Syahida.com – Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu anhu meriwayatkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan atas diri kalian perbuatan durhaka pada ibu, mengubur anak-anak perempuan, dan Allah tidak menyukai orang yang banyak bicara, banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta. (HR. Bukhari).
Abu Bakar radhiyallahu anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan dosa-dosa terbesar?” Rasulullah mengucapkannya tiga kali. Kami menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Menyekutukan Allah, durhaka pada orangtua.” Saat itu Rasul sedang duduk bersandar, kemudian ia duduk dengan tegak dan berkata, “Ingatlah, perkataan palsu dan persaksian palsu.” Rasulullah terus mengulang-ulangnya hingga kami berkata dalam hati, “Mudah-mudahan beliau berhenti.” (HR. Bukhari-Muslim).
‘Abdulalh bin ‘Amru bin al-Ash radhiyallahu anhu meriwayatkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka pada orangtua, membunuh jiwa dan persaksian palsu.” (HR. Bukhari).
Anad bin Malik radhiyallahu anhu menuturkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan beberapa dosa besar, “Menyekutukan Allah dan durhaka pada orangtua.” (HR. Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi).
Dalam surat Nabi yang dikirimkan kepada penduduk Yaman yang diantarkan oleh ‘Amru bin Hamz antara lain disebutkan, bahwa di antara dosa-dosa terbesar di sisi Allah pada Hari Kiamat adalah menyekutukan Allah, membunuh orang mukmin dengan cara yang tidak haq, melarikan diri terjadi peperangan fi sabilillah , durhaka kepada orangtua, menuduh wanita yang baik-baik (berbuat zina), belajar ilmu sihir, makan riba, dan mengambil harta anak yatim. (HR. Ibnu Hibban)
‘Abdullah bin ‘Umar meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah pada Hari Kiamat; orang yang durhaka pada orangtua, pecandu khamr, dan orang yang membangga-banggakan pemberiannya pada orang lain. Dan tiga golongan yang tidak akan masuk surga; orang yang durhaka pada orangtua, orang yang membiarkan kerabatnya berbuat zina sedang ia mengetahui, dan wanita yang meyerupai diri dengan laki-laki.” (HR. An-Nasa’i, al-Bazzar, dan al-Hakim) Ibnu Hibban juga meriwayatkan penanggalan pertama sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini.
‘Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash radhiyallahu anhu meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tiga golongan yang diharamkan surga atas mereka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala; pecandu khamr, orang yang durhaka pada orangtuanya dan orang yang membiarkan kerabatnya berbuat zina sedang ia mengetahui.” (HR. Imam Ahmad, an-Nasa’i, al-Bazzar, dan al-Hakim).
Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aroma surga itu tercium dari jarak lima ratus ribu tahun perjalanan. Dan orang yang gemar membanggakan amal baiknya, orang yang durhaka pada orangtua, dan pecandu khamr tidak akan merasakan aroma ini.” (HR. Imam Ath-Thabarani).
Abu Umamah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak akan diterima tebusannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala; Orang yang durhaka pada orangtua, orang yang membanggakan pemberiannya dan orang yang mendustakan takdir.” (HR. Ibnu ‘Ashim).
Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada empat golongan di mana Allah berhak untuk tidak memasukkan mereka ke surga dan tidak merasakan kenikmatan surga; pecandu khamr, pemakan riba, pemakan harta anak yatim dengan cara tidak haq, dan anak durhaka pada orangtua.” (HR. Al-Hakim).
Ath-Thabrani meriwayatkan dalam Sunan al-Kabir dengan sanad yang lemah dari Tsauban radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga hal yang membatalkan amal perbuatan; menyekutukan Allah, durhaka pada orangtua, dan lari dari peperangan.”
‘Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Memaki orangtua termasuk dosa besar.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin seseorang memaki orangtuanya?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ya, seseorang memaki ayah orang lain lalu orang itu memaki ayahnya, kemudian dia memaki ibu orang itu dan ia pun memaki ibunya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, diterangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Termasuk di antara salah satu dosa besar adalah apabila seseorang melaknat kedua orangtuanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang melaknat kedua orangtuanya?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Seseorang memaki ayah orang lain, lalu orang lain itu memaki ayahnya. Kemudian dia memaki ibu orang lain, lalu orang lain itu pun memaki ibunya.” (HR. Bukhari-Muslim).
‘Amr bin Murrah al-Juhani radhiyallahu anhu menuturkan, “Seseorang laki-laki menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan aku bersaksi engkau adalah utusan Allah. Aku melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan zakat, dan berpuasa pada bulan Ramadhan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Setiap orang yang mati sedang ia telah melaksanakan (kewajiban-kewajiban tersebut) niscaya ia akan berada bersama para nabi, para shiddiqin, dan para syuhada di Hari Kiamat nanti seperti ini (Rasulullah mengacungkan dua jari tangannya) selama ia tidak durhaka pada orangtua.” (HR. Imam Ahmad dan ath-Thabrani).
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewasiatkan kepadaku sepuluh kalimat; Jangan menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah, meski engkau akan dibakar atau dibunuh, dan jangan sekali-kali durhaka pada orangtuamu meski mereka mengusirmu dari tempat tinggal dan keluargamu” dan seterusnya. (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Imam Ahmad bin Hanbal)
Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu menuturkan, “Suatu hari Rasulullah datang menemui kami, di saat kami sedang berkumpul. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai segenap kaum Muslimin, bertawakallah kepada Allah dan sambunglah tali silaturrahim di antara kalian. Karena sungguh tiada pahala yang lebih cepat datangnya, selain dari pahala silaturrahim. Jauhilah olehmu perbuatan sewenang-wenang, karena tiada ada hukuman yang lebih cepat datangnya, daripada hukuman atas perbuatan sewenang-wenang. Jauhilah olehmu perbuatan durhaka pada orangtua. Karena, sungguh aroma surga itu tercium dari jarak seribu tahun perjalanan, dan demi Allah, tidak akan mendapati aroma surga orang yang durhaka pada kedua orangtua, orang yang memutuskan tali persaudaraan, orangtua yang berzina, dan orang yang memanjangkan busananya dengan maksud menyombongkan diri. Sikap sombong itu adalah milik Allah, Tuhan semesta alam. Berbohong itu adalah perbuatan dosa, kecuali yang mendatangkan kemaslahatan bagi orang mukmin atau untuk tujuan membela agama.’ (HR. Ath-Thabarani).
“Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihkannya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14)
Abu Bakar radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Dosa-dosa itu ditangguhkan hukumannya oleh Allah hingga Hari Kiamat, kecuali hukuman bagi orang yang durhaka pada orangtua. Karena, sungguh Allah akan mempercepat hukumannya di dunia sebelum orang itu mati. (HR. Al-Hakim dan al-Ashbahani).
Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari ‘Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu anhu, ia menuturkan, “Ketika kami bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba seorang laki-laki datang mengabarkan tentang pemuda yang sedang menghadapi sakaratul maut. Orang itu mengatakan, ketika pemuda itu diminta mengucapkan Laa ilaha illa Allah, dia tidak mampu mengucapkannya. Rasulullah bertanya, “Apakah ia mengerjakan shalat?” Laki-laki itu mengiyakan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bangkit berdiri dan kami pun ikut berdiri. Rasulullah mendatangi pemuda itu dan berkata kepadanya, “Ucapkan La ilaha illa Allah!” “Aku tidak bisa,” jawabnya. Rasulullah bertanya, “Mengapa?” Seseorang memberitahukan kepada Rasulullah bahwa ia pernah berbuat durhaka pada ibunya. Rasulullah bertanya, “Apakah ia masih hidup?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah meminta mereka memanggil ibunya.
Ketika ibunya datang, Rasulullah bertanya, “Benarkah ini anakmu?” Wanita itu menjawab, “Benar.” Rasulullah mengatakan, “Bagaimana seandainya kami nyalakan api besar dan kami ajukan pertanyaan, ‘Jika engkau memaafkan anakmu, kami tidak akan membakarnya, tetapi jika engkau menolak, kami akan membakar jasad anakmu!” Wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku memaafkan dia.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Bersaksilah pada Allah dan bersaksilah padaku bahwa engkau ridha kepada anakmu!” Wanita itu berkata, “Ya Allah, aku bersaksi pada-Mu dan pada Rasul-Mu bahwa aku telah meridhai anakku.” Rasulullah berkata pada sang anak, “Ucapkanlah La ilaha illa Allah wahdahu la syarika lahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu (Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Yang Mahaesa, tiada sakutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah)!” Pemuda itu pun mengucapkan kalimat tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dirinya dari neraka melalui perantaraanku.” (HR. Ahmad)
Al-‘Awwam bin Hausyab menuturkan, “Suatu hari aku berada di sebuah perkampungan yang letaknya tidak jauh dari kuburan. Saat itu, seusai shalat Ashar, tiba-tiba sebuah kubur terbelah dan dari dalamnya keluar jasad laki-laki berkepala keledai. Lalu jasad it berteriak tiga kali menirukan suara keledai. Tidak lama kemudian, tanah itu tertutup kembali.”
“Tidak jauh dari sana, aku melihat wanita tua sedang memintal benang wol. Seorang wanita bertanya kepadaku, ‘Tidak tahukah kamu siapa wanita tua itu?’ Aku berkata, ‘Siapa dia?’ Ia berkata, ‘Ia adalah ibu laki-laki itu.’ Aku bertanya, ‘Maukah engkau menuturkan kisahnya?’ Wanita itu menuturkan, ‘Ia adalah anak yang gemar minum khamr. Setiap kali hendak pergi, sang ibu berkata, ‘Anakku, bertakwalah kepada Allah, sampai kapan engkau akan terus minum khamr?’ Si anak mengatakan kepada ibunya, ‘Engkau berteriak-teriak seperti keledai.’ Akhir cerita, anak itu mati tepat pada waktu Ashar. Dan setiap kali waktu Ashar tiba kuburnya terbelah, lalu jasadnya keluar dari kubur sambil berteriak tiga kali seperti keledai. Kemudian kuburnya tertutup kembali.” (HR. Al-Ashbahani).
Al-Ashbahani mengatakan, “Kisah di atas dituturkan oleh Abu Al-Abbas Al-Asham di Nisabur dan disaksikan oleh Al-Hafizh, dan ia tidak mengingkarinya. Wallahu a’lam.”[1]
Sumber: Kitab Keramat Hidup : Orang Tua, Musa bin Muhammad Hajjad az-Zahrani