Syahida.com –
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.’ Dia (ayahnya) berkata, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.’ Dan demikianlah, Rabb memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Rabbmu Maha Mengetahui, Mahabijaksana’.” (Yusuf: 4-6).
Seperti telah kami sampaikan sebelumnya, Ya’qub memiliki sebelas anak, semuanya lelaki. Nama-nama mereka semua sudah kami sebutkan sebelumnya, dan mereka adalah nenek moyang Bani Israil. Yang paling mulia dan agung di antara anak-anak Ya’qub adalah Yusuf.
Sekelompok ulama berpendapat, di antara anak-anak Ya’qub tidak ada yang menjadi nabi selain Yusuf. Seluruh saudaranya tidak ada yang diberi wahyu.
Kisah tentang sikap dan tutur kata saudara-saudara Yusuf semuanya nabi, bersandar pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak-anaknya.” (Ali ‘Imran: 84). Ia menyatakan, mereka adalah anak-anak Ya’qub. Kesimpulan dalil ini lemah, karena yang dimaksud keturunan dalam ayat ini adalah bangsa Bani Israil dan para nabi yang ada di tengah-tengah mereka yang diberi wahyu dari langit. Wallahu a’lam.
Alasan lain yang menguatkan Yusuf adalah satu-satunya yang diberi risalah dan nubuwah di antara seluruh saudaranya; nash yang ada tidak menyebut satu pun saudara Yusuf, selain Yusuf sendiri. Ini memperkuat pendapat kami.
Pendapat ini juga diperkuat oleh riwayat Imam Ahmad; Abdush Shamad bercerita kepada kami, Abdurrahman bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Dinar, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang mulia, anak orang mulia, anak orang mulia; Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim.”[1]
Hanya Imam Bukhari yang meriwayatkan hadist ini. Ia meriwayatkan hadist ini dari Abdullah bin Muhammad bin Abdah dari Abdush Shamad bin Abdul Warits dengan matan yang sama. Jalur-jalur riwayat ini sudah kami sebutkan dalam kisah Ibrahim, sehingga tidak perlu diulang lagi di sini. Segala puji dan karunia hanya milik Allah semata.
Para mufassir dan kalangan lain menuturkan, “Yusuf saat masih kecil dan belum baligh, bermimpi, seakan-akan sebelas bintang sebagai isyarat kesebelas saudaranya, matahari dan bulan, keduanya mengisyaratkan kedua orangtuanya, mereka semua bersujud kepadanya. Yusuf tercengang karena hal itu.
Saat bangun, Yusuf menceritakan mimpi itu kepada ayahnya. Ayahnya mengerti, kelak Yusuf akan meraih kedudukan tinggi di dunia dan akhirat, karena ayah dan seluruh saudaranya akan tunduk padanya dalam kedudukan itu. Ayahnya memerintahkan Yusuf agar menyembunyikan mimpi itu dan tidak ia ceritakan kepada saudara-saudaranya, agar mereka tidak hasad, berbuat lalim, dan melakukan berbagai tipu daya kepadanya.”
Ini memperkuat pendapat kami di atas (hanya Yusuf yang menjadi nabi di antara seluruh saudaranya).
Karena itu dalam salah satu atsar disebutkan, “Tunaikan kebutuhan saudara-saudara kalian dengan sembunyi-sembunyi, karena setiap orang yang memiliki nikmat itu pasti didengki.”[2]
Versi Ahli Kitab, Yusuf menceritakan mimpi itu kepada ayah dan saudara-saudaranya. Ini keliru.
“Dan demikianlah, Rabb memilih engkau (untuk menjadi Nabi),” yaitu sebagaimana Ia telah memperlihatkan impian agung itu kepadamu, karena itu sembunyikan dan jangan kau ceritakan mimpi itu, “Rabb memilih engkau (untuk menjadi Nabi),” yaitu mengkhususkan berbagai kelembutan dan rahmat padamu, “Dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi,” yaitu membuatmu bisa memahami makna-makna kalam dan takwil mimpi yang tidak bisa dipahami orang lain.
“Dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu,” yaitu dengan wahyu yang diberikan kepadamu, “Dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq,” yaitu Ia memberi nikmat padamu berupa nubuwat dan memperlakukanmu dengan baik, seperti halnya nikmat yang sama juga telah diberikan kepada ayahmu. Ya’qub, kakekmu, Ishaq, dan ayah kakekmu, Ibrahim Al-Khalil, “Sungguh, Rabbmu Maha Mengetahui, Mahabijaksana,” seperti yang Allah sampaikan, “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124).
Karena itu saat ditanya, “Siapa manusia yang paling mulia?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Yusuf Nabi Allah, putra Nabi Allah, putra Nabi Allah, putra kekasih Allah.”
Nama Bintang yang Sujud kepada Nabi Yusuf
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam kitab tafsir masing-masing juga Abu Ya’la dan Bazzar dalam kitab Musnad masing-masing, dari hadist Hakam bin Zhahir, hadist ini dinyatakan dhaif oleh para imam hadist, dari As-Suddi dari Abdurrahman bin Sabith, dari Jabir, ia menuturkan, “Seorang Yahudi bernama Bustanah datang menemui Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu berkata, ‘Hai Muhammad! Beritahukan padaku tentang bintang-bintang yang sujud pada Yusuf seperti dalam mimpinya apa saja nama-namanya?’
Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam diam tidak menjawab, lalu Jibril memberitahukan nama bintang-bintang itu. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mendatangi di Yahudi itu dan berkata, ‘Apakah kau akan beriman kepadaku jika aku beritahukan nama bintang-bintang itu kepadamu?’ ‘Ya.’ Jawabnya. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian menyebutkan nama-namanya, ‘(Nama-namanya adalah) Jaryan, Thariq, Dzayyal, Dzul Katifan, Qabis, Watstsab, Amudan, Faliq, Mushbih, Sharuh, Dzul Furu’, Dhiya’ dan Nur’.
Si yahudi itu kemudan mengatakan, ‘Demi Allah, itulah nama-namanya’.” Riwayat Abu Ya’la menyebutkan, saat Yusuf mengisahkan mimpi itu kepada ayahnya, ayahnya berkata, ‘Ini adalah urusan yang tercerai-berai yang disatukan Allah.’ Matahari takwilnya ayah dan bulan takwilnya ibu’.”[3] [Syahida.com]
- Ahmad dalam Al-Musnad (IV/101).
- Al-Jami’ Ah-Shaghir, hadist nomor 985, Al-Maqashid Al-Hasanah (103), Shahih Al-Jami’ (95), Ad-Durat (18) dan Al-Maudhu’at (ll/165).
- Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsirnya. Tafsir Surah Yusuf
===========
Bersambung……
Sumber : Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq