Syahida.com – Sebagian orang, ada yang menganggap tabiat yang selama ini melekat pada dirinya dan sudah menjadi identitas (tanda pengenal) dirinya di mata orang lain itu tidak mungkin bisa diubah lagi. Lalu, ia menyerah pada tabiatnya itu dan merasa cukup dengannya. Misalnya, ia puas dengan tinggi badannya atau warna kulitnya, sehingga menjadi tidak yakin bila dirinya bisa mengubah tinggi badan dan warna kulitnya tersebut.
Sementara orang yang cerdas, ia akan berpandangan bahwa mengubah suatu tabiat itu lebih mudah daripada mengubah model pakaian yang sudah jadi. Karena, tabiat kita itu tidak seperti air susu yang terlanjur tumpah dan tidak bisa disatukan lagi. Tabiat itu merupakan sesuatu yang sangat mungkin kita ubah sesuai keinginan kita. Bahkan, dengan keahlian tertentu, kita pun bisa mengubah tabiat atau pola pikir orang lain!
Dalam bukunya yang berjudul Thauqu al-Hammamah, Ibnu Hazm bercerita seperti ini:
Di Andalusia, ada seorang pedagang yang sangat terkenal. Suatu ketika, terjadi sedikit persaingan antara dirinya dengan empat orang pedagang lain. Singkat cerita, empat orang pedagang ini marah karena si pedagang terkenal itu dan bersepakat untuk menganggu ketenteramannya.
Pada suatu pagi, si pedagang terkenal itu pergi ke tokonya dengan memakai gamis putih dan sorban putih sebagai penutup kepalanya. Di tengah perjalanan, si pedagang pertama sengaja menjumpainya. Setelah menyapanya dengan salam, pedagang pertama ini memandang ke arah penutup kepala dan berkata, “Alangkah bagusnya sorban kuningmu itu…”
Si pedagang terkenal itu bereaksi. “Apakah matamu sudah buta? Sorban ini putih, bukan kuning!” bentaknya dengan kesal.
Tapi, si pedagang pertama itu dengan dingin menjawab, “Bukan, sorbanmu itu berwarna kuning. Benar…, kuning dan indah…”
Merasa kesal, si pedagang terkenal itu pun mengabaikannya dan segera berlalu meninggalkannya. Namun, baru beberapa langkah kemudian, si pedagang kedua menghadangnya dan mengucapkan salam kepadanya. Setelah itu, ia memandang sorbannyda dan berkata, “Betapa tampannya Anda hari ini! Betapa indahnya pakaian Anda, apalagi sorban hijaumu itu….”
“Hai Kawan, sorban ini putih!” timpalnya sambil menyimpan kesal di hati.
Tapi, si pedagang kedua tadi malah berkata, “Sungguh, sorbanmu itu benar-benar hijau…”
Kali ini, si pedagang terkenal tak kuat menahan emosinya. Maka, dengan keras ia berkata, “Sorban ini putih, kawan! Enyahlah dariku, cepat!” Maka, si pedagang kedua itu pun pergi.
Sementara, si pedagang terkenal yang malang ini meneruskan langkahnya sambil bergumam kesal di dalam hati. Sesekali ia memperhatikan ujung sorbannya yang terurai di pundaknya untuk meyakinkan kalau warna sorbannya benar-benar berwarna putih.
Beberapa saat kemudian, ia sampai di tokonya. Lalu, ia mengeluarkan kunci dan hendak membuka gembok pintunya. Namun, tiba-tiba si pedagang ketiga menghampirinya dan menyapanya dengan salam. Setelah dijawab, si pedagang ketiga ini berkata kepadanya, “Wahai Tuan Besar, alangkah indahnya pagi ini. Apalagi, setelah saya melihat Anda memakai pakaian yang sangat bagus dan sorban biru yang sangat elok itu.”
Mendengar perkataan ini, rupanya si pedagang terkenal in sempat ragu dengan keyakinannya bahwa sorbannya benar-benar berwarna putih. Maka, ia melihat sorbannya dan memegangnya seraya memilin-milinnya untuk meyakinkan warnanya. Lalu, ia mengusap kedua matanya dan kemudian berkata, “Wahai Saudaraku, sorbanku ini putiiiiiiih….!”
“Biru, bukan putih! Bahkan sorbanmu sangat cocok dengan warna biru itu. Jadi, Anda tidak perlu bersedih,” bantah si pedagang ketiga ini sambil berlalu meninggalkannya.
Dengan kesal, si pedagang terkenal itu pun berteriak kepadanya, “Wahai Kawan, sorban ini putih!” Lalu, ia memperhatikan kembali sorbannya itu sambil memabolak-balikkan ujung-ujungnya dengan penuh kegelisahan.
Sesaat kemudian, ketika ia tengah duduk termenung di dalam tokonya seraya terus memandangi ujung sorbannya, tiba-tiba si pedagang keempat mendatanginya. Setelah mengucapkan salam dan berbasa-basi sedikit, si pedagang keempat ini berkata kepadanya, “Selamat datang Tuan yang terhormat. Oow, masya Allah, alangkah bagusnya sorban merahmu itu! Di mana Anda membelinya?”
Lagi-lagi, si pedagang terkenal ini pun harus kesal. “Wahai Kawan, lihatlah, sorbanku ini putih…tih…”
“Bukan putih, tapi merah..,” timpal si pedagang keempat dengan lugas.
Mendengar itu, si pedagang terkenal ini menjadi kecut dan dia tertegun memandangi ujung sorbannya. Beberapa saat kemudian, ia berkata pada dirinya sendiri, “Sorban ini berwarna hijau! Eh…, bukan hijau, tapi putih. Bukan, bukan putih, tapi biru. Oh, bukan biru, tapi hitam.”
Dan tak lama setelah itu, tiba-tiba ia tertawa sendiri, lalu berteriak-teriak dan sesekali menangis tersedu-sedu. Bahkan, kadang ia melompat-lompat seperti anak kecil sambil tertawa cekikikan.
Ibnu Hazm menuturkan: Sejak itu, aku melihatnya menjadi gila dan sering dilempari kerikil oleh anak-anak kecil di jalan-jalan Andalusia.
Demikianlah, keempat pedagang tadi tak hanya bisa mengubah tabiat dan perilaku si pedagang terkenl itu, tetapi juga akalnya, hanya dengan kecakapan-kecakapan dasar mempengaruhi orang lain, yang tentu saja tidak pernah mereka pelajari.
Nah, bagaimanakah pendapat Anda dengan kecakapan-kecakapan yang bisa dipelajari, disinari oleh cahaya Al Qr’an dan sunnah, dan kemudian dipraktekkan oleh seseorang dengan tujuan untuk beribadah keapada Allah? Artinya, bukankah kecakapan-kecakapan ini tidak hanya mengubah tabiat, tetapi juga pola pikir kita dan orang lain?
Oleh karena itu, marilah kita mempelajari berbagai kecakapan atau keahlian yang bisa mengantarkan kita kepada kesuksesan dan kebahagiaan. Kemudian, setelah itu, praktekkanlah keahlian-keahlian baik yang telah Anda kuasai nanti untuk meraih kebahagiaan.
Apabila Anda belum yakin dan berkata kepada saya, “Saya tidak bisa..!” Maka saya akan menjawab, “Berusahalah…!”
Dan jika Anda berkata, “Aku tidak tahu caranya…!”
Saya akan menjawab, “Belajarlah…!”
Ingat, Rasulullah s.a.w pernah bersabda:
“Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, sedang kesabaran diperoleh dengan berlatih sabar.” [Syahida.com/ANW]
Orang yang sukses tidak hanya mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan dirinya sendiri, tetapi juga mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan orang lain. Bahkan, kadangkala ia juga bisa mengubah semuanya itu
Sumber : Kitab Enjoy Your Life! Seni Menikmati Hidup, Dr. Muhammad ‘al-Areifi, Penerbit Qisthi Press