Syahida.com – Kita lanjutkan kembali pembahasan berbagai bentuk perbuatan durhaka kepada orangtua.
22. Tidak peduli pada orangtua saat keduanya membutuhkan pertolongan atau ketika keduanya telah lanjut usia. Sebagian anak, ketika dirinya telah menginjak dewasa dan telah mampu mencari nafkah, acapkali melalaikan orangtua dan sibuk dengan kepentingan pribadinya.
23. Tidak mengakui orangtua atau malu menyebut identitas orangtua dan hubungan darahnya dengan orangtua. Ini merupakan bentuk terburuk dari perbuatan durhaka kepada orangtua. Sebagian anak, ketika berhasil meraih status sosial atau jabatan yang lebih tinggi, ia mengingkari siapa orangtuanya dan merasa gengsi kalau orangtua dengan segala keluguan mereka tinggal satu rumah dengannya. Malah kadang ketika ditanya perihal keduanya, ia akan menjawab, “Mereka itu pembantu di rumah ini.”[1] Ada juga anak yang merasa malu menyebut nama orangtuanya saat ia berada di tengah jamuan atau acara terbuka. Tidak diragukan, perbuatan ini menjadi pertanda kekerdilan jiwa dan akal fikiran serta rendahnya kedudukan. Sebab, jiwa yang mulia akan bangga dengan asal-usulnya dan orang yang mulia tidak akan melupakan kebaikan orang lain.
Orang mulia itu tatkala lapang senantiasa ingat
Orang yang telah merawatnya di rumah kumuh.
24. Menyakiti orangtua secara fisik. Perbuatan semacam ini tidak akan pernah dilakukan, selain oleh orang yang berperangai kasar dan berhati batu, orang yang tidak memiliki kasih sayang dan rasa malu dalam hatinya, dan orang yang memiliki kepribadian rendah.
25. Menitipkan orangtua di panti jompo. Perbuatan ini juga termasuk perilaku yang keji dan amat buruk. Perbuatan ini juga termasuk perilaku yang keji dan amat buruk. Perbuatan yang membuat tubuh gemetar dan bulu kuduk berdiri. Orang yang melakukan perbuatan seperti ini dalam dirinya tidak terdapat kebaikan sedikit pun.
26. Menjauhkan diri dari orangtua, tidak berbuat kebajikan pada orangtua, dan tidak memberi nasihat ketika orangtua terjerumus dalam perbuatan maksiat. Tindakan tersebut sungguh amat keliru dan fatal. Berbakti kepada orangtua itu wajib, walau keduanya orang kafir. Karena itu, bukankah berbakti kepada orangtua muslim lebih wajib, di kala keduanya melakukan kekhilafan?!
27. Kikir kepada orangtua. Sebagian orang bersikap kikir dan berat rasanya memberi nafkah kepada keduanya. Bahkan, sebagian orang tidak peduli kepada orangtua, ketika mereka amat membutuhkan bantuan keuangan.
28. Mengungkit-ungkit kebaikan yang diberikannya kepada orangtua. Sebagian orang memang berbakti kepada orangtua. Sebagian orang memang berbakti kepada orangtua, tetapi sayang, ia merusak amal baik itu dengan mengungkit-ungkit dan menghitung-hitung jasa baik yang diberikannya, dengan ataupun tanpa alasan.
29. Merampas hak milik orangtua. Tindakan ini mengandung dua bentuk pelanggaran; pencurian dan durhaka kepada orangtua. Dalam kehidupan nyata, kita sering mendapati orang yang terdesak oleh kebutuhan. Hal inilah yang dapat menjadi penyebab pencurian terhadap hak milik orangtua, karena keduanya telah berusia lanjut atau kurang waspada. Termasuk dalam kategori pencurian menipu orangtua supaya mereka memberikan uang, tanah dan sebagainya. Atau berhutang kepada orangtua dengan niat tidak akan membayar.
30. Mengeluh dan meratap di depan orangtua. Perbuatan ini termasuk dalam tindakan durhaka yang paling halus. Hal ini karena orangtua – terutama ibu – amat sedih atas cobaan yang menimpa anaknya. Ia ikut menderita atas penderitaan yang menimpa anakanya. Bahkan, acapkali ia merasa lebih menderita daripada anaknya.
31. Meninggalkan orangtua tanpa izin dan alasan. Sebagian anak tidak menyadari dampak negatif berjauhan dengan orangtua. Anda saksikan, ada seorang anak yang melakukan perjalanan dan meninggalkan orangtua tanpa seizin mereka dan tanpa ada kepentingan. Kadangkala anak meninggalkan kampung halaman orangtua tanpa alasan. Kadang anak meninggalkan orangtua untuk sekolah di luar daerah, padahal ia bisa saja belajar di kampung halaman, tempat orangtuanya tinggal. Masih banyak alasan lain yang tidak membenarkan kepergian anak dari orangtua. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa berjauhan dengan orangtua membuat mereka sedih dan cemas. Mereka tidak sadar, bisa saja ayah atau ibunya wafat saat mereka tidak berada di sampingnya. Dengan demikian, mereka akan menderita kerugian sebab tidak sempat berbakti kepada orangtua. Berbeda jika anak harus meninggalkan orangtua karena alasan tertentu dan atas izin mereka, maka hal itu diperbolehkan.
32. Mengharapkan kematian orangtua. Ada sebagian anak yang berharap agar orangtuanya lekas meninggal, supaya dapat segera menerima harta warisan apabila orangtuanya dalam keadaan sakit atau melarat, atau agar dirinya terbebas dari kewajiban memelihara orangtua.
33. Mengakhiri hidup orangtua agar terbebas dari beban. Tidak mustahil seorang anak berbuat jahat, sehingga ia berani membunuh orangtua, baik akibat kebodohannya atau amarah yang memuncak, atau dalam keadaan mabuk atau keinginan untuk mendapat harta warisan, ataupun oleh sebab-sebab lain. Sungguh, betapa keji. Betapa kelam wajah pelakunya. Betapa buruk akibat dan hukuman yang akan diterima, jika Allah tidak berkenan menurunkan kasih sayang dan rahmat-Nya!
Inilah sebagian ragam dan bentuk tindakan durhaka kepada orangtua, suatu perbuatan yang amat buruk, sebuah jalan hidup yang amat memalukan yang tidak layak dilakukan oleh orang yang berakal, bertakwa dan mendapat petunjuk.
Alangkah jauh anak yang durhaka dari kebaikan. Betapa dekat hukuman bagi dirinya, dan betapa cepat keburukan akan menimpa dirinya.
Ini adalah peristiwa nyata dan riil yang diketahui oleh banyak orang. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan jelas berita tentang orang yang menderita dan terhukum dikarenakan berbuat durhaka kepada orangtua. [Syahida.com]
- Peristiwa seperti ini benar-benar terjadi pada seseorang. Penulis mengenalnya dengan baik. dia adalah orang yang telah dibukakan oleh Allah pintu dunia seluas-luasnya, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup pintu agama baginya. Seseorang bertanya tentang ayahnya yang telah lanjut usia. Kebetulan orangtua itu tinggal bersamanya dalam satu rumahmu, “Apakah dia ayahmu?” Ia menjawab, “Bukan, ia pembantu di rumah ini, aku memberi pertolongan padanya karena ia telah berusia lanjut, ia sangat malang.” Semoga Allahi Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kita keselamatan di dunia dan akhirat!
Sumber: Kitab Keramat Hidup : Orang Tua, Musa bin Muhammad Hajjad az-Zahrani