Syahida.com –
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzzammil: 1-4)
Sesungguhnya ini adalah seruan dari langit, dan suara dari Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. “Bangunlah.” Bangunlah untuk mengerjakan perkara besar yang telah menunggumu, dan beban berat yang telah disediakan buatmu. Bangunlah, untuk mencurahkan jerih payah, usaha keras dengan kesungguhan yang melelahkan. Bangunlah, sesungguhnya waktu tidur dan santai telah berlalu. Bangunlah, dan bersiap-siaplah untuk mengerjakan urusan ini dengan penuh kesiagaan.
Sungguh kalimat ini sangat agung dan menakutkan, yang mencabut Nabi SAW dari kehangatan tempat tidur di rumah yang tenang dan pelukan yang hangat. Untuk mendorongnya ke dalam kancah perjuangan di antara goncangan dan perlawanan, di antara ikatan dan tarikan, baik di dalam hati nurani manusia maupun di dalam realita kehidupan.
Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri, mungkin saja bisa hidup senang, akan tetapi dia hidup sebagai orang kecil dan mati sebagai orang kecil. Adapun orang besar yang mengemban beban yang besar ini…apalah artinya tidur baginya? Apalah artinya santai baginya? Apalah artinya tempat tidur yang hangat baginya? Apalah artinya harta yang menyenangkan baginya? Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengetahui hakikat perkara ini dan sangat menghargainya.
Memang benar, waktu tidur telah berlalu dan tidak ada waktu lagi sesudah hari ini kecuali bergadang, lelah dan jihad yang panjang dan berat.
Sesungguhnya hal ini merupakan persiapan untuk mengemban tugas yang besar dan menggunakan berbagai sarana persiapan Ilahi yang terjamin keberhasilannya, yaitu qiyamullail. Maksimal dilakukan lebih dari separoh malam dan kurang dari dua pertiganya. Batas minimalnya adalah sepertiga malam.. Qiyamnya untuk shalat dan membaca Al Qur’an dengan tartil..
Yang dimaksud dengan tartil ialah bacaan yang tidak tergesa-gesa dan membaguskannya (sesuai dengan tajwid yang ada), tanpa dilagukan, tanpa tergesa-gesa dan tanpa merusak irama.
Telah diriwayatkan di dalam hadits shahih tentang witir Rasulullah SAW di malam hari, bahwa beliau melakukannya tanpa melampaui sebelas raka’at, akan tetapi dalam sebelas raka’at itu beliau menghabiskan waktu dua pertiga malam kecuali sedikit. Di dalamnya Nabi SAW membaca Al Qur’an secara tartil. [Syahida.com/ANW]
===
Sumber: Kitab Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al Qur’an (Jilid 12), Karya: Sayyid Quthb, Penerjemah: M.Misbah, Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc., Penerbit: Robbani Press
Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…
Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…
“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…
Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…
Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…
Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…
This website uses cookies.