Syahida.com – Ada banyak faktor yang dapat menjerumuskan seseorang pada perbuatan durhaka kepada orangtua, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Kebodohan adalah penyakit yang mematikan. Orang yang bodoh menjadi musuh bagi dirinya sendiri. Apabila seseorang tidak mengetahui akibat buruk perbuatan durhaka kepada orangtua dan juga tidak mengerti balasan berbakti kepada orangtua, baik balasan di dunia maupun akhirat, tentu hal itu akan menjadi penyebab yang menjerumuskan dirinya pada perbuatan durhaka dan memalingkan dari kebajikan.
- Pendidikan yang buruk. Orangtua yang tidak pernah mendidik anaknya tentang ketakwaan, kebajikan, silaturrahim, dan nilai-nilai mulia, tentu secara tidak langsung menuntun anaknya untuk membangkang dan durhaka kepada diri mereka sendiri.
- Kesenjangan antara ilmu dan amal. Jika orangtua mengajarkan kebajikan kepada anak, namun mereka tidak mengamalkan kebajikan tersebut. Bahkan, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang mereka ajarkan pada anak, maka hal ini dapat menjadi faktor pemicu pembangkangan anak kepada orangtua. Jika anak mendengar ayahnya berceramah tentang kebajikan, bersamaan dengan itu, dalam jangka waktu yang lama ia tidak mengenal orangtuanya sama sekali, tidak berkomunikasi dengan mereka, dan mereka tidak memerintahkan hal tersebut kepada anak, maka hal ini tentu akan mendatangkan implikasi yang buruk pada anak.
- Pergaulan Negatif. Ini adalah faktor yang kerap merusak perilaku anak dan membuat mereka berani berbuat durhaka. Di samping itu, pergaulan yang buruk akan meresahkan orangtua dan melemahkan pengaruh orangtua dalam pendidikan anak.
- Kedurhakaan orangtua terhadap orangtua mereka. Ini adalah di antara ayah atau ibunya. Apabila orangtua durhaka kepada orangtua mereka, maka keduanya akan mendapat balasan yang setimpal berupa kedurhakaan anak-anak mereka. Balasan tersbeut biasanya disebabkan dua alasan: pertama, anak cenderung mengikuti perbuatan orangtua; kedua, balasan disesuaikan dengan amal perbuatan yang dilakukan.
- Sebagian pasangan suami-istri yang bercerai acapkali tidak mengadukan masalahnya kepada Allah. Perceraian pun terjadi tidak atas pertimbangan yang baik. bahkan, masing-masing pihak (suami-istri) memamerkan kebaikan diri sendiri dan mencela pihak lain di hadapan anak. Jika anak berada bersama ibu, sang ibu akan menceritakan keburukan ayahnya, dan berpesan pada anak agar menjauhi ayahnya. Demikian pula halnya jika anak sedang berada bersama ayahnya. Ia akan melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan oleh ibunya. Walhasil, anak akan durhaka kepada orangtua, sebab orangtuanyalah yang mengajari anak berbuat durhaka, seperti dikemukakan oleh Abu Dzuaib al-Hudzali dalam bait syairnya;
Jangan murka pada perilaku yang telah kau ajarkan
Mestinya kau puas, sebab kau yang menjadi pelopornya
- Pilih kasih. Tindakan ini akan menanamkan rasa dengki dan angkara murka dalam jiwa anak, menumbuhsuburkan kebencian di antara mereka, melahirkan rasa benci pada orangtua, yang mengakibatkan anak akan memutuskan hubungan dengan orangtua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan para orangtua dalam sabdanya, “Bertakwalah kepada Allah dan perlakukanlah anak-anakmu dengan adil.” (HR. Bukhari).
- Sikap egois. Ada sebagian orang yang mempunyai orangtua yang telah lanjut usia atau sakit-sakitan, namun mereka lebih suka lepas tangan, dengan cara menitipkan orangtua di rumah jompo atau pergi dari rumah dan meninggalkan mereka sendirian, atau dengan cara lain. Itu semua dilakukan agar dirinya lepas dari tanggungjawab mengurus orangtua yang telah lanjut atau sakit. Inilah tindakan mengucilkan orangtua. Padahal, sungguh, ia akan merasakan kebahagiaan saat mendampingi dan berbuat baik kepada orangtuanya.
- Sebagian anak bersikap emosional. Selamanya, ia tidak ingin di rumahnya ada orang yang melakukan kesalahan. Jika ia mendengar kaca pecah atau perabot rumah rusak, ia akan marah sejadi-jadinya dan akan memporak-porandakan seisi rumah. Tindakan ini, tak pelak, membuat orangtua terusik dan mengganggu ketentraman hidup orangtua. Sementara, orangtua menahan diri dan perasaan anaknya, atau demi menutupi keburukan anaknya, sehingga orangtua hidup dalam situasi tertekan dan perasaan gelisah. Seringkali kita mendapati anak yang tidak peduli pada perintah ayah atau ibunya, terlebih bila keduanya bertempramen keras. Tidak jarang anak menyikapinya dengan acuh dan tidak mampu berlapang dada.
- Minimnya perhatian orangtua terhadap anak. Sebagian orangtua tidak membantu anaknya untuk berbuat baik dan tidak mendorong mereka berbuat kebajikan, di saat mereka melakukan kebaikan. Kewajiban orangtua terhadap anak amatlah berat, dan itu mesti dilaksanakan dalam segala situasi. Sepanjang anak tidak mendapat dorongan, doa dan bimbingan orangtua, terkadang mereka bosan dan mengabaikan bakti kepada orangtua atau paling tidak membuat mereka lalai untuk itu.
- Buruknya perangai istri. Terkadang seorang suami diuji dengan istri yang berperingai buruk itu menggoda suaminya untuk membangkang pada orangtua atau mengusir keduanya dari rumah, atau memutus hubungan baik suami dengan orangtuanya, supaya suami hanya mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya pada istrinya dan tidak mementingkan orang lain selain istrinya.
- Minimnya kepedulian terhadap penderitaan orangtua. Sebagian anak laki-laki belum pernah merasakan pengalaman bagaimana menjadi seorang ayah. Demikian pula anak perempuan, tidak semuanya pernah merasakan bagaimana menjadi seorang ibu. Faktor ini bisa menjadi penyebab ketidakpedulian seorang anak pada orangtua, baik pada waktu pulang malam, ketika ia jauh dari orangtua, atau saat berbuat buruk pada orangtua.[1]
- Disarikan dari al-Islam online, di bawah asuhan Syaik Shalih bin ‘Abdul Aziz, Menteri Utusan Agama Islam di Kerajaan Saudi Arabia.
Bersambung….
Sumber: Kitab Keramat Hidup : Orang Tua, Musa bin Muhammad Hajjad az-Zahrani