Syahida.com – Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, “Sebenarnya miskin dan kaya hanyalah sikap kejiwaan, sebelum keduanya menjadi barang-barang duniawi.”
“Berapa banyak orang yang memiliki harta kekayaan berlimpah tidak dapat tidur nyenyak di rumahnya, menambah penyakit yang di deritanya, dan selalu merasa miskin, sebab apa saja yang diinginkannya seolah belum terwujud.”
“Dan berapa banyak orang yang memiliki sedikit harta dapat tidur dengan nyenyak, karena dia merasa cukup dengan apa saja yang dimilikinya.”
‘Sungguh, kekayaan jiwa tidak bisa disamakan dengan kekayaan materi. Hanya kekayaan jiwa yang akan membentuk perilaku manusia.”
Dalam sebuah bait syair dilantunkan:
Kehidupan,
Tiada kehidupan selain kamu merasa puas dengannya
Terkadang harta kekayaan begitu berlimpah
Namun, manusia tetap merasa miskin
-Orang kaya, orang yang pemasukannya lebih banyak dari pengeluaran; orang miskin; orang yang pengeluarannya lebih banyak dari pemasukan.
Masalah Kekayaan Dan Hakikat Harta
Banyak orang mengatakan, “Saat kemiskinan datang dari arah pintu, maka cinta akan melarikan diri lewat jendela.”
Sebagian orang mengatakan, tatkala kefakiran mendatangi suatu negeri, kekufuran akan berteriak, ‘Bawalah aku bersamamu’.
Dalam bait syairnya, al-Mutanabbi bersenandung:
Orang yang menghabiskan waktu berjam-jam
Untuk mengumpulkan harta
Lantaran takut miskin,
Maka sungguh dialah orang miskin
Saya pun bertanya-tanya, “Apakah harta berpengaruh positif atau negatif dalam kehidupan kita?”
Saya pernah mendengar seseorang berkata, “Sebelum menjadi orang kaya, hidupku lebih bahagia.”
Sementara yang lain mengatakan, “Aku ingin berterus terang, tekanan hidup dan susahnya mata pencaharian membuat kehidupan rumah tanggaku bermasalah.”
Pada hakikatnya, harta kekayaan sama seperti nikmat-nikmat lain yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Allah turunkan nikmat harta untuk membangunkan hidup kita.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mensifati orang kaya dan suka memberi dengan kebaikan, dalam sabdanya, Tangan di atas (memberi) lebi baik dari tangan yang di bawah (menerima).
Meskipun harta kekayaan tidak mampu menciptakan kebahagiaan di hati-hati orang-orang yang merana, namun ia mampu memotivasi orang yang benar-benar ingin bahagia. Namun, harta kekayaan tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan bagi orang-orang yang merana, membeli kesehatan bagi orang-orang yang sakit, atau membeli rasa optimis bagi orang-orang yang pesimis.
Seorang milyuner Amerika, Bill Gates menuturkan, “Kesehatan, kebahagiaan, simpati, maupun selera makan, tidak bisa di beli dengan uang.”
-Jika kamu tidak ingin kehilangan selera maka nikmatilah apa saja yang kamu dapat.
Jadi, Apa Masalahnya?
Masalahnya adalah ketika menjadi orang miskin kita umumnya sering menjadikan kemiskinan dan kebutuhan materi lainnya sebagai penyebab utama semua permasalahan yang kita hadapi. Padahal, setelah menjadi orang kaya akan terbukti semua itu hanyalah penafsiran yang salah.
Kita mengira harta berlimpah akan mencukupi semua sarana dan prasarana hidup yang bahagia. Kemudian kita shock, terkejut saat menyadari harta kekayaan tidak bisa membeli kebahagiaan.
Di antara kita masih ada individu-individu yang terbelenggu dengan cara berpikir, harta adalah sumber kebahagiaan. Namun, di saat kekayaan telah di dapat, kita melihat kenyataan sebaliknya.
Pikiran itu dengan sendirinya akan berbenturan. Orang yang mampu menatap dunia dengan bijak akan melihat orang-orang yang hidup sederhana (cukup apa adanya) lebih bahagia dibandingkan para konglomerat.
Ada masalah lain yang akan dihadapi istri yang hidup bergelimang harta, yaitu para suami merasa puas, dengan harta yang berlimpah dan hidup yang nikmat serta menganggap permasalahan para istri tidak ada lagi.
John Grey, seorang dokter spesialis sekaligus konsultan masalah keluarga mengatakan, “Setiap kali kebutuhan materi seorang wanita telah tercukupi, dia akan semakin sadar dengan kebutuhan emosionalnya. Wanita kaya akan banyak beralasan untuk menjadi miskin dan tidak bahagia.”
Harta kekayaan membuat orang- khususnya suami, tidak ambil peduli dengan kegelisahan atau ketidak bahagiaan istri. Istri yang kaya akan mudah mengingat kapan, di mana dan siapa orang yang terakhir kali mengajukan pertanyaan, “Apa yang kamu butuhkan lagi?”
Para wanita kaya selalu berharap memiliki kelebihan-kelebihan yang dimiliki orang lain.
Masalah lainnya adalah tidak tahu tabiat alami wanita. Wanita –secara alamiah, melewati masa-masa susah dan tegang selaras dengan perubahan yang terjadi pada dirinya seperti haid, hamil, dan nifas. Baik wanita kaya ataupun miskin akan merasakan sakit. Ketidakpahaman akan hal ini dan tuntutan-tuntutan kita (para suami) yang tiada henti, dengan dalih pembenaran kepuasan yang telah kita berikan, merupakan reaksi yang sangat keras yang kita berika kepada istri.
Mengapa kita tidak pernah memikirkan nikmat-nikmat yang telah kita dapatkan daripada memikirkan nikmat yang didapat orang lain? [Syahida.com]
Orang yang tidak memiliki harta kekayaan berarti orang yang miskin. Namun, orang yang lebih miskin darinya adalah orang yang tidak memiliki apa-apa, kecuali hartanya saja.
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili