Syahida.com –
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚنَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ ﴿٣٢
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az-Zukhruf: 32)
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Sungguh mengherankan, mengapa mereka mengurusi rahmat Tuhanmu? Padahal mereka tidak sanggup memperoleh sesuatu bagi diri mereka, dan tidak bisa merealisasikan rezki bagi diri mereka. Bahkan, rezeki bumi yang sepele ini saja Kami yang memberikannya. Kami membagi-baginya di antara mereka sesuai hikmah dan takdir Kami untuk kemakmuran bumi ini dan peningkatan kehidupan ini.
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az-Zukhruf: 32)
Rezeki kebutuhan hidup di dunia ini berkaitan erat dengan potensi individu, kondisi kehidupan, dan hubungan sosial. Perbedaan prosentasi pembagian di antara individu dan kelompok itu sesuai faktor-faktor tersebut. Ia berbeda dari satu lingkungan dengan lingkungan lain, dari satu masa dengan masa lain, dan dari satu masyarakat dengan masyarakat lain, sesuai aturan, hubungan dan situasi dan kondisi umum. Tetapi, ada satu ciri yang kekal di dalamnya, yang tidak berbeda selama-lamanya – bahkan di tengah masyarakat yang dibentuk dan diatur dengan ideologi-ideologi yang mengontrol produksi dan distribusi – bahwa ia tetap berbeda dari satu individu dengan individu lain.
Sebab-sebab perbedaan rezeki ini bervariasi sejalan dengan variasi jenis masyarakat dan corak sistemnya. Tetapi, ciri perbedaan di dalam ukuran rezeki itu tidak pernah hilang. Tidak pernah terjadi -bahkan di tengah masyarakat yang diatur dengan idelogi-ideologi yang mengarahkan – seluruh individunya sama dalam masalah rezeki: “Dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat….” (32).
Hikmah di dalam perbedaan derajat yang bisa dijumpai dalam semua masa, semua lingkungan, dan semua masyarakat ini adalah:
“….Agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain…” (32)
Agar sebagian dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Ketika roda kehidupan berjalan, maka sebagian manusia pasti memanfaatkan sebagian yang lain. Memanfaatkan ini bukan dengan dikuasai..satu kelas sosial menguasai kelas sosial yang lain, atau satu individu menguasai individu yang lain..Tidak demikian! Ini adalah makna yang picik dan naif, tidak sampai kepada tingkatan firman Ilahi yang abadi. Tidak demikian! Sesungguhnya makna firman ini lebih abadi dari setiap perubahan atau perkembangan dalam tatanan sosial manusia; dan lebih jauh dimensinya daripada situasi dan kondisi yang datang dan pergi..
Sesungguhnya manusia itu ditundukkan sebagiannya kepada sebagian yang lain. Roda kehidupan memutar semua orang dan menundukkan sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain dalam setiap tatanan dan kondisi. Orang yang dicukupkan rezekinya ditundukkan kepada orang yang dilapangkan rezekinya. Sebaliknya juga bisa benar. Yang satu ditundukkan untuk mengumpulkan harta, lalu ia makan dan mencukupi kebutuhannya. Dan keduanya ditundukkan kepada yang lain. Perbedaan tingkatan rezeki-lah yang menundukkan orang ini kepada orang itu, dan juga menundukkan orang itu kepada orang lain dalam putaran kehidupan. Pekerja ditundukkan kepada insinyur dan pemilik kerja. Insinyur ditundukkan kepada pekerja dan pemilik kerja. Dan pemilik kerja ditundukkan kepada insinyur dan pekerja. Seluruhnya ditundukkan untuk kekhilafahan di muka bumi dengan perbedaan potensi dan kesiapan, dan dengan perbedaan pekerjaan dan rezeki.
Menurut hemat penulis, banyak penyeru ideologi-ideologi yang dikendalikan menjadikan ayat ini sebagai titik serangan terhadap Islam dan serta sistem sosial dan ekonominya. Sebagian kaum Muslimin berdiri tertegun tidak memperjelas nash ini, seolah-olah mereka membela Islam dari tuduhan ketetapan adanya perbedaan dalam masalah rezeki di antara manusia, dan dari tuduhan ketetapan bahwa manusia itu berbeda-beda dalam masalah rezeki supaya sebagian bisa mempergunakan sebagian yang lain!
Menurut penulis, telah tiba masanya bagi Umat Islam untuk membela Islam mereka secara berhadap-hadapan dan terbuka dengan sikap superioritas yang mutlak, bukan dengan sikap membela terhadap tuduhan yang bodoh! Islam menetapkan berbagai hakikat abadi yang terpusat pada fitrah alam wujud ini, yang tetap ada selama masih ada langit, bumi dan undang-undang yang tidak pernah berubah ini.
Watak kehidupan manusia itu berpijak di atas fondasi perbedaan potensi di antara individu-individu, perbedaan dalam pekerjaan yang bisa dilakukan setiap individu, dan perbedaan dalam kualitas pekerjaan. Perbedaan ini sangat penting bagi keragaman peran yang dituntut dalam kekhalifahan di muka bumi.
Seandainya semua manusia itu ibarat salinan naskah, maka kehidupan di bumi tidak mungkin berjalan dengan bentuk seperti ini, dan sudah barang tentu ada banyak sekali pekerjaan yang tidak mendapatkan keahlian yang memadai dan tidak ada orang yang mengerjakannya. Padahal, Allah yang menciptakan kehidupan dan menginginkannya agar tetap abadi dan berkembang itu juga menciptakan berbagai kemampuan dan potensi yang berbeda-beda tingkatannya seiring dengan perbedaan peran yang dituntut. Dari perbedaan peran inilah muncul perbedaan dalam masalah rezeki..Inilah kaidahnya..Adapun jurang perbedaan itu berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain, dan dari satu sistem dengan sistem yang lain. Tetapi, ia tidak menafikan kaidah fitrah yang harmoni dengan watak kehidupan yang urgen bagi perkembangan kehidupan itu sendiri. Dari sini, para penganut ideologi sekuler yang dipaksakan itu tidak bisa menyamakan antara gaji pekerja dengan gaji insinyur, dan tidak pula antara gaji prajurit biasa dengan gaji jendral, seberapapun usaha mereka untuk merealisasikan ideologi mereka. Mereka pasti hancur di hadapan undang-undang Ilahi yang ditetapkan oleh ayat ini, karena ia mengungkapkan satu hukum yang konstan di antara hukum-hukum kehidupan.
Itulah masalah rezki dan penghidupan di pentas kehidupan dunia, dan di balik itu masih banyak lagi rahmat Allah:
“….Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (32)
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya untuk menerima rahmat-Nya , yaitu orang yang menurut-Nya pantas menerimanya. Tidak ada hubungan antara rahmat Allah dengan kekayaan duniawi. Ia juga tidak memiliki hubungan dengan nilai-nilai kehidupan di dunia ini, karena nilai-nilai ini rendah serendah-rendahnya di sisi Allah. Karena itu, nilai-nilai ini sama-sama dimiliki orang yang baik dan orang yang jahat, dan diperoleh orang-orang yang shalih dan yang bejat. Sementara itu, Allah mengkhususkan rahmat-Nya kepada orang-orang pilihan. [Syahida.com/ANW]
==
Sumber: Kitab Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al Qur’an, Karya: Sayyid Quthb, Penerjemah: M.Misbah, Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc., Penerbit: Robbani Press