Syahida.com – Banyak terjadi pasangan suami-istri berusaha mencari jalan keluar dari suatu permasalahan, namun mereka tidak menemukan kesepakatan meski masalahnya sangat sepele.
Sering terjadi seorang suami mengira istrinya tidak puas dengan apa yang telah diberikannya dan tidak pengabdiannya.
Begitu banyak permasalahan yang dihadapi pasangan suami-istri yang disebabkan kesalahpahaman dan ketidakcocokan.
Ini alasan kenapa ahli jiwa dan pakar hubungan sosial dan keluarga mengadakan studi kasus dan penelitian mengenai masalah di atas. Di antara hasil penelitian tersebut adalah:
1. Suami tidak berbicara kepada istri dengan bahasa yang sama. Tentu, yang dimaksud bukan struktur bahasa, tetapi lebih pada gaya bahasa. Para pakar tersebut mengatakan wanita ketika berbicara cenderung menggunakan bahasa hiperbolik (berlebihan) untuk mengungkapkan maksud hatinya. Jadi, apa yang dia inginkan tidak harus sesuai dengan ungkapan kata yang di ucapkannya.
2. Wanita –ketika menggunakan isi hati, biasanya menggunakan bahasa umum (generalis) dan penuh kiasan. Ketika seorang istri mengatakan, “Mengapa kita tidak pernah jalan-jalan keluar.” Itu artinya dia ingin jalan-jalan keluar bersama Anda. Ketika dia mengejutkan Anda dengan ungkapan, “Engkau tidak mencintaiku lagi” itu artinya dia ingin Anda mengatakan, “Aku cinta padamu”. Ketika tiba-tiba istri marah dan mengatakan, “Engkau tidak memperhatikan aku” itu artinya dia ingin mengatakan, “Berilah aku hadiah atau manjakan aku”.
Barangkali gaya bahasa hiperbolik dan generalis inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa Rasulullah memberikan peringatan kepada kaum wanita dalam sebuah sabdanya,
“Tahukah engkau penghuni neraka paling banyak adalah kaum wanita? Karena mereka mengingkari perlakuan baik dan pengabdian (suami). Apabila engkau (suami) berbuat kebaikan padanya sepanjang masa, lalu dia melihat suatu kejelekan pada dirimu, niscaya dia mengatakan, “Aku tidak melihat kebaikan pada dirimu sama sekali”.
Inilah tabiat kebanyakan wanita, membesar-besarkan permasalahan dan memandang sesuatu lebih dari sebenarnya. Pertanyaannya adalah bagaimana suami dapat memahami tabiat istri tersebut lalu bagaimana menyikapinya?
Permasalahannya muncul ketika suami tidak mengerti tabiat istri dan hanya memahami ucapannya secara harfiah. Misalnya, ketika istri mengatakan, “Engkau tidak lagi memperhatikanku”, suami menimpali, “Bukankah aku telah memberimu hadiah minggu lalu? Aku juga pergi jalan-jalan bersamamu tiga hari yang lalu.” Suami hanya menanggapinya secara harfiah. Seorang suami yang cerdas harus mengerti tabiat istri dan tidak memahami ucapan istri secara harfiah. Suami harus memahami ungkapan seorang istri tidak harus sesuai dengan apa yang dimaksudkannya. Ungkapan itu hanyalah sarana untuk mendapatkaan respon lebih dari yang dia minta dan dia ingin memperoleh perhatian lebih besar.
Saya mendengar sebuah kisah unik yang terjadi di Maroko berkaitan dengan bahasan ini. Konon, ada seorang budak perempuan yang diperjualbelikan bernama Al-Barmakiyyah. Setelah dibeli oleh Al-Mu’tamad bin ‘Ibad, Raja Maroko, budak tersebut dinobatkan sebagai ratu. Ketika sang ratu melihat para budak bermain tanah liat, dia rindu dengan masa lalunya dan ingin bermain seperti mereka. Al-Barmakiyyah memohon kepada sang raja untuk dibuatkan kolam renang yang dipenuhi segala macam aroma dan wewangian agar nampak seperti tanah liat. Setelah permintaan itu dikabulkan, Al-Barmakiyyah bermain di kolam renang tersebut sampai puas.
Pada suatu hari, Al-Barmakiyyah marah kepada sang raja lalu berkata, “Sungguh, aku tidak melihat kebaikan pada dirimu sama sekali.” Sang Raja hanya tersenyum dan menimpali, “Bagaimana tanah liat itu?” Al-Barmakiyyah merasa malu lalu pergi begitu saja. [Syahida.com]
-Ingatlah, permasalahan pasti akan mengetuk setiap pintu rumah tangga. Sikap Anda adalah penentu, apakah Anda akan mengusirnya atau justru mempersilahkannya masuk?-
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili