Syahida.com – Orang-orang mukmin yang komitmen dan sabar telah menasihati Qarun serta melarangnya bertingkah congkak, berbangga-bangga, dan sombong, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”
Kadang-kadang sebagian orang merasa aneh dan heran, apakah berbangga-bangga itu haram sampai-sampai dilarang? Apakah Allah tidak menyukai semua yang membanggakan diri? Apakah kita dilarang berbangga (bersenang-senang), lalu hidup dalam kesedihan selamanya agar dicintai Allah? Semua manusia itu senantiasa bersenang-senang, ia suka bila tetap senang untuk selamanya, lalu apa maksud larangan untuk tidak berbangga-bangga (bersenang-senang)?
Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita perhatikan sekilas uraian Al Qur’an tentang farah.
Imam ar-Raghib berkata, “Al-farah adalah kelapangan dada karena memperoleh kesenangan duniawi yang biasanya bersifat fisik/materi. “
Jika kita perhatikan ayat-ayat Al Qur’an, kita akan dapati kata farah terbagi menjadi dua bagian, yaitu: yang diperbolehkan dan yang diharamkan/dilarang.
Adapun berbangga yang diperbolehkan: berlapang dada dan ridha atas segala nikmat yang Allah berikan untuk hal-hal yang diridhai Allah. Nikmat ini tidak boleh membuatnya takabur dan sombong serta tidak boleh menjadikannya sebagai tujuan hidup.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah, ‘Dengan karunia dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58).
Ayat tersebut memerintahkan dan memotivasi untuk berbangga (bersenang-senang) serta menjelaskan sikap bangga yang diperbolehkan yaitu senang atas segala karunia dan nikmat-Nya, dan kesenangan ini lebih baik dari dunia dan seisinya.
Allah SWT berfirman,
“Janganlah kamu mengira bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dan mendapatkan rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka….” (QS. Ali Imran: 169-170).
Para syuhada itu hidup senang dalam surga dengan menikmati karunia Allah.
Berbangga yang kedua adalah berbangga dan bergembira ria yang diharamkan, yaitu sikap bangga yang bisa membuat seseorang sombong dan lupa diri.
Allah SWT berfirman dalam mengecam orang-orang kafir,
“Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan).” (QS. Al Mu’min: 75).
Orang-orang kafir itu bersenang-senang dengan tidak benar. Kesenangannya telah membuat mereka bersuka ria, sombong, takabur, dan berbangga diri. Allah SWT berfirman,
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya niscaya dia akan berkata, ‘Telah hilang bencana-bencana dariku.’ Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga.” (QS. Hud: 9-10)
Orang yang berbangga atau bersuka ria dengan kenikmatan Allah -dengan keceriaan yang membuatnya sombong, takabur, berbangga diri, dan merusak- adalah orang dungu dan tertipu oleh kesenangan, dia juga seorang yang berpandangan sempit.
Kenikmatan apa saja yang ada di hadapannya, baik harta kekayaan, kemegahan, kekuatan, kesehatan, dan kecantikan, adalah nikmat dan karunia Allah, dan Dia memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, kapan saja dan berapapun yang dikehendaki-Nya, sekehendak-Nya, dan tiada seorang pun yang dapat mencegah-Nya.
Bagaimana seseorang membanggakan sesuatu yang bukan miliknya dan tidak kekal di tangannya? Bukankah kita bisa mengatakan bahwa perbuatan seperti itu adalah sikap dungu dan menipu diri? Bahkan, sikap seperti ini bisa menghancurkannya dan menyebabkan Allah murka, serta mengharamkan dirinya dari kecintaan dan keridhaan-Nya. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang suka membanggakan diri.” (QS. Al Qashash: 76). [Syahida.com/ANW]
Sumber: Buku Kisah-Kisah Al’Qur’an, Pelajaran dari Orang-Orang Terdahulu (Jilid-1), DR. Shalah Al-Khalidy, Penerbit: Gema Insani Press.
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.