Syahida.com – Saya benar-benar telah membaca kisah nyata dalam kitab ‘anbarul hayat yang dikarang oleh Syaikh Ahmad Farid… Demi Allah, kisah tersebut membuat hati tergugah karena di dalamnya berisi rahmat Allah dan tingginya sebuah cita-cita dari pelaku serta luasnya rahmat Allah…
Abu Abdurrahman berkata, “Cerita bermula saat saya membaca-baca sebuah koran harian, di situ saya menemukan kabar tentang kejadian yang mengerikan di bawah judul (Tindakan kriminal yang mengerikan serta menghebohkan Alexandria)…
Seorang laki-laki membunuh ibunya sendiri hanya karena dia menolak memberikan izin perkawinan anaknya dengan salah seorang perempuan Israil. Kriminal terjadi di kawasan propinsi Mahrambik dan takdir menghendaki saya berdomisili di propinsi tersebut untuk beberapa hari…
Aku pun bertemu dengannya, dia adalah seorang pemuda yang kurus, tinggi dan berperangai santai. Ruangannya di sebelahku. Dia melewatiku di saat pergi berwudhu, dia memperhatikanku karena saya berjenggot dan menatapku dengan pandangan menyesal seakan-akan menemukan barang hilang miliknya.
Dia berkata, “Wahai syaikh, sesungguhnya saya telah berbuat dosa besar; saya telah membunuh ibuku, apakah saya masih diperkenankan untuk bertaubat?”
Aku menjawab, “Hai saudaraku apabila dosamu itu besar, maka ampunan Allah itu lebih besar; Allah telah berfirman, “Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya, sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53).
Maka wajahnya tampak gembira…
Aku berkata kepadanya, “Hai saudaraku, bertaubatlah kepada Allah dan perbanyaklah membaca istighfar dan doa untuk ibumu, semoga saja Allah mengampuni ibumu dengan sebab lantaran doamu, sehingga menyebabkan ibumu bisa mengampuni dosamu pada Hari Kiamat, maka Allah pun mengampunimu.” Dan akhirnya kami pun berpisah.
Hari terus berganti, pemuda itu diputuskan dieksekusi, namun hal itu akan dilaksanakan pada beberapa waktu yang akan datang.
Kemudian saya merangkulnya, dan berkata padanya, “Apakah engkau masih mengingatku?”
Maka dia pun menjawab, “Ya, aku mengingatmu dengan baik, engkau adalah orang yang menunjukkan jalan padaku menuju pintu rahmat Allah, saya beritahu kabar gembira, sejak kita berpisah, saya selalu berdoa, dzikir dan memohon ampunan untuk ibuku, mudah-mudahan Allah mengampuniku dan memberikan rahmat bagiku…”
Dan, sebagaimana yang telah dikatakannya, saya melihat laki-laki tadi memang amat dimabuk cinta dengan dzikir kepada Allah, selalu rutin membaca Al Qur’an dan sangat berantusias untuk mengkhatamkannya selama tujuh hari, serta semua kebaikan yang dia ketahui pasti segera dilakukannya dan sangat berantusias. Dia bisa menjadi penyebab ibunya mendapatkan kehidupan yang enak di akhirat, sebagaimana dia adalah penyebab kematian ibunya di dunia.
Pada suatu hari, dia telah mengetahui sesungguhnya orang yang menghafal Al Qur’an sampai khatam itu bisa memberikan syafaat kepada sepuluh anggota keluarganya pada Hari Kiamat dan kedua orangtuanya akan ditempatkan pada sebuah kedudukan yang mulia serta keduanya dimuliakan di hadapan para saksi pada Hari Kiamat.
Lalu dia bertanya kepadaku, “Wahai syaikh, apakah itu benar?”
Aku menjawab, “Benar, demi Tuhannya Ka’bah, maka tekuni dan bertakwalah kepada Allah.”
Dia bertanya, “Apakah saya mungkin bisa sampai pada derajat ini, sementara saya dalam masa-masa akhir umurku?”
Aku menjawab, “Kenapa tidak? Allah benar-benar memberikan anugerah kepada para sahabat, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan kufur yang lebih besar dosanya dari pembunuhan menuju cahaya iman, bahkan mereka dijadikan Allah sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW serta dijadikan sebagai sebaik-baiknya umat yang diutus untuk manusia.”
Kemudian dia menangis…
Dia bertanya, “Dosaku besar wahai syaikh, dosaku besar, dosaku besar; saya tidak membunuh tetangga, teman, kawan dan tidak pula membunuh manusia biasa, tapi saya membunuh ibuku.” Air matanya bercucuran tangis.
Aku menjawab, “Hai, saudaraku, berbahagialah dengan ampunan Allah, “Sesungguhnya Tuhanmu adalah Dzat yang Maha Luas ampunan-Nya.” (An-Najm: 32).
Apakah dosamu menyamai ampunan Allah Yang Maha Pengasih…
Wahai saudaraku sesungguhnya Allah memberikan seratus rahmat, hanya satu rahmat yang diturunkan ke dunia, sedangkan yang sembilan puluh sembilan disimpan sampai Hari Kiamat.
Renungkanlah hai saudaraku yang tercinta dengan sebab satu rahmat manusia saling berkasih sayang di antara mereka, dengan satu rahmat itu kuda mengangkat kakinya dari anaknya karena khawatir menginjaknya… dengan satu rahmat itu pula Allah SWT memberikan rezeki kepada orang kafir dan melimpah ruahkan nikmat kepadanya, memberinya makan, minum dan pakaian… itu semua adalah dengan satu rahmat Allah wahai saudaraku.
Subhanallah! Dia tidak mendengar kata-kata ini melainkan mukanya berseri-seri dan saya melihat kebahagiaan dan kesenangan yang menghiasi wajahnya, karena bangga atas ampunan Allah, maka dalam waktu-waktu ini dia berjanji kepadaku untuk menghafal Al Qur’an sampai khatam, dia menghafal Al Qur’an setiap harinya. Allah pun memudahkan jalannya lalu dia juga mulai membaca kitab-kitab berbagai disiplin ilmu, seperti akidah, dan sejarah, sehingga Allah memberikan nikmat kepadanya dengan menjadikannya sebagai alim.
Keadaaan ini terus berlanjut sehingga sampai menghafal Al Qur’an dengan sempurna, dia juga rajin melakukan shalat malam dengan membaca Al Qur’an.
Kadang-kadang dia membaca Al Qur’an sampai seribu ayat semalam, sehingga dia termasuk golongan orang-orang yang memperbanyak bacaan dan puasa dua bulan berturut-turut sebagai kafarat pembunuhan, setelah itu dia berpuasa Dawud (sehari puasa sehari berbuka), begitu seterusnya. Bahkan, saya berharap bisa seperti dia dalam masalah ibadah dan sabar menjalani ibadahnya.
Dia sering berkata, “Wahai syaikh, sesungguhnya hari yang paling mulia dalam hidupku adalah hari itu, dimana akan dilaksanakan eksekusi padaku, sebab itu adalah hari bertemu kekasih, hari kembali kepada Maha Pengampun dan Pemberi, yang mengampuni banyak dosa dan kesalahan serta sudi untuk menerima amal yang sedikit.”
Aku berkata kepadanya, “Semoga Allah menjadikanmu termasuk shodiqin (mereka yang jujur). Maka bergembiralah hai saudaraku dengan rahmat Allah dan saat-saat akhir kehidupanmu.”
Dia berkata, “Aku merasa kalau saya akan bebas dari penjara dunia pada masa-masa ini, berilah nasehat kepadaku tentang sesuatu biar saya kerjakan supaya hari ini saya memperoleh amal utama dan pahala besar: Saya katakan, “Ucapkanlah kalimat Laa ilaaha illallah, karena itu dzikir yang paling utama, lebih berat timbangannya ketimbang langit dan bumi.”
Dia bertanya, “Apa pendapatmu jika saya memperbanyak ucapan: “Laa ilaaha illallah subhaanaka inni kuntu min zhalimin.”
Aku tersenyum, dan berkata kepadanya, “Sungguh engkau telah memilih doa yang mengagumkan. Karena pada awalnya adalah tahlil, tengahnya tasbih, dan akhirnya pengakuan doa. Maka perbanyaklah untuk membacanya dan saya berharap semoga Allah merahmatimu, menerima taubatmu, serta jangan lupa untuk melakukan shalat, berzikir, dan berdoa.”
Di sampingnya masih ada makanan lezat, lalu dia meminta izin padaku dan segera meninggalkanku seraya berkata, “Aku ingin berbuat sesuatu sebelum tiba masa akhir hayatku, kemudian dia mengambil makanan dan menyedekahkannya kepada teman-temannya..
Aku bertanya, “Berapa makanan yang tersisa hai fulan?”
Dia menjawab, “Insya Allah masih banyak…”
Lalu dia berpisah seraya mengucapkan, “Laa ilaa ilallah subhanaka inni kuntu min zhalimin.” Tampak rona perpisahan di kedua matanya, seakan-akan dia sudah merasa bahwa ajal telah menantinya.
Setelah malam berlalu, terbitlah fajar, adzan pun telah dikumandangkan, saya bangun untuk melakukan shalat subuh, dia pun bangun beserta orang-orang di sekelilingnya. Pagi telah menyingsing, kesunyian berubah menjadi suara gemuruh langkah-langkah cepat para eksekutor menuju kamar temanku, kemudian mereka membuka pintu dengan tergesa-gesa, lalu mereka mendapati pemuda tersebut telah selesai dari shalatnya dan masih memegang kitab suci sambil membaca ayat-ayat suci Al Qur’an. Maka permulaan ucapannya saat dia melihat mereka adalah (Laa ilaaha ilallah.. inna lillahi wa inaa ilahi roji’un).
Lalu mereka memborgolnya dan membawanya keluar, dia pun keluar bersama mereka dengan tenang, senang dan mulia. Dia diilhami kesabaran dan keteguhan yang sangat kuat.
Dia keluar sambil membaca Laa ilaaha ilallah.. sambil memberi salam teman-temannya satu persatu dan mereka pun membalas salam tersebut.
Kemudian mereka membawanya ke kantor dan berdiam diri sesaat di sana. Orang yang bersamanya bercerita, “Dia berwudhu, shalat dan berdiam diri sambil berdzikir, sebagian polisi berupaya memberinya makanan, lalu dia menjawab, “Aku sedang berpuasa alhamdulillah.” Di antara anugerah Allah kepadanya adalah dia berpuasa saat pelaksanaan eksekusi. Maha Suci Dzat Yang Maha Pengasih.. Pada jam tujuh pagi tepat, dia lewat di belakang bangunan yang mengarah ke ruang eksekusi, maka saya pun melihatnya dan dia juga melihatku..
Dia berkata kepadaku, “Assalaamu’alaikum warahmatullah.. Laa ilaaha ilallah..”
Aku menjawab, “Bergembiralah wahai saudaraku yang tercinta dengan beberapa keajaiban rahmat Allah (Katakan, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik ketimbang apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58).
Kemudian mereka membawanya ke tempat eksekusi, dimana jendela-jendela kamar teman-temannya memanjang, sampai kamar eksekusi ini, mereka melihat dari dekat kebesaran upacara eksekusi dan detik-detik terakhir dalam umurnya. Dia berwasiat kepada mereka dengan anjuran untuk terus melakukan taat, dzikir dan memeluk Islam sampai akhir hayat, menyuruh mereka membaca Al Qur’an dengan tartil dan merenungkan artinya.
Kemudian dia mengelilingi teman yang paling dicintainya dan mengatakan, “Jangan lupa melakukan qiyamullail hai fulan”, lalu dia sujud karena syukur kepada Allah, setelah itu dia ditalqin oleh syaikh lalu bergegas menuju tiang gantungan dan itu adalah detik-detik terakhir sebelum dia kembali pada Penciptanya.
Semoga Allah mencurahkan rahmat padanya. Di antara karunia Allah padanya adalah dia bermimpi sebelum meninggal, bermimpi bertemu ibunya dan ibunya mengatakan, “Wahai anakku ketahuilah sesungguhnya saya telah ridha padamu.”
Ini adalah kabar gembira rahmat Allah padanya.. dan luasnya ampunan Allah. [Syahida.com/ANW]
==
Sumber: Kitab Kisahku dalam Menghafal Al Qur’an, Karya: Muna Said Ulaiwah, Penerjemah: Abdurrahman Kasdi Lc.Msi, Abdullah MAZ, Penerbit: Pustaka Al Kautsar