Syahida.com – Ketahuilah bahwa andaikan di hadapan seorang hamba tidak ada sesuatu yang menggundahkan hatinya selain kematian, maka ada baiknya jika dia membuat hidupnya susah dan menghentikan kesenangannya, lalu berpikir lebih jauh lagi. Setiap orang harus merasa bahwa setiap saat malaikat pencabut nyawa bisa menghampirinya. Dia lalai memikirkan hal ini. Tidak ada yang menyebabkan kelalaian ini selain dari kebodohan dan tipuan.
Kematian ini lebih pedih daripada sabetan pedang. Orang yang disabet pedang tentu akan berteriak dan meminta tolong dengan sisa-sisa tenaganya. Tetapi orang yang meninggal dunia tidak bisa berteriak lagi, karena pedihnya rasa sakit yang dialaminya. Rohnya dicabut dari setiap nadi dan setiap anggota tubuhnya mati secara perlahan-lahan. Pada awal mula dua telapak kakinya terasa dingin, betis, paha lalu terus hingga ke tenggorokan. Pada saat itu pandangan matanya kepada dunia dan keluarga terputus dan pintu taubat sudah ditutup baginya. Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi dia belum sekarat.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-baghawi).
Dari Anas r.a dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah SWT mewakilkan setiap hamba-Nya kepada dua malaikat yang menulis amalnya. Jika hamba itu meninggal dunia, maka dua malaikat itu berkata, ‘Dia telah meninggal dunia. Apakah Engkau mengizinkan kami untuk naik ke langit?’ Beliau bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Sesungguhnya langitku penuh dengan para malaikat-Ku yang bertasbih kepada-Ku’. Dua malaikat itu bertanya lagi, ‘Apakah Engkau mengizinkan kami untuk berada di bumi?’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Sesungguhnya bumi penuh dengan makhluk-makhluk-Ku yang bertasbih kepada-Ku’. Dua malaikat itu bertanya, ‘Lalu di mana kami harus tinggal?’ Allah menjawab, ‘Berdirilah kalian berdua di atas kuburan hamba-Ku, lalu bertasbihlah, bertahmidlah, bertakbirlah, dan bertahlillah kepada-Ku, serta tulislah yang demikian itu pada diri hamba-Ku hingga Hari Kiamat.’”
Di dalam “Ash-Shahihain” disebutkan dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya jika orang mukmin itu didatangi kematian, maka dia diberi kabar gembira tentang keridhaan Allah dan kemurahan-Nya. Tidak ada sesuatu yang lebih ia cintai selain dari apa yang ada di hadapannya. Sedangkan penghuni neraka yang mengakhiri hidupnya dengan keburukan maka dia diberi kabar tentang neraka dan dia berada dalam ketakutan.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
Orang-orang salaf sangat takut terhadap su’ul khatimah. Yang dianjurkan untuk dilakukan dalam keadaan apa pun adalah berbaik sangka kepada Allah, lidahnya selalu mengucapkan syahadat, bersikap tenang, yang merupakan tanda dari kebaikan. Diriwayatkan bahwa roh orang mukmin itu keluar dalam keadaan berkeringat. Saat itu disebutkan dalam hadits riwayat Muslim,
“Tuntunlah orang yang meninggal di antara kalian dengan bacaan laa ilaaha ilallah.”
Orang yang menuntun bacaan itu harus melakukannya secara perlahan-lahan, tidak terburu-buru dan mendesaknya. Telah disebutkan dalam sebuah hadits, “Datangilah orang yang hendak mati di antara kalian dan tuntunlah mereka mengucapkan laa ilaaha ilallah dan berilah kabar gembira tentang surga. Sesungguhnya orang yang murah hati dan berilmu pun dari kalangan laki-laki dan wanita bisa kebingungan pada saat-saat yang genting seperti itu, dan sesungguhnya Iblis musuh Allah lebih dekat dengan hamba pada saat-saat itu.” (Diriwayatkan Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah dan ini adalah hadits dhaif).
Dalam hadits lain disebutkan,
“Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal dunia melainkan dia berbaik sangka kepada Allah.” (Diriwayatkan Muslim dan Abu Dawud).
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW menemui seseorang yang akan meninggal dunia, seraya bertanya, “Apa yang engkau rasakan?”
Orang itu menjawab, “Aku berharap kepada Allah namun aku takut terhadap dosa-dosaku.”
Beliau bersabda, “Tidaklah dua perasaan ini berhimpun di dalam hati seorang hamba selagi dalam keadaan seperti ini, melainkan Allah memberinya apa yang diharapkannya dan melindunginya dari apa yang ditakutkannya.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Berharap pada saat menjelang ajal lebih utama. Sebab ketakutan merupakan cambuk untuk menggiring. Pada saat kematian itu pandangan menjadi meredup. Maka dia harus diperlakukan secara lemah lembut. Pada saat itu setan datang sambil membawa kemarahan hamba kepada Allah seperti yang dia rasakan dan menakut-nakutinya tentang apa yang dialaminya. Berbaik sangka merupakan senjata yang paling ampuh untuk mengusir musuh ini.
Sebelum meninggal dunia, Sulaiman At-Taimi berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, sampaikanlah kepadaku hal-hal yang ringan, agar aku dapat bertemu Allah dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya.” [Syahida.com/ANW]
———————
Sumber: Kitab Minhajul Qashidin, Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk, Oleh: Ibnu Qudamah, Penerjemah: Kathur Suhardi, Penerbit: Pustaka Al-Kautsar