Oleh : Ust. Nouman Ali Khan
Syahida.com – Kita lanjutkan pembahasan tentang makna kata Alhamdulillah dalam Surat Al Fatihah.
E. Kata Alhamd, Mengandung 2 Jenis Komunikasi
Satu hal lagi tentang kata ‘Alhamd’. Ada 2 jenis komunikasi dalam Bahasa Arab, yaitu yang bersifat informasi atau mengungkapkan perasaan. Disebutnya ‘Jumlah Insyaiyah’ dan ‘Jumlah Khobariah’. Ini istilah teknis saja. Saya beri contoh sederhananya. Kamu bisa saja berkomunikasi untuk mengungkapkan perasaan kamu atau kamu mungkin berkomunikasi untuk memberikan suatu informasi. Dua jenis komunikasi yang kedengarannya sangat teknis dan rumit, akan saya permudah.
Komunikasi Berupa Informasi
Ketika saya duduk dengan seseorang, dan saya menjelaskan sesuatu kepadanya, itu berarti memberi informasi. Seperti sekarang, saya sedang menjelaskan Surat Al-Fatihah padamu, menjelaskan Alhamdulillah, ini adalah perbincangan yang memberikan informasi, komunikasi yang memberi informasi.
Komunikasi Berupa Perasaan
Misalnya saat sedang ikut acara ceramah, kita istirahat dulu untuk shalat maghrib dan kamu tinggalkan kursimu, lalu berdoa. “Ya Allah, saya duduk di barisan depan, semoga tidak ada yang menempati kursiku.” Dan ketika kamu sholat dan akan mengucapkan salam, Assalaamu’alaikum, kamu bergegas kembali dan kamu dapati kursimu masih kosong, biasanya apa kata pertama yang akan kamu ucapkan? “Alhamdulillah…”. Meski mungkin belum ada orang di gedung itu.
Jika kamu mengucapkan Alhamdulillah ketika tidak ada orang lain, kamu sedang mengungkapkan perasaanmu. Jika saya sedang mengajarkan seseorang tentang kata Alhamdulillah, maka saya sedang memberikan informasi. Tapi jika saya ucapkan untuk diri sendiri, bisa jadi merupakan ungkapan perasaan. Bisa dipahami kan bedanya?
Alasan Memakai Alhamdulillah dan bukan ‘Innal hamdalillah’?
Sekarang, mari kita bicarakan Innal hamdalillah. Ketika kamu sedang mendengarkan khutbah di Masjid, khatib akan memulai dengan ucapan, ‘Innal hamdalillah’. Kata pertama dari ‘Innal hamdalillah’, adalah ‘inna’, yang artinya, ‘sesungguhnya’. Maka artinya, ‘Sesungguhnya segala puji bagi Allah.’
Mana yang lebih kuat? Mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah’, atau mengatakan ‘Sesungguhnya, segala puji bagi Allah.’ Tentunya dengan kata ‘sesungguhnya’ (inna), maka akan terdengar lebih kuat. Khatib menggunakannya setiap shalat Jumat. Pertanyaannya, kenapa Allah tidak menggunakannya? Kenapa Allah tidak mengatakan ‘‘Innal hamdalillahi rabbil alamin arrahmaanirrahiim maliki yaumiddin?” Kenapa tidak ditambahkan kata ‘Inna’ supaya lebih kuat? Kamu mungkin sering dengar bahwa Al Qur’an itu sempurna. Kamu tidak boleh menambahkan 1 kata pun. Tidak boleh ditambahkan satu katapun, sudah sempurna. Jadi apa bedanya jika saya tambahkan sedikit kata ‘inna’? Khatib saja melakukannya terus kan? Saya juga boleh dong menambahkan.
Perbedaannya adalah, ketika kamu menggunakan kata ‘inna’ dalam tata Bahasa Arab, pernyataaannya hanya berupa komunikasi informatif. Itu hanya memberi informasi, bukan tentang jenis pernyataan apa, bukan ungkapan perasaan. Bila kamu tidak menggunakan ‘inna’ maka pernyataanmu bisa jadi memberi informasi atau bisa jadi ungkapan perasaan. Dengan tidak menambahkan kata ‘Inna’, Allah sebenarnya membuat kata Alhamdulillah menjadi pernyataan untuk memberitahu orang lain, dan juga Alhamdulillah dapat pula menjadi pernyataan untuk menyatakan diri kita sendiri. Subhanallah… Keindahannya adalah, itu dapat digunakan untuk ungkapan hati kita, dan juga sebagai sebuah pesan yang ingin kita sampaikan untuk orang lain. Dua-duanya.
Jika memakai ‘Innal hamdalillah’ yang dipakai, maka secara teknis, itu bukanlah bentuk ungkapan perasaan. Itu hanya dimaksudkan untuk memberitahu orang lain, bukan untuk dirimu sendiri. Seorang Khatib tentu saja tidak berbicara untuk dirinya sendiri, tapi pada jamaah. Maka yang dia katakan, ‘Innal hamdalillah’. Saya ingin kalian mengingat Alhamdulillah. Khatib sedang memberitahumu, maka dia gunakan ‘inna’.
Inti dari yang ingin saya sampaikan adalah bahwa setiap frase di dalam Al Qur’an, dimulai dari Alhamdulillah. Sangat sempurna cara Allah menyampaikannya. Bahwa, tak peduli berapa banyak variasi yang coba kamu munculkan, menggunakan kata kerja, menggunakan ‘Inna’, menggunakan ‘syukr’, memakai ‘madh’, kamu tidak akan dapatkan seperti apa yang coba Allah katakan.
F. Alhamdulillah, Bukanlah Perdebatan dan Sudah Ada dalam Hati Orang Beriman
Saya akan sebutkan 2 kalimat dan kalian sebutkan mana yang terdengar normal.
“Saya makan siang”
Kalimat kedua, “Makan siang saya makan.”
Kalimat “Saya makan siang”, terdengar lebih normal, kan?
Contoh lainnya, “Mereka pergi ke sekolah”, atau “Ke sekolah mereka pergi.”
Mana yang terdengar lebih normal? Jawabannya, ”Mereka pergi ke sekolah.”
Tapi jika saya bilang, “Ke sekolah mereka pergi”, apa kamu tetap paham maksudnya?
Jadi yang satu normal, yang satu terdengar aneh, tapi keduanya tetap dapat dipahami. Sebenarnya yang ingin saya sampaikan adalah, terkadang dalam Bahasa Arab, urutan dalam kalimat itu berubah dan akan berbentuk aneh. Ketika kamu berjalan untuk sholat Ied, saat kamu mengemudi untuk sholat Ied, dan bertakbir… “Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahilhamd” = Lillahi Alhamd. Sedang yang ada di Al Fatihah adalah Alhamdulillah. Kata-katanya sama, tapi urutannya terbalik.
Bukan hanya saat sholat Ied, di Al Qur’an juga terdapat hal yang sama. “Walillaahilhamd Rabbissamawati wa rabbbil ardh”, ada juga di Al Qur’an. Terkadang Allah memakai Alhamdulillah, dan sebenarnya ada 7 kali Allah gunakan Alhamdulillah. Beberapa kali di Al Qur’an pun dapat kamu temukan ‘Lilahilhamd’. Sayangnya, keduanya tadi diterjemahkan dengan cara yang sama. Padahal sebenarnya keduanya adalah dua hal yang berbeda. Saya akan jelaskan apa bedanya Alhamdulillah dan Lillahilhamd.
Kenapa Allah gunakan Alhamdulillah, apa bedanya jika Dia gunakan Lillailhamd? Ini hal terakhir yang ingin saya sampaikan tentang ‘Alhamd’. Dalam Bahasa Arab, ketika menggunakan urutan yang tidak biasa, sebagaimana contoh yang tadi saya berikan.
“Saya makan siang.”
Versi anehnya adalah, “Makan siang saya makan”
Ketika kamu menggunakan urutan yang tidak umum/aneh, yang sebenarnya ingin kamu katakan adalah, “Saya tidak makan apapun lagi, hanya makan siang saja.” Tapi tidak harus hanya dengan kata-kata. Cukup dengan mengacak-ngacak urutannya dan hanya memberitahu kata-katanya saja. Jika saya katakan, “Saya pergi ke sekolah”, maka kalimat itu normal. Tapi jika saya katakan, “Ke sekolah saya pergi”, sebenarnya apa maksudnya dalam tata Bahasa Arab? Dalam logika berpikir Bahasa Arab adalah mereka hanya pergi ke sekolah. Mereka tidak ke bioskop, mereka tidak pergi berolahraga, mereka tidak pergi bekerja. Mereka hanya pergi ke sekolah, tidak ke tempat lain. Paham kan? Jadi menambahkan 1 kata, akan mempengaruhi arti ketika mengubah urutannya. Dan yang ditambahkan adalah kata ‘Hanya’.
Saya ingin kalian memikirkan kata ‘hanya’. Kita lihat dalam konteks lainnya, sehingga kalian bisa memahami dengan lebih baik. Contohnya, sebagai seorang guru, dulu saya pernah mengajar anak SD, pernah juga mengajar TK, pernah juga mengajar anak SD kelas 2 dan 3. Ketika saya mengajar anak kelas 3, ada dua anak perempuan yang mengobrol di belakang, di dalam kelas. Yang bernama Zainab dan Fatimah, mereka banyak bicara. Saya paham anak perempuan, karena saya punya 4 anak perempuan. Dua anak perempuan di belakang, ngobrol, dan ngobrol terus. Aku panggil, “Zainab!”. Dia lalu menjawab, “Kan bukan hanya aku yang ngobrol.” Ketika dia bilang kalimat tadi, apa maksud dari perkataan dia yang sebenarnya? “Kalau saya harus masuk ke ruang kepala sekolah, Fatimah juga harus ikut bersamaku.” Tapi Zainab tidak perlu menambahkan banyak kalimat, dia cukup gunakan 1 kata. Kata apakah itu? ‘Hanya’. Jika kamu menggunakan kata ‘hanya’ dengan tepat, maka kamu dapat menyampaikan dua hal dalam 1 hal. Inilah kerennya kata ‘hanya’. Misalnya aku berkata, “Aku tidak hanya pergi ke Singapura.” Itu berarti saya tidak berkata apa-apa lagi, tapi kalian bisa tahu apa maksud saya kan? Itu berarti, “Saya juga pergi ke Malaysia, dan negara lainnya serta seterusnya.”
Terkadang Allah mengatakan, ‘Lillahilhamd’, artinya Segala puji hanya untuk Allah. Hamd, Hanya untuk Allah. Maka akan ada lanjutannya, yaitu “tak ada lagi yang terpuji selain Allah.” Tidak tergantung pada siapapun. Titik!
Jika kamu mengatakan ‘hanya’, berarti segala puji itu Hanya milik Allah, tak ada yang lain. Allah mengatakan ‘lillahilhamd’ di surat yang ke 45, surat Al Jaatsiyah. Di bagian akhir suratnya. Sangat mengesankan karena keseluruhan surat tersebut berisi perdebatan dengan orang-orang yang melakukan syirik. Keseluruhan suratnya adalah perdebatan. Dan di bagian akhir debatnya, Allah berkata kepada orang musyrik, “Hey.. Segala puji itu hanya milik Allah!” Apa yang Dia katakan kepada orang musyrik? Segala puji itu Hanya milik Allah!, bukan milik yang lain. Dengan kata lain, ‘Lillahilhamd’ itu diucapkan ketika berbicara dengan orang yang tidak setuju denganmu. Ketika sesama Muslim berbicara satu sama lain, kita tidak mengatakan ‘Lilllahilhamd’, tapi yang kita ucapkan adalah Alhamdulillah karena kita tidak meributkan hal itu. Kalau kita bicara ke sesama Muslim: “Hey.. Segala puji hanya milik Allah! Kamu paham!!” Tidak, kamu tidak perlu mengucapkan begitu kepada sesama muslim, tapi kita cukup ucapkan Alhamdulillah, karena Laa illaahillallah tidak ada masalah diantara kita, kita tidak masalah dengan bagian itu. Paham kan? Jadi kita tidak perlu berdebat, tidak perlu dengan nada bicara seperti itu. Tidak perlu.
Allah memperkenalkan diri-Nya sendiri di Surat Al Fatihah. Dia tidak mau jadi perdebatan. Dia tidak mau berteriak pada kita saat pembukaan Al Quran. Dia ingin berbicara pada kita dengan kesimpulan bahwa Alhamdulillah bukanlah perdebatan. Ini adalah sesuatu yang sudah kamu pahami, sudah ada di hatimu, maka tidak perlu mengatakan Lillahilhamd, maka Allah akan lebih memilih kata Alhamdulillah. Apa yang Allah ajarkan pada kita? Bahwa Alhamdulillah itu sudah ada di hati kita. Saya tidak perlu diyakinkan lagi, tidak perlu dipaksa lagi. Orang musyrik tidak punya ini. Maka mereka perlu diberi, mereka perlu diberitahu, dengan Lillahilhamd.
G. Dalam Alhamdulillah, Allah langsung memperkenalkan Nama-Nya
Ini bagian selanjutnya, ini bagian kerennya. Allah minimal punya 99 nama. Allah tidak mengatakan ‘Alhamdulilahi rahman’, ‘Alhamdulillahi rahim’, ‘Alhamdulil Malik’, ‘Alhamdulillahi Kholik’, ‘Alhamdulillahi Wahab’, Alhamdulillah Qahhar’, semuanya benar. Semuanya benar, tidak ada yang salah. Kenapa Allah gunakan, Alhamduli.. Allah? Karena Al Fatihah adalah saat di mana Allah memperkenalkan diri-Nya. Contohya, saat kamu memperkenalkan dirimu pada orang lain, kamu akan sebutkan nama. Jika kamu tidak kenal saya, saya tidak akan datang dan bilang, “Assalaamu’alaikum, saya seorang guru”. Kenapa? Karena seharusnya kan, “Assalaamu’alaikum, saya Nouman.” Jika saya bilang saya guru, mereka akan jawab: “ Waalaikumussalam, kamu juga aneh.” Lalu pergi menjauh. Kamu tidak memperkenalkan dirimu dengan penjelasan, tapi dengan menggunakan sebuah nama.
Contohnya, Saya akan memberi sebuah cerita. Saat saya sering berkeliling di negara saya, dimana kejadian ini selang beberapa saat setelah peristiwa 11 September 2001, saat negara sedang tegang kala itu. Saya pergi ke Louisiana. Saya berhenti di Pom bensin dan isi bensin. Ada seseorang yang memperhatikan saya, dia supir truk. Saya tidak tahu dia bawa senapan di belakang mobilnya atau tidak. Dia bertanya, “Kamu orang Islam ya?”
Saya harus menjawab apa. Kalau saya jawab, saya dari New York, bagi mereka itu jawaban yang lebih buruk. Saat itu saya menjawab : “Puji Tuhan”. Ketika saya jawab Puji Tuhan, dia langsung pergi. Ketika saya katakan, “Puji Tuhan”, maka akan bisa dipahami dengan cara yang berbeda. Saya akan jabarkan inti selanjutnya.
Hal lainnya adalah… Coba misalnya kita katakan seperti ini. Misalnya tidak ada kata Allah disitu, misalnya dihilangkan, lalu apa sisanya? Alhamduli Rabbil Alamin. Saya tidak memberi terjemahan yang akuratnya dulu, tapi artinya adalah “Segala puji milik penguasa semesta alam”. Seperti itu kan di terjemahan? Kamu tidak menyebut Allah. Ingat saat saya kisahkan tentang, “Puji Tuhan”. Itu bisa membuat bingung kan? Kamu bilang ke orang lain: “Hey, segala puji itu milik penguasa semesta alam.” Apakah mungkin, orang itu mempunyai pemahaman yang berbeda tentang Sang Penguasa semesta alam? Jika saya katakan ke teman saya yang ada di Louisiana: “Pujilah Allah, Tuhan Semesta Alam.” Maka tidak akan membingungkan. Maka jelas yang saya maksudkan adalah Allah.
Sebenarnya ada contohnya di Al Quran. Nabi yang harus menghadapi para penyihir, Nabi Musa a.s. Para penyihir melempar talinya, Nabi Musa pun melemparkan tongkatnya. Lalu ular Nabi Musa menelan semua sihir mereka. Lalu apa yang terjadi pada para penyihir itu? Apa yang mereka lakukan? Mereka pun bersujud (QS. 7: 120).
Firaun berdiri di atas panggung melihat mereka bersujud di sana. Dia pun bingung, “Ada apa? Kamu bersiap-siap untuk ronde dua? Apa ini bagian dari sandiwara? Atau ini apa?”
Mereka pun bangun dari sujud, dan mereka berkata, (QS. 7:121) “Kami beriman pada Tuhan penguasa semesta alam”. Firaun pun masih bingung, “Saya tahu… saya tahu.. penguasa alam itu saya.” Karena Firaun pikir dia itu Tuhan. Ketika mereka berkata: “Tuhan penguasa semesta alam”, Firaun tidak masalah dengan kalimat itu. Firaun berkata, “Ya, lalu? Lanjutkan kata-katanya”. Dan mereka berkata: “Bukan kamu jenius, Tuhannya Musa dan Harun.” (QS. 7: 122). “Tuhannya Musa dan Harun, bukan kamu.” Mereka harus mengklarifikasinya. Karena kalau hanya mengatakan ‘rabbil alamin’ (Tuhan semesta alam), maka Firaun tidak masalah. Maka kata ‘Allah’ dalam Alhamdulillah itu penting.
H. Alhamdulillah Sangat Luas, Pujian dan Terima kasih untuk Segalanya
Tapi ada hal lain lagi, ini indah sekali. Ketika saya berterima kasih kepada seorang pelukis. Saya melihat lukisan, atau misalnya kaligrafi atau seni lainnya. Saya katakan: “Terima kasih”. Terima kasihnya saya tujukan kemana? Atas karya seninya. Jika kamu berterima kasih pada seorang guru, kamu berterima kasih atas apa yang mereka ajarkan padamu. Ketika berterima kasih pada orang yang menolongmu, kamu berterima kasih atas bantuan yang mereka lakukan. Terima kasih itu ditujukan untuk hal tertentu. Untuk apa yang dilakukan untukmu. Iya, kan?
Pujian pun ditujukan untuk hal tertentu? Kamu memuji keindahan sebuah gunung karena keindahannya. Kamu memuji atas kesegaran udara, karena kamu menikmatinya. Tapi…. Jika misalnya kita mengatakan ‘Alhamdulil kholiq’, Segala puji dan syukur itu milik Sang Pencipta. Lalu apa yang kita ucapkan terima kasih pada Allah itu, hanya untuk apa? Karena Dia menciptakan.
Jika misalnya kita mengatakan ‘Alhamdulil Hakim’, Segala Puji dan syukur itu milik Yang Maha Bijaksana. Satu-satunya yang kita hargai dari Allah adalah apa? Kebijaksanaan-Nya.
Bagaimana caranya agar saya bisa menghargai segala tentang Allah dan tidak ada apapun yang terlewat. Baik yang dapat saya pikirkan maupun yang tidak. Saya rangkum semuanya ke dalam satu pernyataan yang ringkas, sehingga saya dapat berterima kasih pada-Nya, sebagaimana semestinya dalam satu pernyataan, satu-satunya pilihan yang tersisa yang ada adalah? Alhamdulillah. Cuma itu pilihannya. Itulah sedikit tentang Alhamdulillah.
Surat Al Fatihah, Pembuka untuk Seluruh Surat Dalam Al Qur’an
Saya baru saja menjelajahi apa maksud dari kata Alhamdulillah dan alternatif-alternatif lainnya. Dan bagaimana alternatif lainnya itu tidaklah bagus. Bisa dibayangkan tidak, bahwa isi Al Qur’an itu seluruhnya seperti ini? Kata demi kata, satu per satu. Ini akan membuatmu menghargai Al Quran lebih dari yang lain.
Baru-baru ini saya ditanya, kenapa Al Fatihah? Saya katakan, jika umat muslim dapat bercermin dengan mendalam terhadap Surat Al Fatihah, maka itu akan membukakan pintu untuk keseluruhan Al Quran. Jika kita meremehkan Al Fatihah, maka kita pun akan meremehkan keseluruhan isi Al Quran. Jika kita mulai untuk menghargai keindahan dan kedalaman makna dari Al Fatihah, itu akan membuat kita ingin menjelajahi keseluruhan isi Al Quran. Apakah arti dari Surat Al Fatihah? Pembukaan. Jika kamu mendalaminya, maka akan membuka pintu lainnya. Jika tidak, maka pintunya akan tetap tertutup. Itulah yang coba kita lakukan hari ini, itulah mengapa Surat Al Fatihah yang kita bahas.
Frase selanjutnya dari Surat Al Fatihah adalah ‘Rabbil alamin’. Rabb. [ANW/Syahida.com]
=========
Bersambung…
===
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.