Syahida.com – Inilah selayang pandang kisahku yang sangat indah. Inilah mimpi yang menjadi kenyataan. Ingatanku pun berputar kembali ke tujuan hafalanku semula yang hanya menargetkan untuk menghafal surat Al-Baqarah dan Ali Imran saja. Seolah tak percaya ternyata aku mampu menghafal seluruh yang mustahil dan sulit sekali untuk diwujudkan.
Hidupku pun selalu terbayang-bayangi untuk menunaikan cita-citaku; yaitu menghafal surat Al-Baqarah dan Ali-Imran. Sebagaimana yang telah aku sampaikan bahwa dua surat tersebut adalah dua surat yang tersulit untuk dihafalkan. Hingga aku menghafal keduanya dalam waktu yang lama. Maha Suci Allah, aku menghafal keduanya selama 7 tahun.
Di bulan Ramadhan, tiba-tiba suamiku berpamitan ingin beri’tikaf di Masjdil Haram pada 15 hari terakhir. Aku pun merasa sangat cemas dengan kesulitan yang akan menimpaku. Sebab, aku akan sendirian mengurusi empat anak-anakku. Padahal, tempat tinggal kami berada di pelosok, jauh dari sanak saudara. Para tetangga pun selalu menutup pintunya masing-masing. Meski demikian, hatiku merasa sangat bahagia, karena suami akan beri’tikaf. Tetapi apa yang aku lakukan di tengah kesendirianku bersama anak-anak?
Tibalah waktunya, suamiku pun berangkat untuk beri’tikaf. Demi Allah, aku pun menabahkan diri dalam kesepianku, dan menjalaninya apa adanya. Maka, aku pun menengadahkan tanganku, mengiba kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku pun berkeluh kesah dalam kesedihan doaku. Air mataku pun meleleh, menetes di pipiku.
Ya Rabb, Engkaulah sebenar-benar Dzat Yang Maha Pengasih, anugerahkanlah kepadaku teman yang baik. Teman yang lebih mulia daripada diriku, hingga aku dapat menirunya. Kemudian jadikan dia sebaik-baik teman baiku.
Sungguh, dengan cepat telah datang jawaban atas doaku dari Allah Yang Maha Pengasih sesuai dengan janji-Nya, “Berdoalah kepada-Ku nisacaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al-Mu’min [40]: 60).
Kala itu, aku duduk di depan komputer untuk berselancar di dunia maya. Kemudian aku membaca sebuah artikel dengan tema Kemukjizatan Al-Qur’an. Perhatianku tersita dengan sebuah forum website Akademi Penghafal Al-Qur’an. Aku tak menyadari bahwa terdamparnya diriku pada forum tersebut merupakan bagian dari terjawabnya doaku. Ketika aku mengakses forum tersebut, aku dalam keadaan gundah-gulana. Demi Allah yang tidak ada sesembahan selain-Nya, keadaanku berbeda ketika aku selesai mengakses forum tersebut. Keadaan yang belum pernah terbayangkan olehku. Aku memantapkan diri untuk melaksanakan itikaf opada sepuluh hari terkahir Ramadhan.
Merupakan karunia dan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika aku bersegera dan tanpa ragu mendaftarkan diri dalam forum tersebut. Di awal keanggotaanku, aku terkagum kepada para wanita anggota forum tersebut. Demi Allah, merekalah sebaik-baiknya wanita di sisi Allah. Mereka saling menceritakan pengalaman menakjubkan mereka dalam forum tersebut. Hingga aku merasa seperti makhluk dari planet lain. Sungguh tidak habis pikir, di antara mereka ada yang mampu menghafal Al-Qur’an hanya tiga hari saja. Padahal, aku selama tujuh tahun mampu menghafal dua surat saja. Kerinduanku – untuk menambah hafalan Al-Qur’an – bertambah. Kesedihan dan kesempitanku pun hilang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kelapangan serta kemudahan.
Aku bertawakal kepada Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal atas kemuliaan-Nya yang berlimpah ruah. Kemudian, aku pun bersikukuh untuk melaksanakan i’tikaf demi menghafal Al-Qur’an. Di samping itu i’tikaf juga merupakan amal shalah yang paling utama di bulan Ramadhan. Aku pun berbisik menyemangati diriku sendiri, “Dengan izin Allah, Ramadhan kali ini harus berbeda!”
Kuambil secarik kertas. Kutuliskan di atasnya hal-hal yang dapat memotivasi diriku dalam menggapai cita-citaku; hafal Al-Qur’an. Bagiku menghafal Al-Qur’an adalah kenikmatan dan kebaikan yang agung, baik di dunia maupun di akhirat, di samping kenikmatan terbesar lainnya yaitu ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sungguh – dengan izin Allah, sekejap lagi aku akan bergabung dengan mereka yang bercita-cita menjadi yang terbaik dari umat ini. Selaras dengan sabda Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala,
“Sebaik-baik kalian adalah mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari).
Aku pun membayangkan bagaimana rasanya bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada’. Merekalah sebaik-baik teman. Aku juga membayangkan sedang memakaikan kepada kedua orang tuaku mahkota kehormatan yang pas untuk mereka. Kemudian aku kembali membayangkan diriku yang sedang mendapatkan nikmat yang dengannya Allah akan memuliakanku.
Aku menuliskan semua hal tersebut, kemudian ku gantungkan di tempat yang akan kugunakan untuk menghafal. Aku juga hanya menggunakan satu mushaf – tidak pernah aku menggantinya – yang akan menemaniku dalam upayaku menghafal Al-Qur’an.
Setelah berwudhu, aku duduk kemudian mulai membuka Al-Qur’an dan ku baca dengan suara yang dapat terdengar. Sekarang, aku akan segera menguji kemampuan otakku yang sebenarnya. Aku mulai menghafal dengan bertawakal kepada Allah, sembari senantiasa mengulang-ulang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran. Maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar [54]: 17)[1]
Aku mulai menghafal sejak dhuha hingga jam setengah tiga siang. Setelah itu aku pun tidur sebentar dengan menyalakan alarm. Hingga akhirnya aku terbangun dan segera mulai menghafal kembali. Aku menghafal kembali hingga mendekati waktu Isya’. Tiba-tiba aku terheran-heran, karena dalam sekali duduk aku telah menghafalkan 3 juz.
Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mulia dan sangatlah besar karunia-Mu. Tetapi, sungguh kami adalah hamba-hamba-Mu yang tak tahu diri.
Hingga tak terasa, hafalanku telah mencapai 16 juz dalam 6 hari – hanya untuk Allah segala pujian. Namun, aku pun mulai bimbang akankah kusempurnakan hafalanku atau murajaah saja apa yang telah kuhafalkan. Ternyata teman-temanku menganjurkan untuk menyempurnakan hafalanku saja.
Kemudian aku pun semakin mantap untuk menyempurnakan hafalanku. Aku yakin bahwa hafalanku akan selalu ada dan tak hilang dari ingatanku. Sebab, aku telah berpisah dengan tempat yang kugunakan untuk menghafal; sekaligus tempat berkhalwat dengan Rabb-ku menuju tempat yang melalaikan dan dunia yang fana. Lihatlah, seluruh manusia akan berpikir keras; kue dan manisan apa yang akan mereka hidangkan pada hari Id. Selain itu, mereka juga kebingungan; baju mana yang akan mereka pakai. Serta urusan-urusan semisal lainnya.
Aku pun rehat dari menghafal, dan kembali bersama keluarga serta sanak saudara. Padahal, aku berkeinginan untuk menyelesaikan hafalanku pada hari terakhir di bulan Ramadhan. Sehingga terkumpul dua kebahagiaan; bahagia di hari Id dan menjadi hafidzh Al-Qur’an. Tetapi, hal itu tidak terwujud.
Kemudian datanglah cobaan dan ujian dari Allah Rabb semesta alam. Akankah kulanjutkan hafalanku, atau kucukupkan saja? Tetapi, Alhamdulillah aku tetap bertekad untuk melanjutkan hafalanku.
Di hari pertama ketika aku memulai menghafal kembali, aku hanya mampu menghafalkan dua halaman saja. Bukan karena tak mampu, tetapi disebabkan kesibukan yang amat sangat. Apakah gerangan yang terjadi dengan diriku?
Anak-anakku; keempat-empatnya terserang demam dan batuk. Sepanjang malam mereka selalu terbangun. Hingga aku pun selalu bergadang untuk mengurusi mereka. Sampai akhirnya aku merasa sangat kepayahan. Lebih-lebih anakku paling kecil selalu menangis dan tak mau digendong siapa pun kecuali aku. Akhirnya aku pun jatuh sakit. Namun Alhamdulillah, sebab aku tidak berhenti dari menghafal dan terus melanjutkannya.
Sakitnya anak-anakku ternyata berlangsung lama. Dan aku pun selalu berusaha keras agar Allah memberikan kesembuhan kepada mereka. Obat kesembuhan mereka pun hanya rasa tawakalku kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebentar lagi aku akan segera menyempurnakan hafalanku yang saat ini tinggal 10 juz. Alhamdulillah, segala pujian hanya untuk-Nya yang telah menganugerahkan kepadaku hafalan yang cepat.
Detik-detik Sempurnanya Hafalanku
Sekaranglah saatnya menyempurnakan kenangan terindah dalam hidupku, yaitu detik-detik sempurnanya hafalanku.
Di suatu pagi yang cerah, entah kenapa aku merasa sangat bahagia. Terlebih, pada malam hari sebelumnya aku bermimpi indah yang seolah memberi kabar gembira akan segera sempurnanya hafalanku.
Saat itu hafalanku hanya tersisa 3 juz saja, dan ketika itu aku menghafal dengan cepat, 1 halaman kuhafalkan hanya dalam 8 menit, terkadang 5 menit. Hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Aku tak menyadari bahwa inilah saat yang kutunggu-tunggu. Saat-saat yang rasa rinduku telah membuncah; yaitu saat sempurnanya hafalanku.
Kala itu aku terus menghafal tanpa memperhatikan bahwa ternyata satu halaman yang belum aku hafalkan. Tahukah kalian, bagaimana aku tersadar? Pasti kalian tidak akan percaya! Entah apa yang terjadi pada diriku, ada perasaan aneh yang menyelimuti diriku. Perasaan yang belum sama sekali aku rasakan sebelumnya. Perasaan yang tak dapat terlukiskan. Tiba-tiba saja perasaan tersebut menjalar ke seluruh tubuhku.
Perasaanku saat itu begitu lega dan tenang. Seakan-akan diriku terbang melayang dikarenakan ringannya tubuhku. Aku bagaikan bulu yang begitu ringan. Aku pun terheran, perasaan apa ini? Jantungku berdegup kencang, seolah hendak berkata, “Keberkahan senantiasa tercurah atasmu. Selamat, engkau telah sempurna menghafalkan Al-Qur’an. Ia telah tertancap dalam dadamu.” Aku pun tersadar, ternyata aku baru saja menghafal ayat terakhir yang sekaligus menjadi penyempurna hafalanku.
Kontan, aku pun menjatuhkan diri; tersungkur dalam sujud, sebagai tanda syukurku kepada Allah. Air mata kebahagiaanku menetes membasahi bumi. Segera, aku bangkit memacu langkah menuju suamiku tercinta demi mengabarkan berita gembira ini. Tak karuan, suamiku pun riang bukan kepalang. Kuambil mushafku dan tak habis-habisnya kupandangi ia yang selalu menemaniku dalam “tamasya” menghafal Al-Qur’an. Sembari menangis aku berkata, “Wahaii mushafku yang tercinta, inilah saat-saat terindah dalam hidupku.” Kemudian, kupeluk ia dengan erat.
Berulang kali aku bersyukur kepada Allah, “Alhamdulillah, seluruh pujian hanyalah untuk-Mu, selaras dengan kemuliaan wajah-Mu dan kebesaran kekuasaan-Mu.” Alhamdulillah, telah sempurna hafalanku sebelum aku mati. Aku sangat khawatir jika aku mati sebelum menyempurnakan hafalanku.
Di tengah terlarutnya diriku dalam perasaan yang mengharu biru, aku bergegas ke arah komputer. Kemudian kuputar pujian-pujian yang menyebut kebesaran Allah yang telah lama kuimpikan ketika menghafal. Bersama suamiku, aku mendengarkannya dengan penuh kebahagiaan.
Ya Allah, hanya kepada-Mu segala puji. Engkau telah memuliakanku dengan menghafal kitab-Mu. Duhai Rabbi, Engkau begitu mulia. Engkaulah yang mengganti kesendirianku dengan sebaik-baik teman di dunia sekaligus sebaik-baik teman kelak di alam kuburku. Ya Rabb, di kala aku mengiba kepada-Mu, hatiku gundah dalam sepi sendiri. Kini, Engkau telah menukarnya dengan hal yang tak pernah kubayangkan dan kuharapkan sebelumnya. Alangkah mulianya Engkau duhai Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemberi nikmat yang berlimpah ruah.
Uraian penutup yang ingin kusampaikan dalam goresan indah ini adalah aku, wanita sebagaimana umumnya wanita lain. Aku juga memiliki keluarga; suami dan anak-anak. Buah hatiku pun juga menempuh pelajaran di sekolah terpadu yang menuntut kompetensi anak. Meskipun aku telah hafal Al-Qur’an, tetapi aku tidak pernah alpa dari tanggungjawabku. Aku selalu membimbing anak-anakku dan berusaha mendidik mereka dalam berbagai hal. Yang paling utama bagi seorang istri adalah mencurahkan segala yang dimampuinya untuk menggapai ridha suaminya, tidak mengurangi hak-hak suami, dan menunaikan kewajibannya dengan sempurna. Alhamdulillah, sampai kapan pun tidak ada kata terlambat untuk menghafalkan Al-Qur’an. Demi Allah, wahai para ibu janganlah kalian selalu mengemukakan alasan, kemudian tidak menghafalkan Al-Qur’an selamanya! Apalagi kalian para remaja putri yang belum menikah dan belum memikul tanggung jawab.
Berbaik sangkalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ! Sebab, sesuai prasangka baik hamba-Nya, Allah akan berprasangka baik pula. Ketika aku berprasangka bahwa surat kuhafalkan dan membutuhkan waktu yang lama, maka Allah pun memberikan sesuai dengan persangkaanku. Hingga waktuku untuk menghafalkan kedua surat tersebut adalah 7 tahun. Itulah balasan bagiku, karena tak berprasangka baik kepada Allah.
Ketika aku bertawakal kepada Allah dan berprasangka baik kepada-Nya, sembari berbisik, “Dalam waktu dekat akan kuhafal seluruh Al-Qur’an.” Allah pun memuliakanku untuk membimbingku dengan metod menghafal yang bervariasi. Bahkan, metode tersebut tidak aku ketahui serta tidak aku kira sebelumnya
Duhai engkau yang menginginkan untuk menghafal Al-Qur’an! Tawakallah kepada Allah dan bersungguh-sunguhlah dalam mewujudkannya! Jujurlah terhadap dirimu sendiri. Buktikan bahwa engkau benar-benar ingin menghafalkan Al-Qur’an! Berbaik sangkalah kepada Allah, maka Allah akan melimpahkan taufik-Nya kepadamu! Demi Allah, engkau akan segera meraih cita-citamu! Sungguh engkau akan tergabung dalam kelompok penghafal kalam yang paling agung, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berseru:
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, Maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar [54]: 17)
Dukungan Anak-anakku
Subhanallah, tatkala aku sedang duduk santai, tiba-tiba anakku yang belum genap berusia 2 tahun menghampiri meja yang terdapat beberapa mushaf Al-Qur’an di atasnya. Kemudian dia mengambil mushaf yang senantiasa kugunakan untuk menghafal, dan membawanya kepadaku sembari berkata, “Mama ini Al-Qur’annya.” Seakan dia memintaku untuk segera membacanya dan mengabarkan bahwa hafalanku akan segera sempurna.
Subhanallah, ketika itu anakku sangat perhatian kepada kami. Jika dia menemuiku dan juga ayahnya tidak sedang memegang mushaf Al-Qur’an, maka dia akn mengambilkannya untuk kami.[2] [Syahida.com]
- Ayat ini juga terdapat dalam surat Al-Qamar ayat 22, 32, 40.
- Diterjemahkan dari Kaifa Tahfazh Al-Qur’an fi Syahr, Amjad Qasim, to7af.com
Sumber : Kitab Hafal Al-Qur’an Tanpa Nyantri, Abdud Daim Al-Kahil