Sebaliknya, istri dan anak-anak akan semakin dicintai oleh sang kepala keluarga karena mereka telah membantu memecahkan permasalahan secara musyawarah. Suami mendapatkan perannya sebagai pemimpin keluarga, semakin dihormati dan dihargai oleh istri dan anak-anak, sehingga setiap kata dan perbuatannya dapat menjadi teladan bagi anggota keluarga.
Sikap mengutamakan musyawarah dalam keluarga dicontohkan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketika beliau mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih puteranya, Ismail Alaihissalam, dengan sikap arif dan bijaksana, beliau menyampaikan hal tersebut kepada buah hatinya. Dan dengan sikap yang sopan serta tutur kata yang lembut, Ismail menjawab apa yang disampaikan oleh ayahnya. Musyawarah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai Anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab, ‘Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (Ash-Shaffat [37]: 102).
Betapa luar biasa apa yang diucapkan oleh Ibrahim dan sungguh mengagumkan jawaban dari Ismail. Sebagai pemimpin keluarga, Ibrahim tahu persis dengan cara yang terbaik dan berharap mendapatkan jawaban yang terbaik pula. Hal semacam ini yang kemudian akan mampu membentuk pribadi anaknya menjadi manusia masa depan yang beriman dan tahan banting dalam menghadapi segala situasi dan kondisi apapun. Musyawarah menjadikan seorang ayah lebih berhasil dalam mengarahkan anaknya. Dan apa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘Alaihimas salam adalah sebaik-baik bukti.
Tidak ada salahnya bagi setiap kepala keluarga mencontohkan apa yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya. Menjadikan musyawarah sebagai sarana untuk saling bertukar pendapat, sehingga mampu melahirkan solusi bersama dan terbaik bagi setiap individu, sehingga tidak ada anggota keluarga yang merasa menang atau kalah dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Sebuah potret keluarga yang ideal. Seorang suami dalam memimpin dan mengarahkan anggota keluarganya senantiasa berusaha menjadi teladan yang baik serta memberikan nasihat yang bermanfaat kepada istri dan anak-anaknya. Akan tetapi, ia juga siap menerima masukan, saran dan kritik konstruktif membangun dan istri dan anak-anaknya. Itulah seorang kepala keluarga yang beruntung, yaitu ia yang memiliki keluarga yang beriman, giat beramal shalih, serta saling menasihati dalam kebenaran, dengan penuh kesabaran dan disertai rasa kasih sayang. [Syahida.com]