Syahida.com – Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab r.a bahwa orang-orang musyrik berkata kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Hai Muhammad! Katakanlah kepada kami nasab (silsilah keturunan) Rabb-mu!” Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat,
{ قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّـهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ }
“Katakanlah (Muhammad): “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. 1 Hadits ini juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir dan at-Tirmidzi menambahkan, { اللَّـهُ الصَّمَدُ } “Tempat bergantung kepadanya segala sesuatu,” yakni Dzat yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, karena sesuatu yang diperanakkan pasti akan mati. Dan sesuatu yang akan mati, pasti mempunyai ahli waris. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mati dan tidak pula punya ahli waris.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala { وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ } “Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” Yakni, tidak ada yang serupa dengan Dia dan tidak ada yang sebanding dengan Dia serta tidak ada yang menyamai Dia. 2 Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abi Hatim dan at-Tirmidzi. Ia menyebutkan hadits tersebut secara mursal, kemudian at-Tirmidzi berkata, “Inilah yang lebih shahih.” 3
Hadits Lain Tentang Keutamaan Surat Ini
Al Bukhari meriwayatkan dari ‘Amrah binti ‘Abdirrahman -ia pernah diasuh oleh istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Aisyah -dari ‘Aisyah r.a, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus seorang Sahabat untuk memimpin pasukan dalam suatu peperangan. Sahabat itu menjadi imam para Sahabat lainnya dalam shalat, dan ia selalu menutup bacaannya dengan surat al-ikhlaash.
Ketika mereka kembali, mereka menceritakan hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda, “Tanyakanlah kepadanya, untuk apa ia melakukan hal tersebut.” Lalu mereka bertanya kepadanya. Maka ia menjawab, “Karena surat tersebut merupakan sifat Dzat Yang Maha Pengasih, dan aku suka membacanya.” Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Kabarkanlah kepadanya bahwa Allah Ta’ala mencintainya.”
Demikianlah al-Bukhari meriwayatkannya dalam kitab at-Tauhid 4. Dan diriwayatkan juga oleh Muslim dan an-Nasa-i. 5
(Hadits yang lain). Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab ash-Shaalah dari Anas r.a, ia berkata, “Seorang laki-laki dari kaum Anshar menjadi imam dalam shalat mereka di masjid Quba’. Setiap kali dia membuka bacaan surat yang dibaca untuk mereka dalam shalat, maka dia selalu mengawalinya dengan surat al-Ikhlaash, hingga ia selesai membacanya, kemudian ia membaca surat yang lain. Ia melakukannya pada setiap raka’at.
Hal ini membuat para sahabatnya berkata kepadanya, “Engkau selalu membuka (bacaan) dengan surat tersebut (yakni al-Ikhlaash), kemudian engkau merasa bahwa surat tersebut belum cukup, sehingga engkau membaca lagi surat yang lain. Jika engkau membaca surat tersebut maka tidak usah membaca surat yang lain, atau sebaliknya.”
Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa meninggalkan surat tersebut. Jika kalian menyukai aku menjadi imam kalian dalam shalat, maka aku tetap akan melakukannya. Tapi jika kalian tidak menyukainya, maka kuserahkan perkara imam kepada kalian.”
Mereka memandang bahwa Sahabat tersebut merupakan orang yang paling utama di antara mereka dan mereka tidak menyukai jika orang lain yang menjadi imam mereka dalam shalat. Maka mereka menceritakannya kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Hal Fulan! Apa yang menghalangimu melaksanakan apa yang disarankan oleh para sahabatmu? Dan apa yang mendorongmu untuk tetap membaca surat tersebut dalam setiap raka’at?”
Laki-laki tersebut berkata, “Sesungguhnya aku mencintai surat tersebut.” Beliau bersabda:
“Cintamu terhadap surat tersebut menyebabkanmu masuk Surga.”
Demikianlah al-Bukhari meriwayatkannya secara mu’allaq dengan kalimat jazm (kalimat aktif/pasti). 6 [Syahida.com/ANW]
—
Catatan kaki:
1 Ahmad (V/133). [Ahmad (No. 21219), sanadnya dha’if, Musnad Imam Ahmad, tahqiq Syaikh Syu’aib al-Arna-uth dan kawan-kawan, cetakan Mu-assasah ar-Risalah, Beirut].
2 Tuhfatul Ahwadzi (IX/299) dan ath-Thabari (XXIV/691). [At-Tirmidzi (No. 3364)].
3 Tuhfatul Ahwadzi (IX/301). [At-Tirmidzi (No. 3365)].
4 Fat-hul Baari (XIII/360). [Al-Bukhari (No. 7375)].
5 Muslim (I/557) dan an-Nasa-i dalam al-Kubraa (VI/177). [Muslim (No. 813)].
6 Fat-hul Baari (II/298). [Al-Bukhari (No. 774)].
===
Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 9, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.