Syahida.com – Jika para istri mengeluhkan suami mereka yang diam, maka para suami mengeluhkan istri mereka banyak bicara. Kami juga menyadari hal ini.
Sebuah riset ilmiah membuktikan, pada umumnya wanita lebih sering menggunakan otak kanannya, bagian otak ini mempunyai keistimewaan dalam daya khayal, emosi, kreasi, dan membenci ungkapan singkat. Selain itu, mereka senang mengungkapkan perasaannya dengan bahasa yang lugas, suka mengulang-ulang, dan membisikkan kata-kata rayuan. Berbeda dengan lelaki yang merasa cukup dengan mengangguk dan melihat saja. Banyak riset membuktikan berbicara dan mengungkapkan dengan bahasa lisan termasuk ciri khusus wanita.
Ketika wanita berbicara sebenarnya dia sedang menginginkan berapa hal, yaitu:
1. Ketenangan dan kenyamanan. Dalam berbicara ada orang yang bersedia turut serta memikirkan masalah yang dihadapinya. Wanita adalah makhluk lemah yang membutuhkan orang lain, agar ia merasa ada yang membantu dan mendukungnya. Ketika istri Anda mengajak bicara, itu artinya dia sengaja mengingatkan dirinya Anda bersamanya dan turut menanggung beban permasalahannya. Karena itu, jangan sampai Anda memotong perkataannya, dan jangan Anda memberikan jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapinya. Tapi doronglah dia untuk meneruskan ucapannya.
2. Cinta baru. Wanita meyakini dialog akan menyegarkan cinta.
3. Berpikir dengan suara keras. Kita semua tahu, lelaki lebih suka menyendiri dengan permasalahan yang dihadapinya dan tidak suka orang lain turut campur. Lain dengan wanita yang justru suka membeberkan permasalahan tersebut bersamanya.
4. Menyampaikan informasi tertentu. Wanita berpendapat dengan banyak berdialog dapat menyampaikan informasi pada pihak lain dengan cara yang lebih mengena dan detail.
“Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan. Aku ingin istirahat sebentar…!”
itulah ungkapan salah seorang sahabat ketika saya menyampaikan pentingnya mendengarkan sang istri dan untuk tidak tersinggung oleh omongannya. Saya bertanya kepadanya,
“Saya lihat kamu sabar mendengarkan perkataanku dan perkataan puluhan orang yang engkau jumpai selama sehari yang penuh aktivitas. Jika kamu sabar mendengarkan kami, mengapa ketika istrimu datang dan berbicara denganmu, kamu justru tidak memberinya kesempatan?”
Dia menggelengkan kepala sebagai tanda tidak mengakui gugatan saya tadi, lalu saya melanjutkan,
“Siapa yang lebih lelah, lebih capek, dan penuh jerih payah, kamu ataukah Rasulullah?”
Dia menjawab, “Tentu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Saya bertanya lagi, “Siapa yang waktunya lebih berharga, kamu atau Rasulullah?”
Dengan raut muka keheranan, dia menjawab, “Tentu Rasulullah. Mengapa kamu mengajukan pertanyaan aneh ini?”
Lalu saya mengatkaan padanya, “Ada sebuah hadits Nabi yang disebutkan dalam Shahih Muslim. Dengarkanlah hadits ini dengan hatimu karena hadits ini panjang dan sangat berharga.”
‘Aisyah meriwayatkan ada 11 wanita yang berjanji dan sepakat untuk menceritakan semua hal tentang suami mereka.
Wanita pertama menceritakan, “Suamiku ibarat daging unta kerempeng yang berada di puncak gunung tanpa daratan yang dapat didaki dan tidak ada yang mau mengambilnya.”
Wanita kedua mengatakan, “Aku tidak akan membeberkan cerita tentang suamiku karena aku takut tidak dapat berhenti. Kisahnya sangat panjang. Jika aku beberkan, aku takut akan mengungkap rahasia dan aibnya.”
Wanita ketiga mengeluh, “Suamiku tinggi sekali. Namun, jika aku bicara, dia akan mentalakku, dan jika aku diam, dia membiarkanku terkatung-katung”
Wanita keempat memuji, “Suamiku ibarat udara pegunungan di malam hari, tidak panas dan tidak dingin. Nyaman dan tidak membosankan.”
Wanita kelima juga memuji, “Suamiku ketika pulang ke rumah langsung tidur seperti macan (tidur pulas). Ketika keluar rumah, dia seperti singa (pemberani) dan tidak pernah mempertanyakan harta bendanya (percaya pada istri).”
Wanita keenam bangga, “Suamiku bila makan sangat lahap dan bila minum tanpa ada yang tersisa. Apabila tidur, dia beselimut (sopan) dan tidak meraba-raba aib tubuhku.”
Wanita ketujuh meratap sedih, “Suamiku seorang yang garang, angker dan pendiam. Semua kejelekan ada pada dirinya. Dia dapat melukai, memukul atau bahkan melakukan keduanya padamu.”
Wanita kedelapan memuji, “Suamiku wangi seperti Zarnab (sejenis daun) dan sifatnya terus terang.”
Wanita kesembilan juga memuji, “Suamiku rumahnya luas dan badannya tinggi. Dia sangat dermawan dan banyak orang yang mendatangi rumahnya.”
Wanita kesepuluh berkata bangga, “Suamiku orang kaya. Tidak ada yang lebih kaya darinya. Dia mempunyai banyak unta yang sering berada di kandang dan jarang keluar. Ketika mendengar suara tongkat cambuk, unta itu pasrah: dia pasti akan disembelih sebagai jamuan.”
Wanita kesebelas membuat kiasan, “Suamiku Abu Zar. Maksudnya apa? Dia memberiku banyak anting-anting, membuatku gemuk dan bangga. Sebelum menikah, aku hanyalah seorang penggembala domba. Namun, setelah menjadi istrinya, aku menjadi pemilik kuda dan unta. Selain itu, aku juga mempunyai ladang yang sangat luas. Setelah menikah dengannya, aku dapat berbicara semauku tanpa ada yang menghina. Aku dapat tidur nyenyak dan minum dengan puas.
“Aku Ummu Abu Zar. Maksudnya apa? Seorang wanita yang mempunyai banyak perabot dan rumahnya luas.
“Putraku Ibnu Abu Zar. Maksudnya apa? Dia mempunyai tempat tidur dari sebilah perlepah kurma dan cukup makan dengan tulang belikat kambing.
“Putriku Bintu Abu Zar. Maksudnya apa? Yaitu seorang putri yang taat kepada ayah dan ibunya, bertubuh gemuk dan membuat iri tetangga.
“Budak Jariyah Abu Zar. Maksudnya apa? Yaitu seorang budak yang tidak membocorkan rahasia pembicaraan, menjaga makanan, dan tidak semarangan membuang sampah.
“Suatu hari, Abu Zar keluar tanpa pikir panjang dan bertemu seorang wanita yang mempunyai 2 putra. Kedua anak tersebut bermain-main di bawah payudara sang ibu. Karena tergoda, akhirnya Abu Zar menceraikanku dan menikahi wanita tersebut. Setelah itu, aku menikah dengan seorang bangsawan penunggang kuda dengan pembawa tombak. Dia memberiku banyak karunia dan menghidangkan padaku setiap jenis makanan seraya berkata, ‘Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berilah keluargamu.’ Seandainya seluruh pemberiannya aku kumpulkan, tidak menyamai perabotan terkecilpun milik Abu Zar.’”
Aisyah melanjutkan, “Rasulullah menanggapi, ‘Aku bagimu ibarat Abu Zar dan Ummu Zar.’” Dalam riwayat lain ditambahkan, “Hanya saja aku tidak menceraikanmu.” (HR. Muslim)
Saya melihat sahabatku begitu keheranan dengan teks hadits yang sanga aneh ini. Sambil tertawa saya mengatakan, “Tenanglah, kita tidak akan membicarakan makna hadits atau membahas apa yang dimaksud oleh para wanita tersebut. Saya hanya ingin menyampaikan padamu, bagaimana Rasulullah setia mendengarkan penuturan sang istri tanpa memotong ucapannya atau merasa bosan dan malas.
“Lebih dari itu, coba lihat bagaimana Rasulullah menanggapi penuturan sang istri dengan komentar yang sangat indah. ‘Aku bagimu ibarat Abu Zar dengan Ummu Zar.’ Hanya saja aku tidak menceraikanmu’. Mari kita lihat bersama bagaimana Rasulullah –dengan segala tugas dan tanggung jawab beratnya, masih menyempatkan diri duduk dan mendengarkan cerita sang istri yang menurut kita tidak ada manfaatnya. Namun, Rasulullah adalah guru besar kita yang memahami istri membutuhkan seseorang yang bersedia mendengarkan omongan dan ceritanya.”
Saya menoleh ke arah sahabatku sambil tersenyum. Lalu saya berkata, “Pergilah dan biarkan istrimu berbicara. Dengarkan, pahamilah kebutuhan dan keinginannya. Marilah kita ucapkan shalawat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
-aku tidak heran dengan kematian para pencinta dalam hasratnya. Tapi, aku heran dengan keabadian para perindu- [Syahida.com]
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili