Syahida.com – Nabi SAW mengutus sahabat Abdullah Ibnu Abi Hadrad Al Aslam memimpin tentara Islam ke Bathnu Idham. Ketika pasukan tersebut sampai di Bathnu Idham, ada seorang yang bernama Amir bin al Adh-Bath al Asyjai melintasi mereka. Dia berkendaraan unta dan membawa perabot rumah tangga dan alat-alat dapur. Dan ketika dia berpapasan dengan pasukan itu, dia berucap, “Assalaamu’alaikum.” Ini adalah salamnya umat Muslim! Muhalim bin Jatsamah bergegas dan membunuh Amir. Amir yang baru saja memberinya salam! Dia bergegas dan membunuhnya! Waktu Muhalim ditanya oleh kawan sepasukan kenapa ia dibunuh, ia menjawab : Sebab ucapan salamnya hanya sebagai kedok, meskipun Amir berkata: “Assalaamu’alaikum.” Karena Muhalim sudah mengenalnya sejak zaman jahiliyah dan ada masalah di antara mereka, jadi dia membalas dendam.
Kepala suku dari yang terbunuh (Amir), mendatangi Rasulullah SAW dan dia meminta agar darahnya Amir dibalaskan. Dan kepala suku Muhalim juga datang kepada Rasulullah SAW dan meminta keringanan pada Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW ingin menghindari fitnah yang terjadi di antara kedua suku, karena ini adalah masyarakat Arab. Jadi Rasulullah SAW karena dalam situasi seperti ini, ada dua opsi. Opsi pertama dan opsi kedua diberikan kepada aulia dari yang meninggal, anggota keluarga dari yang meninggal. Yaitu, mereka dapat memilih antara meminta eksekusi terhadap seseorang yang membunuh, atau menerima uang darah sebesar 100 unta.
Jadi Rasulullah SAW ingin meyakinkan mereka agar menerima uang darahnya dengan tujuan untuk mencegah fitnah. Mereka berkata, “Dengan nama Allah aku tidak akan meninggalkannya sampai aku beri pelajaran kepada wanitanya, kepedihan yang dirasakan oleh wanitaku. Dia harus dibunuh.” Rasulullah SAW bersabda, “Ambillah 50 unta dariku sekarang dan 50 unta ketika kembali ke Madinah.” Mereka menolak. Beliau menawarkan mereka untuk kedua kalinya. Rasulullah SAW terus menawarkan, mencoba untuk menyelesaikan masalah ini sampai pada akhirnya mereka pun setuju dan menerima uang darahnya.
Jadi sekarang para anggota suku Muhalim, mereka memberitahu Muhalim untuk menemui Rasulullah SAW untuk memintakan ampunan kepada Muhalim, meminta Allah untuk mengampuni Muhalim. Jadi Muhalim mendatangi Rasulullah SAW. Muhalim digambarkan sebagai seorang berperawakan tinggi dan kekar. Dia mendatangi Rasulullah SAW, dia duduk dan berkata, “Ya Rasulullah, aku Muhalim, mintakanlah ampunan Allah bagiku.”
Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, jangan ampuni Muhalim.”
Dia berkata, “Ya Rasulullah, mintalah Allah agar mengampuniku.”
Beliau berdoa lagi, “Ya Allah, jangan ampuni Muhalim.”
Periwayat haditsnya mengatakan bahwa Muhalim berdiri, menutupi wajahnya untuk menutupi air matanya.
Dan ini adalah pelajaran lainnya tentang betapa berharganya darah seorang Muslim.
Asbabun Nuzul
Dalam salah satu riwayat diantara riwayat lainnya, dikemukakan bahwa Rasulullah SAW mengutus suatu pasukan tentara yang diantaranya terdapat Abu Qatadah dan Muhalim bin Jatsamah. Mereka bertemu dengan Amir bin Al Adh-Bath yang langsung memberi salam kepada mereka. Akan tetapi (yang memberi salam itu) terus diterjang dan dibunuh oleh Muhalim. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi SAW, dan turunlah Surat Annisa Ayat 94 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّـهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبْلُ فَمَنَّ اللَّـهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu,”Kamu bukan seorang yang beriman” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad, ath-Thabarani, dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslami. Hadits seperti ini diriwayatkan oleh Ibnu Juraij yang bersumber dari ‘Ibnu Umar.) [ANW/Syahida.com].