Syahida.com – Dalam majalah Ad-Dakwah dicantumkan kisah dua orang wanita yang sungguh menakjubkan. Wanita pertama telah berumur 57 tahun. Awalnya, sang wanita hanya mendaftarkan anak perempuannya pada sebuah pesantren tahfizh Al-Qur’an.
Ketika itulah, pandangan matanya tertuju pada seorang wanita yang sudah sangat tua yang ikut belajar pada pesantren tersebut. Sejak itulah, dia memantapkan diri untuk bergabung juga dalam pesantren tersbeut. Dari situlah dia mulai menghafalkan Al-Qur’an.
Hal yang tidak kalah menakjubkan bahwa ternyata selama 18 tahun dia menjadi single parent di rumahnya, tanpa ada seorang pembantu pun.
Sejak dia mulai menghafal Al-Qur’an, maka tidak ada waktu luang kecuali dia gunakan untuk menghafal Al-Qur’an. Ternyata dia memiliki suplemen berupa nasihat dari gurunya. Nasihat yang disarikan dari firman Allah Ta’ala:
“Bertakwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282).
Dia pun selalu merasakan bahwa dengan Al-Qur’an badannya selalu kuat dan waktunya selalu berkah.
Kisah wanita kedua yang tidak kalah menakjubkan adalah seorang muslimah yang telah hafal Al-Qur’an dan umurnya 64 tahun. Ya, Anda tidak salah baca 64 tahun. Inilah kisah tentang dirinya:
“Kedua orangtuaku – semoga Allah merahmati keduanya – adalah penghafal Al-Qur’an. Mereka berdua sangat tekun dalam mengajari kami semenjak kami masih kecil. Terlebih, ayahku yang sangat indah bacaan Al-Qur’annya. Ayahku selalu mengajari kami Qiraah di waktu dhuha hingga waktu zhuhur.
Aku mengkhatamkan (dengan membaca) Al-Qur’an ketika umurku 12 tahun. Kemudian aku mulai menekuni qiraah – sesuai yang aku mampui – yang diajarkan ayah setiap hari.
Setelah menikah, aku selalu membaca 2 juz atau lebih setiap hari. Aku tidak pernah meninggalkan kebiasaanku tersebut hingga aku melahirkan anak-anakku yang mulai membutuhkan perhatianku. Di sela-sela kesibukanku untuk memenuhi kebutuhan anak-anakku, aku pun mencuri-curi waktu untuk dapat membaca Al-Qur’an.
Seiring bergulirnya waktu, anak-anakku pun telah beranjak dewasa dan berkeluarga. Maka, kusibukkan diriku untuk senantiasa membaca Al-Qur’an setiap hari menjelang Zhuhur. Ketika anak perempuanku melihat kepayahanku, dia pun merasa cemas kemudian menasihatiku untuk tidak terlalu memaksakan diri dan membaca Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan fisikku. Maka, aku pun mengambil faedah dari nasihatnya, dan mulai mengerjakannya untuk menghormati nasihatnya.
Alhamdulillah, justru dari situlah aku mulai menghafal Al-Qur’an. Karena pada setiap siang hari aku hanya membaca satu surat saja, kemudian aku mengulang-ulanginya setiap saat. Aku pun membacanya pada setiap shalat dan tidak berpindah ke surat lain sebelum aku benar-benar menghafalnya. Tak terasa kebiasaanku tersebut telah berjalan selama 4 tahun, dan aku telah mampu menghafal 17 juz.
Beberapa waktu kemudian, aku mendengar dibukanya sebuah pesantren penghafal Al-Qur’an di kampungku. Aku pun langsung mendaftarkan diri. Setelah hafalanku disimak oleh seorang ustadzah, aku mulai melanjutkan menghafal Al-Qur’an. Dua tahun berjalan aku telah selesai 13 juz yang tersisa.
Sejujurnya, aku pun menghadapi kesulitan. Ya, kesulitan menghafal karena telah lanjut usia. Tetapi, aku tidak menyerah begitu saja, dan tidak sedikit pun merasa bosan dengan kesulitan tersebut. Sebab, pengharapanku kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat besar. Hingga hatiku tenggelam dalam cita-cita yang agung. Akhirnya, dengan keagungan dan anugerah-Nya, Allah merealisasikan cita-cita itu untukku.”[1] [Syahida.com]