Syahida.com – Allah SWT berfirman, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”. (QS. Ar-Ruum: 41-42)
Zaid bin Rafi’ berkata, ظَهَرَ الْفَسَادُ artinya telah tampak kerusakan di darat dengan terhentinya hujan, yang berakibat pada kemarau panjang. Dan juga telah tampak kerusakan di laut dengan kelangkaan hasilnya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Yazid al-Muqri dari Sufyan dari Humaid bin Qais al-A’raj dari Mujahid. Ia berkata tentang firman Allah, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” Kerusakan di darat maksudnya, sering terjadinya pembunuhan di antara manusia. Sedangkan kerusakan di laut adalah memakai perahu secara ghashab (tanpa seizin pemiliknya).
Jika kita mengacu pada pendapat yang pertama, maka firman Allah, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” menyiratkan bahwa kekurangan tanaman-tanaman dan buah-buahan adalah akibat dari maksiat yang dilakukan manusia. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa yang durhaka kepada Allah di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya langit dan bumi, sejatinya dengan sebab para penghuninya selalu taat kepada Allah. Karenanya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya satu hadd (sanksi hukum) yang dilaksanakan di muka bumi, akan lebih disukai (akan lebih baik akibatnya) bagi para penghuninya, daripada dihujani selama empat puluh pagi.”
Adapun alasan dari hadits di atas adalah karena sebuah had (sanksi hukum), bila telah diberlakukan niscaya akan menyebabkan mayoritas manusia atau sebagiannya menjadi jera untuk melakukan tindakan-tindakan yang diharamkan oleh Allah. Apabila kemaksiatan ditinggalkan maka hal itu akan menjadi faktor penyebab bagi lahirnya keberkahan dari langit dan bumi.
Oleh sebab itu, di saat ‘Isa bin Maryam turun di akhir zaman nanti, dengan membawa hukum-hukum syariat yang suci, seperti membunuh babi, menghancur leburkan tiang-tiang salib, menghapuskan sistem jizyah, maka tidak ada tawaran yang meluncur dari mulut beliau terkecuali: “Masuk Islam-lah, atau diperangi.”
Maka Allah membinasakan Dajjal, para pengikutnya dan Ya’juj dan Ma’juj. Dikatakan kepada bumi, “Wahai bumi! Keluarkan keberkahanmu.” Maka sekelompok manusia bisa memakan sebuah delima dan bisa berteduh di kulitnya. Dan susu unta yang sedang diperah dapat diminum oleh banyak manusia. Hal ini tidak lain terkecuali karena keberkahan menjalankan syariat Nabi Muhammad SAW. Ketika keadilan itu sudah benar-benar ditegakkan, maka keberkahan dan kebaikan akan semakin banyak dan berlimpah. Oleh sebab itu, sebuah hadits Rasulullah yang termaktub di dalam kitab ash-Shahiih menyebutkan,
“Sesungguhnya, orang pendosa, bila ia mati, maka manusia, negeri, pepohonan dan binatang-binatang akan beristirahat dari (keburukannya).”
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah keterangan dari Abu Qahdzam, ia berkata, “Seorang laki-laki di zaman Ziyad atau Ibnu Ziyad menemukan bahwa sebuah kantung yang di dalamnya terdapat kumpulan biji gandum. Pada biji tersebut tertulis, ‘biji ini dihasilkan pada masa di mana keadilan benar-benar ditegakkan.”
Firman Allah, “Supaya Allah menghendaki kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Maksudnya, Allah menguji mereka dengan kesulitan harta benda, terancam jiwa dan keringnya buah-buahan sebagai cobaan dari Allah untuk mereka sekaligus sebagai balasan atas perbuatan mereka. “Agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Yakni, dengan meninggalkan maksiat. Sebagaimana firman-Nya, “Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. Al-A’raaf: 168).
Selanjutnya Allah berfirman,
“Katakanlah: ‘Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu.’ Yakni orang-orang yang hidup sebelum kalian. “Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang menyekutukan (Allah).” Maksudnya, lihatlah oleh kalian akibat yang dialami oleh mereka di saat mereka mendustakan para Rasul dan mengingkari nikmat Allah. [Syahida.com/ANW]
==
Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 7, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir