Syahida.com – Secara sengaja, saya pernah memperhatikan cara-cara bermuamalah beberapa orang di sekitar saya. Namun, selama hidup beberapa tahun bersama mereka, saya tidak pernah melihat senyuman mereka. Bahkan, saya tidak pernah melihat mereka sekalipun berbasa-basi untuk suatu kelakar, atau menanggapi dengan ramah setiap perkataan orang lain terhadap mereka.
Melihat kenyataan tersebut, saya berkesimpulan bahwa mereka memang telah terbiasa hidup dengan watak dan sikap seperti itu terhadap siapa pun. Namun, alangkah terkejutnya diri saya ketika melihat perubahan sikap dan watak mereka yang sangat drastis ketika berada di sebuah pertemuan penting yang dihadiri oleh orang-orang kaya dan pejabat. Pasalnya, di tempat tersebut mereka terlihat sangat murah senyum dan ramah kepada siapa saja. Dari perubahan ini, saya menyimpulkan bahwasanya senyuman dan keramahan yang mereka tampakkan saat itu tidaklah tulus, atau hanya berdasarkan suatu kepentingan. Akibatnya, mereka pun kehilangan pahala yang sangat besar.
Karena, seorang mukmin akan senantiasa beribadah kepada Allah dengan seluruh akhlak yang terpuji dan kecapakan yang baik dalam bermuamalah dengan semua orang. Artinya, ia berakhlak terpuji dan bersikap baik kepada orang lain bukan karena kedudukan atau harta, bukan pula karena ingin mendapat pujian orang lain, disukai oleh seorang wanita, atau mendapat pinjaman harta, akan tetapi semata-mata agar dicintai Allah dan Allah menjadikan dirinya dicintai oleh semua makhluk-Nya.
Benar. Betapapun, barangsiapa memandang berakhlak terpuji itu sebagai suatu ibadah, niscaya ia akan selalu bermuamalah sebaik-baiknya terhadap orang kaya ataupun miskin, dan juga terhadap seorang pimpinan ataupun seorang bawahan.
Seandainya suatu hari seorang petugas kebersihan jalan menyodorkan tangannya kepada Anda untuk bersalaman, lalu di tempat lain seorang pejabat tinggi juga menyodorkan tangannya kepada Anda untuk bersalaman, saya tidak tahu apakah Anda akan menyambut tangan keduanya dengan keramahan, senyuman, dan keceriaan wajah yang sama atau tidak.
Namun, yang pasti, menurut Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keduanya sama-sama harus mendapatkan sambutan yang ramah, tulus, dan penuh kasih sayang. Pasalnya, bisa jadi orang yang Anda remehkan dan tidak Anda pedulikan itu adalah justru orang yang di sisi Allah lebih baik dari seluruh isi dunia ini daripada orang yang Anda hormati dan Anda sambut dengan hangat.
Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada Hari Kiamat kelak adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” 1
Beliau juga pernah berkata kepada Asyaj ibn Abdu Qais, “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua hal yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Apakah kedua hal tersebut: shalat malamkah atau puasa di siang hari?
Asyaj r.a sangat gembira dengan kabar tersebut dan langsung bertanya, “Apa kedua hal tersebut, wahai Rasulullah?”
Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Kesabaran dan kemurahan hati.” 2
Dan ketika ditanya tentang kebajikan, beliau s.a.w menjawab, “Kebajikan itu adalah dengan berakhlak terpuji.” 3
Sedangkan ketika ditanya tentang perkara yang akan paling banyak membawa orang-orang ke surga, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ketakwaan kepada Allah dan akhlak terpuji.” 4
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda: “Seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya dan lembut perangainya (murah hati), yaitu orang yang ramah terhadap orang lain dan orang lain ramah terhadapnya. Dan sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak ramah terhadap orang lain dan orang lain tidak ramah terhadapnya.” 5
Pada kesempatan lain, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah bersabda: “Tidak ada suatu perkara pun yang lebih berat timbangannya dari akhlak yang terpuji.” 6
Kemudian, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah menegaskan: “Sesungguhnya dengan akhlak terpujinya seseorang akan bisa mencapai derajat orang yang senantiasa bangun shalat malam dan berpuasa pada siang hari.” 7
Singkat kata, barangsiapa berakhlak terpuji maka dia akan mendapat keuntungan di dunia dan juga di akhirat.
Coba perhatikanlah riwayat tentang Ummu Salamah r.a berikut ini :
Ketika sedang bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ummu Salamah teringat akan kehidupan akhirat dan apa yang telah dipersiapkan oleh Allah pada kehidupan tersebut. Maka berkatalah Ummu Salamah, “Wahai Rasulullah, seorang wanita memiliki dua suami saat di dunia. Kemudian, apabila ia dan kedua suaminya meninggal dunia dan mereka semua masuk surga, akan bersama suaminya yang manakah wanita tersebut di surga?”
Apakah jawaban beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam? Apakah yang akan beliau katakan? Apakah beliau akan menjawab bahwa ia akan bersama yang paling banyak shalat malamnya, yang paling banyak puasanya, ataukah yang paling luas ilmunya?
Tidak, ternyata bukan itu jawaban beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Akan tetapi, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Dia akan bersama suaminya yang paling baik akhlaknya.”
Ummu Salamah terkejut dengan jawaban tersebut. Melihat keterkejutannya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, “Wahai Ummu Salamah, akhlak yang terpuji itu akan membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat.”
Ya, akhlak yang terpuji itu akan membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. Adapun yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah tertanamnya kecintaan di hati setiap makhluk terhadapnya, sedangkan kebaikan di akhirat adalah pahala besar yang akan diperolehnya kelak. Bahkan, meskipun seseorang mengerjakan banyak amal saleh, niscaya amal-amalnya itu bisa rusak dan tidak bermanfaat bila ia berakhlak tercela.
Suatu ketika diceritakan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang wanita yang rajin melaksanakan shalat, berpuasa, bersedekah, mengerjakan kebajikan ini dan itu, akan tetapi ia juga sering menyakiti tetangganya dengan lidahnya (baca: berakhlak tercela). Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda, “Dia kelak akan masuk neraka.”
Pada diri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terdapat banyak suri tauladan dalam hal akhlak yang terpuji; beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang murah hati, berani dan tegas, lembut dan santun, lebih pemalu dari seorang gadis yang tengah dipingit, dan senantiasa memegang amanah serta jujur dalam bertutur kata. Dan orang-orang kafir telah bersaksi atas semua akhlak terpujinya ini sebelum orang-orang yang beriman; juga orang-orang fasik sebelum orang-orang saleh.
Bahkan, pada saat turunnya wahyu yang pertama kepada beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Khadijah r.a. melihat perubahan keadaan beliau yang terus diterpa kecemasan dan kekhawatiran, Khadijah sampai berkata kepada beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tetapkanlah hatimu. Demi Tuhan, Allah tidak akan pernah mengecewakan dirimu.” (Mengapa?)
Khadijah melanjutkan, “Bukankah engkau senantiasa menyambung tali silaturahim, membantu yang lemah, memberi orang yang tidak mampu, memuliakan tamu, menolong orang yang mendapat musibah, berkata jujur, dan menunaikan amanah dengan baik?”
Selain itu, Allah juga telah memujinya dengan pujian yang akan selalu kita baca sampai Hari Kiamat kelak, yaitu dalam firman-Nya yang berbunyi: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4). Ditegaskan pula, bahwasanya akhlak beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Al-Qur’an. Apabila membaca, “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Al Baqarah : 195) maka beliau berbuat baik terhadap siapa saja, terhadap orangtua ataupun anak kecil, terhadap si kaya ataupun si miskin, terhadap mereka yang berkedudukan tinggi ataupun mereka yang biasa-biasa saja.
Kemudian, ketika mendengar firman Allah, “Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka…” (QS. Al Baqarah : 109), beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun senantiasa memberi maaf setiap orang yang bersalah kepadanya. Manakala membaca firman Allah : “Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….” (QS. Al Baqarah : 83), beliau juga selalu berbicara kepada siapa pun dengan perkataan dan ucapan-ucapan yang baik.
Karena beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah panutan kita, hendaklah sikap dan perilaku beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menjadi sikap dan perilaku kita. Perhatikanlah kehidupan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana beliau bermuamalah dengan orang lain, bagaimana beliau menyikapi kesalahan mereka, bagaimana beliau menghadapi gangguan mereka, bagaimana upaya keras beliau untuk menyenangkan mereka, dan bagaimana perjuangan beliau dalam menyeru mereka kepada kebenaran.
Suatu hari, Anda melihat beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membantu meringankan beban orang miskin, hari berikutnya beliau mendamaikan dua belah pihak yang tengah berselisih, dan pada hari lainnya beliau menyeru orang-orang kafir kepada Allah. Demikian seterusnya hingga umur beliau pun semakin tua dan tulang beliau semakin lemah. Dan tentang keadaan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di akhir hayatnya, Aisyah r.a. menuturkannya sebagaimana berikut: “Kebanyakan shalat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah beliau tua adalah dikerjakan sambil duduk.” Mengapa? Tak lain, karena tulang beliau s.a.w telah dilemahkan oleh banyaknya beliau berbuat untuk umat manusia.
Apabila jiwa-jiwa telah lanjut usia#
Tubuh akan mudah lelah ‘tuk memenuhi keinginannya
Bahkan, karena ingin selalu berakhlak mulia sepanjang hidupnya, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai berdoa kepada Allah seperti ini: “Ya Allah, sebagaimana telah Engkau baguskan tubuhku, baguskan pula akhlakku.” 8
Beliau juga pernah berdoa seperti ini:
“Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku akhlak yang terpuji, karena tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepada akhlak yang terpuji kecuali Engkau. Dan palingkanlah diriku dari akhlak yang tercela, karena tidak ada yang bisa memalingkan akhlak yang tercela dariku kecuali Engkau.” 9
Singkat kata, kita semua sangat perlu meneladani semua akhlak beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam interaksi kita dengan sesama orang Muslim dalam rangka mengambil hati mereka dan mengajarkan kebaikan kepada mereka, juga dalam pergaulan kita dengan orang-orang kafir agar mereka mengetahui Islam yang sebenarnya. [Syahida.com/ANW]
“Perbaguslah niat Anda agar kecakapan Anda bermuamalah dengan orang lain menjadi sebuah ibadah yang bisa mendekatkan diri Anda kepada Allah…”
==========================
1 Hadis ini shahih dan diriwayat oleh Tirmidzi.
2 HR. Ahmad da Muslim.
3 HR. Muslim.
4 HR. Tirmidzi (hadis ini sahih).
5 HR. Tirmidzi.
6 HR. Abu Daud (sahih).
7 HR. Tirmidzi (sahih).
8 HR. Ahmad (sahih).
9 HR. Muslim.
=====================
Sumber : Kitab Enjoy Your Life! Seni Menikmati Hidup, Dr. Muhammad ‘al-Areifi, Penerbit Qisthi Press