Syahida.com –
“Maka tetaplah kamu istiqamah (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 112)
Ini adalah sebuah kaidah Al Qur’an yang agung, yang mengandung kata-kata yang singkat tetapi bermakna luas, yang mencerminkan salah satu pokok di antara pokok-pokok pesan al-Qur’an.
Kaidah Al-Quran yang muhkam (bermakna jelas) ini terdapat dalam Surat Hud, surat yang agung yang di dalamnya Allah menjelaskan jalan kebenaran dan kebatilan, kemudian Allah menyebutkan di dalamnya tempat kembali golongan (yang mengikuti jalan kebenaran) dan tempat kembali golongan (yang mengikuti jalan kebatilan), serta teladan-teladan sejarah dari realita kehidupan yang dihadapi para rasul bersama kaum mereka.
Kita memiliki sejumlah renungan bersama kaidah ini:
Rahasia perintah yang terang ini bagi Nabi SAW dan para sahabatnya adalah agar orang Mukmin mengetahui bahwa tujuan yang paling besar yang diinginkan setan dari anak-anak Adam adalah menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Bukankah musuh Allah pernah berkata, “Karena Engkau telah menghukum diriku tersesat, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.” (QS. Al A’raf: 16)
Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita agar mengulang-ulang dalam sehari semalam minimal sebanyak tujuh belas kali firman Allah SWT:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al Fatihah: 6).
Maka, ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, dan teguhkanlah kami di atasnya, wahai Rabb semesta alam.
Perintah kepada Nabi SAW agar istiqamah ini merupakan perintah agar teguh di atas istiqamah, sedangkan bagi selain beliau merupakan perintah agar istiqamah dan teguh di atas istiqamah.
Ibnu Athiyyah rahimahullah berkata, “Perintah kepada Nabi SAW untuk istiqamah -padahal beliau sudah istiqamah- hanyalah merupakan perintah untuk teguh dan konsisten (berada dalam istiqamah), dan ini sebagaimana Anda menyuruh seorang manusia untuk berjalan, makan atau yang semisalnya, padahal orang tersebut telah melakukan hal itu.”
Perkataan Ibnu Athiyyah ini diperjelas oleh pengulangan doa dalam Surat Al-Fatihah, “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Sesungguhnya barangsiapa yang merenungkan perintah Nabi SAW ini, niscaya akan tampak jelaslah baginya keagungan dan pentingnya perintah ini, yakni istiqamah dan konsisten di atas Agama. Bagaimana tidak, padahal kedua hal inilah yang telah menghabiskan (baca: menghentakkan) tempat tidur orang-orang shalih?!
Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah dibuat beruban oleh Surat Hud dan yang semisal dengannya.” (HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya, No. 3297)
Bahwa manusia, setinggi apa pun (tingkat) yang telah dia capai dari ketakwaan dan keimanan, dia masih tetap sangat perlu untuk diingatkan terhadap sesuatu yang dapat membuatnya tetap konsisten dan menambah keistiqamahannya. Dan kalaulah saja ada orang yang tidak membutuhkan hal itu, niscaya Nabi SAW adalah orang yang paling berhak untuk (tidak diingatkan) dalam hal ini.
Ibnu Taimiyyah berkata, “Sesungguhnya (tingkatan) karamah yang paling tinggi adalah konsistensi dalam keistiqamahan, maka tidaklah Allah memuliakan seorang hamba dengan sesuatu yang sebanding dengan pertolongan-Nya untuk melakukan sesuatu yang Dia cintai dan Dia ridhai, dan menambahkan kepadanya dengan sesuatu yang bisa mendekatkannya kepada-Nya dan mengangkat derajatnya dengan sesuatu itu.”
Hendaklah orang Mukmin mengetahui bahwa tahapan istiqamah yang paling agung adalah istiqamahnya hati, karena istiqamahnya hati akan berdampak kepada istiqamahnya anggota badan yang lain, dan itu pasti.
Ibnu Rajab berkata, “Maka pokok dari istiqamah adalah istiqamahnya hati di atas tauhid. Hati adalah raja dari anggota badan dan anggota badan adalah tentara-tentaranya. Barangsiapa yang istiqamah di atas jalan ini, niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan niscaya perjalanannya di atas shirath pada Hari Kiamat akan menjadi lancar. Dan barangsiapa yang keluar dari (jalan) tersebut, maka boleh jadi dia itu adalah orang yang dimurkai (Allah), yaitu orang yang mengetahui jalan petunjuk akan tetapi dia tidak mau mengikutinya seperti orang-orang Yahudi, atau (boleh jadi) dia adalah orang yang tersesat dari jalan petunjuk seperti orang-orang Nasrani dan yang semisal mereka dari kalangan orang-orang musyrik.”
Kita memohon kepada Allah SWT agar Dia menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus, dan agar Dia menjadikan kita termasuk di antara orang-orang yang istiqamah, lahir dan batin di atas apa yang dicintai dan diridhai-Nya, serta agar Dia meneguhkan kita di atas Islam dan as-Sunnah sampai kita bertemu dengan-Nya kelak. [Syahida.com/ANW]
===
(Sumber: Kitab 50 Prinsip Pokok Ajaran Al Qur’an Bekal Membangun Jiwa yang Kuat dan Pribadi yang Luhur, Karya: Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, Penerjemah: Abdurrahman, Lc. , penerbit: Darul Haq)
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.