Syahida.com –
Manusia menghabiskan umurnya mencari dunia
Padahal Penciptanya, menginginkan akhirat
Hai umat manusia, jangan terburu-buru
Sesungguhnya umurmu lebih pendek dari cita-citamu
Pembangunan yang sangat pesat yang terjadi disekitar kita, membuat kita seperti hidup dalam gelanggang pertarungan. Waktu dan tenaga kita terkuras untuk memenuhi kebutuhan yang tiada habis-habisnya.
Apa Anda sependapat dengan saya bahwa setengah umur yang kita miliki telah habis untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tiada ujung ini? Tidakkah kita sadar nafsu dan ketamakan telah merenggut ketenangan, kenyamanan, dan kedamaian yang kita miliki?
Kekayaan materi sangat mempengaruhi interaksi sosial yang kita jalani. Akibatnya, usaha terus menerus untuk memenuhi kebutuhan menjadi penyebab utama segala permasalahan kita.
Mengapa kita tidak mau hidup sederhana? Mengapa kita harus membebani diri dengan sesuatu yang kita tidak mampu?
Syaikh ‘Ali al-Thanthawi mengingatkan, “Saya belum pernah mendengar seorang suami mengatakan dirinya hidup tenang dan bahagia, meski pada kenyataannya dia tenang dan bahagia. Karena pada dasarnya manusia diciptakan dalam keadaan kafir, tidak tahu nikmat, kecuali setelah nikmat-nikmat itu hilang darinya. Sebab, manusia tersusun dari sifat tamak dan senantiasa tamak setiap kali diberi kenikmatan; tidak pernah merasa puas dan tidak tahu kelezatannya.”
Abbas Mahmud al-‘Aqqad sendiri bingung melihat ketidakpuasan manusia. Dalam bait syairnya, dia melantunkan:
Kecil menuntut yang besar
Yang besar menolak jika kecil
Orang yang menganggur mencari pekerjaan
Sedang orang bekerja bosan dengan pekerjaannya
Orang kaya merasa lelah
Yang miskin pun merasa lelah
Apakah mereka bingung menghadapi takdir
Atau takdir yang bingung dengan mereka?
Saya teringat seorang kawan yang keadaan ekonominya sedang-sedang saja, atau bahkan bisa dikatakan kurang dari cukup. Namun, dia memiliki kreatifitas yang sangat hebat dalam hal menikmati hidup dan mengisi waktu. Dia memiliki program bulanan; rekreasi keluarga. Tempat-tempat bersejarah di kotanya, Kairo, dia kunjungi.
Dia pernah mengatakan para turis harus mengeluarkan uang untuk melihat Piramid, menikmati indahnya sungai Nil, dan membaca perjalanan sejarah masa silam, tetapi dia bisa menyaksikannya tanpa harus mengeluarkan uang.
Meskipun rumahnya sangat sederhana, namun penuh kebahagiaan. Dia sering mengatakan kepada saya, “Mengapa kita lebih banyak memikirkan sesuatu yang tidak kita miliki daripada yang kita miliki? Mengapa kita selalu lebih memikirkan sesuatu yang tidak kita mampu dari yang kita mampu?
“Sebenarnya penderitaan seseorang itu disebabkan dia tidak mau melihat kenikmatan yang ada di hadapannya seperti melihat kenikmatan yang dimiliki orang lain.”
Dia selalu mengulang-ulang perkataan Ibnu al-Mubarak:
Orang yang tidak pernah merasa puas
Tidak akan merasakan nikmatnya makanan orang kaya
Kamu tidak akan melihatnya puas
Dan senantiasa hidup dalam kemiskinan
“Sumur keinginan tidak ada dasarnya”
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili