Syahida.com – Nabi Muhammad menikah dengan ‘Aisyah yang masih cenderung bersikap kekanak-kanakan. Dia masih suka menyimpan boneka mainan dan bersenda gurau dengan teman seumurnya. Di masa awal pernikahan, Rasulullah menyadari betapa ‘Aisyah masih kecil. Beliau menyaksikan sendiri tahap demi tahap perkembangan ‘Aisyah. Di masa kecil ‘Aisyah, sebagai suami, Rasulullah tidak keberatan mengundang teman-teman ‘Aisyah untuk bermain dengannya. Bahkan, Rasulullah pernah menggendong ‘Aisyah di atas bahunya, supaya dia bisa melihat atraksi perang orang-orang Ethiopia. (HR. Bukhari) hingga ‘Aisyah tumbuh besar menjadi seorang gadis yang penuh pengalaman.[1]
‘Aisyah sangat pencemburu kepada suami. ‘Aisyah menceritakan, “Rasulullah keluar malam hari dan aku merasa cemburu. Ketika pulang, beliau mengetahui kecemburuanku. Beliau bertanya. ‘Apakah engkau cemburu, ‘Aisyah?’ aku menjawab, ‘Apakah orang seperti aku tidak boleh cemburu kepada orang seperti engkau?’.” (HR. Muslim)
Ibnu Majah menceritakan sebuah kisah menarik. Rasulullah tiba di Madinah bersama Shafiyah yang telah dinikahi dan dikumpulinya dalam perjalanan. ‘Aisyah berkata, “Aku segera keluar untuk melihat Shafiyyah. Rasulullah memperkenalkan dia padaku. Ketika Rasulullah menghampiriku, aku membalikkan tubuh dan pergi. Rasulullah mengejarku dan meraih tubuhku. Dia memelukku seraya berkata, ‘Bagaimana pendapatmu tentang Shafiyyah?’ Aku menjawab, ‘Dia orang Yahudi dan putri orang Yahudi.’”
Yang membuat saya kagum adalah kecerdasan Rasulullah bersikap terhadap para istri, pemahamannya yang dalam tentang kejiwaan mereka, dan tahu akan kebutuhan emosional yang dalam tentang kejiwaan mereka, dan tahu akan kebutuhan emosional berikut kelemahan mereka. Selain itu, Rasulullah sabar menghadapi mereka, meski beliau harus memikul tanggungjawab dakwah. Alkisah, ‘Aisyah pernah marah sambil berkata kepada Nabi, “Engkau menganggap dirimu seorang Nabi?!” Rasulullah hanya tersenyum dan menerima ejekan tersebut dengan santun dan rasa hormat. ‘Aisyah pernah mengatakan, “Saya melihat Tuhanmu selalu mengabulkan semua yang engkau inginkan.” (HR. Muslim)
Cinta ‘Aisyah kepada suami tak terlukiskan. Dia juga mempunyai rasa cemburu yang terkadang mendorongnya untuk marah dan bersikap kepada suami, layaknya seorang yang dilanda mabuk cinta dan rasa cemburu. Rasulullah menyadari hal ini dan dapat menyikapinya dengan tabah, tenang dan sabar. Apa salahnya seorang suami yang mencintai istrinya, menjaga perasaan, memahami kebutuhannya, dan melupakan kesalahan kecil sang istri?
-Ketika ‘Aisyah ditanya tentang Akhlak Rasulullah, dia menjawab, “Akhlak Nabi adalah al-Qur’an.”
[1] ‘Aisyah ‘Abdurrahman, Tarajum Sayyidat Bait an-Nubuwwah
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.