Syahida.com – Diantara kesalahan besar yang sering dilakukan seorang istri pada suami adalah berbicara dengan cara yang merendahkan dan merongrong kewibawaan laki-laki. Lelaki mempunyai pemahaman tersendiri tentang dirinya dan maskulinitas. Lelaki menemukan sifat kejantanannya dalam kemandirian, kebebasan, kepemimpinan dalam diri laki-laki agar ia menjadi pimpinan dan nahkoda bahtera rumah tangga. Karena itulah, seorang lelaki selamanya cenderung pada kekuatan, kemampuan, peran, dan prestasi. Dia akan menghindar dengan cara apa pun dari perlakuan yang tidak menghargai sifat-sifat tersebut.
Ketika seorang istri tidak tahu atau tidak mau tahu karakter di atas, lalu berinteraksi bersama suami dengan perlakuan yang kurang menghargai sifat-sifat tersebut, misalnya perlakuan yang kurang menghargai sifat-sifat tersebut, misalnya mendikte hal yang harus dilakukan atau ditinggalkan dengan mengatakan, “Seharusnya engkau tidak melakukan itu” atau “Aku rasa engkau tidak tepat melakukan hal itu”, maka suami akan merasa istrinya tidak percaya dan meragukan kemampuannya dalam memimpin rumah tangga. Sebaliknya, jika istri pandai bersikap, misalnya dengan menyatakan kepercayaannya pada suami atau menyampaikan keyakinannya akan kemampuan suami dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah, maka suami akan merasa bahagia. Sikap seperti ini mendorong suami untuk selalu menghormati dan mencintai istrinya. Mungkin saja istri tidak menerapkan sifat maskulinitasnya dalam memimpin dan memerintah.
Pernyataan di atas jangan disalahpahami bahwa saya menganjurkan setiap istri untuk bersikap pasif dalam keluarga, tidak memberi nasihat kepada suami, dan tidak menegurnya. Sama sekali tidak. sebab, rumah tangga bahagia dibangun di atas fondasi musyawarah dan saling menghormati antara kedua pasangan. Saya hanya ingin menyampaikan tabiat seorang lelaki yang telah di anugerahkan oleh Allah adalah cenderung untuk memimpin dan menguasai. Istri yang cerdas harus mengetahui hal itu dan menghindari setiap ungkapkan yang datang menyinggung perasaan suami. Bahkan, ia harus pandai mengolah kata-kata yang tidak mengurangi wibawa seorang suami, dengan menggunakan ungkapan motivasi bukan perintah.
Misalnya Anda berkata pada suami “Aku yakin, sebenarnya engkau bisa memberikan yang terbaik” daripada mengatakan, “Ini tidak bagus”. Atau mengatakan, “Engkau terlalu memaksakan diri. Semoga Allah membantumu. Gunakanlah waktu untuk istirahat” daripada ungkapan, “Kerja, kerja, kerja melulu. Perhatikan aku sesaat”
Di antara ungkapkan yang dapat menyinggung perasaan suami adalah:
- “Seharusnya engkau bertindak seperti ini.” atau “Mengapa engkau biarkan dia mengatakan hal itu padamu.”
- “Engkau harus merubah cara berpakaianmu.” Atau “Perbaiki cara dandanmu yang tidak teratur itu.”
Di antara ungkapan yang paling tidak menyakitkan suami adalah:
- “Cara yang engkau lakukan ini gagal.”
Istri yang menyifati suaminya sebagai orang yang gagal –meski dengan cara bergurau, merupakan suatu penghinaan yang tidak mudah dilupakan oleh suami.
Oleh sebab itu, Anda harus mengerti cara termudah membuat pertengkaran dengan suami adalah mengkritiknya dengan pedas. Sebab, itu berarti Anda tidak memercayai suami dan yakin dia tidak mampu mengambil keputusan dan menentukan masa depan kalian berdua.
-Suami adalah abdi istri, jika dia diberi wewenang untuk menerapkan sifat kejantanannya- [Syahida.com]
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili