Syahida.com – “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.” (QS. An-Nisaa’: 49)
Segala diri manusia tidaklah sunyi dari keburukan dan kekotoran. Sebab manusia penuh dengan hawa dan nafsu dan tidak lepas dari intipan setan. Sebab itu orang yang mencoba menyucikan diri, mengatakan tidak bersalah, bersih dari kesalahan, bukanlah orang yang patut disebut jujur. Berfirmanlah Allah,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?” (49)
Ayat ini berupa pertanyaan, tetapi mengandung celaan kepada orang yang mencoba mengatakan dirinya bersih, tidak berdosa, tidak pernah bersalah. Ayat ini masih bersambung dengan ayat-ayat sebelumnya, yaitu mengenai orang Yahudi yang selalu membersihkan diri. Di dalam surah al-Maa’idah ayat 18 kita dapati mereka mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kecintaan-kecintaan Allah. Di dalam surah al-Baqarah ayat 80 dikisahkan bahwa mereka pernah mengatakan bahwa kalau mereka masuk neraka hanyalah buat beberapa hari saja. Di dalam surah al-Baqarah ayat 111 diceritakan bahwa mereka pernah mengatakan bahwa yang akan masuk surga hanyalah orang yang menjadi Yahudi atau Nasrani saja.
Itu semuanya ialah gejala dari sifat menyucikan diri dan mengakui diri lebih dari segala orang. Orang Yahudi sampai zaman kita sekarang ini masih mendakwakan bahwa mereka adalah kaum yang telah dipilih Allah, jauh lebih istimewa daripada bangsa yang lain di dunia ini.
Lalu datang lanjutan ayat, “Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” Jangan manusia mengatakan dirinya suci sebab yang berhak mutlak menyucikan siapa hamba-Nya yang Dia kehendaki hanya Allah. Teroponglah ke dalam dirimu sendiri, niscaya engkau akan tahu bahwa engkau tidak sunyi daripada daki-daki dosa. Baik dosa besar apatah lagi dosa yang kecil. Hanya sekalian Rasul dan Nabi yang bersih dari dosa besar. Adapun dosa-dosa yang kecil-kecil, masih selisih paham di antara ulama, bersihkah beliau-beliau dari dosa-dosa kecil sama sekali atau ada juga sekali-sekali.
Bertambah tinggi martabat iman orang, bertambahlah diri cemburu akan dirinya, kalau-kalau masih ada amalannya yang kurang di sisi Allah. Sebaliknya pula, bertambah tipis iman orang, bertambah dia mencoba menyucikan diri, mengatakan tidak bersalah. Oleh sebab itu, janganlah berkata bahwa diriku ini telah bersih dari dosa, melainkan selalulah berusaha menyucikan diri dengan memperbanyak amalan dan tobat, mengerjakan yang diperintahkan Allah dan menghentikan yang dilarang, menjauhi sikap sombong dan takabur serta dengki dan hasad kepada sesama manusia. Kelak semuanya akan diperhitungkan di hadapan Allah. Moga-moga saja lebih banyaklah amalan kita yang baik daripada yang jahat ketika ditimbang kelak. Sebab itu ayat ini tidak lagi mengenai Yahudi saja, tetapi tuntunan bagi umat Muhammad agar jangan meniru itu. Datanglah ujung ayat menjelaskan bagaimana keadaan ketika akan ditimbang itu,
“……dan mereka tidak aniaya sedikitpun.” (49)
Ujung ayat ini menjelaskan bahwasanya pemeriksaan tentang salah dan benar, suci dan dosa, akan sangat teliti di hari akhirat. Ayat ini memberi kesan dalam jiwa kita bahwasanya tidak akan ada orang yang bersih sama sekali. Tetapi Allah tidaklah akan berlaku aniaya, semua manusia akan diberi ganjaran menurut berat dan ringan salahnya. Tujuan yang baik menuju kesucian di dalam hidup ini, dalam perjuangan menegakkan kesucian dan membendung pengaruh kejahatan, itulah perjuangan kita dalam hidup. Allah akan mempertimbangkan seadil-adilnya.
Ayat ini bukan saja mencela Yahudi. Bahkan mencela seluruh manusia yang mencoba menyucikan diri. Hadits-hadits mencela memuji diri dan menyucikan diri banyak sekali. Memuji-muji orang lain akan menyebabkan orang itu lupa daratan terdapat banyak sekali.
Berkata Abu Musa al-Asy’ari bahwa Nabi SAW pernah mendengar seseorang memuji orang lain dan menyanjung berlebih-lebihan. Lalu Rasulullah berkata,
“Kamu telah menghancurkan atau kamu telah memotong lehernya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebuah hadits lagi yang serupa itu artinya dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah. Satu hadits panjang dirawikan oleh Imam Ahmad dari Ma’bad al-Jahni, di antaranya berkata Rasulullah SAW.,
“Sekali-kali jangan kamu memuji-muji, karena itu sama dengan memotong leher yang dipuji itu.” (HR. Imam Ahmad).
Bahkan Sayyidina Umar pernah mengatakan, “Kalau ada orang yang mendabik dada mengatakan dia Islam sejati, tandanya dia masih kafir. Barangsiapa yang mengatakan dia segala tahu (‘Alim), tandanya dia bodoh. Barangsiapa mengatakan dia masuk surga, tandanya dia akan jadi ahli neraka.” [Syahida.com/ANW]
==
Sumber: Kitab Tafsir Al-Azhar, Jilid 2, Karya: Prof. DR. Hamka, Penerbit: Gema Insani