Syahida.com – Kadang-kadang Allah SWT memberikan cobaan kepada hambanya berupa kebutaan.
Mata adalah anugerah yang paling agung dari Allah SWT. Dengannya, kamu bisa melihat kehidupan, menikmati keindahan, dan mengenal yang hidup dan yang mati. Dan apabila Allah SWT memadamkan cahayanya maka kamu hanya boleh bersabar dan berserah diri kepada-Nya.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Barang siapa Aku uji dengan kedua kekasihnya (kedua mata -penj) lalu ia bersabar maka keduanya akan diganti dengan surga.” 1
Indah sekali kata-kata dalam hadits di atas. Rasulullah SAW tidak mengatakan “kedua matanya” melainkan “kedua kekasihnya” karena kedua mata adalah organ yang sangat dicintai oleh manusia. Seakan-akan tidak ada yang lebih dicintai daripada kedua mata. Rasulullah SAW mengatakan “Barang siapa di uji…” bukan “Barang siapa diambil matanya…” untuk menjelaskan bahwa ada balasan yang berupa pahala dan surga.
Dalam kitab Siyar A’lamin Nubala dan at-Tadzkirah disebutkan bahwa ada orang-orang bertanya kepada Yazid bin Harun Al-Waithiy, “Wahai ayahnya Khalid, ke mana kedua matamu yang indah itu pergi?”
“Demi Allah, tangisanku pada waktu sahur (saat beribadah pada sepertiga malam yang terakhir -penj) telah membuatku buta.” Jawab Yazid. Allah SWT menguji dengan kebutaan pada kedua matanya lalu kedua mata itu ditukar dengan surga.
Pada masa akhir hayatnya, Ibnu Abbas menderita kebutaan. Lalu orang-orang Syam datang kepadanya seraya menghina dan mengejeknya. Ibnu Abbas mengetahui perbuatan mereka. Lalu beliau bersajak:
Meskipun Allah telah mengambil cahaya dari kedua mataku
Tapi di dalam hati dan jantungku masih ada cahaya yang menyala
Otakku cerdas dan hatiku tidak bengkok
Dan di dalam mulutku ada keberanian bagaikan pedang
Benar! Jikalau Allah SWT mengambil cahaya dari kedua mata, masih ada cahaya hati dan batin. Bahkan di dalam ruh pun ada cahaya yang terus bersinar sampai hari kiamat. Jadi, bila kamu diuji dengan kebutaan maka tiada lain kecuali harus bersabar.
Abu Hubairah Al-Hanbali adalah seorang menteri besar pada masa khalifah Al-Mustanjid dari Dinasti Abbasiyah. Beliau terkenal, bertakwa, dan mempunyai lisan yang fasih. Ibnul Jauzi pernah bertemu dengannya, bahkan Ibnu Jauzi termasuk salah satu sahabatnya.
Pada waktu berada di Mina (hari tasyrik -penj), ia pernah berdoa meminta hujan. Maka Allah SWT pun menurunkan hujan dan orang-orang yang ada di Mina minum dari air hujan tersebut. Beliau kemudian berkata sambil menangis, “Andai saja aku berdoa meminta pengampunan kepada Allah SWT,…..”
Ketika beliau sedang duduk di kantornya, ada seorang lelaki menghadapnya. Lalu beliau memberinya sebuah hadiah dan mengusap kepala lelaki tersebut. Orang-orang kemudian bertanya kepada Abu Hubairah, “Mengapa kamu memberinya hadiah dan mengelus kepalanya?” Ia menjawab, “Orang ini, aku, dan kita adalah kaum muda. Aku mengerti tetapi ia tidak mengerti. Ia pernah memukul kepalaku sehingga kedua mataku tidak bisa melihat sejak tiga puluh tahun yang lalu. Dan aku tidak pernah memberitahukan hal ini kepada siapa pun.” [Syahida.com/ANW]
—
Catatan kaki:
1 HR. Bukhari (5653) dan Ahmad (12059)
===
Sumber: Kitab Jangan Takut Hadapi Hidup, Karya: Dr. ‘Aidh Abdullah Al-Qarny, Penerjemah: Masrukhin, Penerbit: Cakrawala Publishing