Syahida.com –
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّـهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّـهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّـهِ وَلَئِن جَاءَ نَصْرٌ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ ۚأَوَلَيْسَ اللَّـهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ ﴿١٠﴾ وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ ﴿١١
“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” (QS. Al Ankabuut: 10-11)
Pada ayat di atas, Allah memberitahukan tentang sifat-sifat para pendusta yang mengaku-aku beriman lewat mulut manis mereka, padahal tidak ada sedikit pun keimanan dalam hati mereka. Allah SWT menerangkan bahwa bila mereka tertimpa cobaan dan fitnah (berupa gangguan manusia karena keimanan mereka), maka mereka menganggap bencana itu sebagai adzab Allah. Mereka pun akhirnya murtad (keluar dari Islam). Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman,
“Dan diantara manusia ada orang yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah.’ Maka apabila ia disakiti (karena beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai adzab Allah.”
Ibnu Abbas r.a berkata, “Maksud dari ‘menganggap fitnah manusia itu sebagai adzab Allah’ adalah, ia menjadi murtad, keluar dari agamanya, bila ia disakiti gara-gara beriman kepada Allah.” Penafsiran yang sama juga dikemukakan oleh ulama Salaf lainnya.
Ayat ini memiliki makna yang sama dengan firman Allah yang berbunyi,
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfa’at kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Al Hajj: 11-12)
Selanjutnya Allah berfirman,
“Dan sungguh jika datang pertolongan dari Rabb-mu, mereka pasti akan berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah besertamu.” Maksudnya apabila datang kemenangan dari Rabb-mu kepadamu (wahai Muhammad), juga penaklukan dan ghanimah (rampasan perang), maka mereka akan berkata kepadamu dan orang-orang mukmin, “Sungguh kami bersama kalian.” Maksudnya, kami adalah saudara seagama dengan kalian.
Ini sebagaimana firman-Nya di surat yang lain:
“(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu’min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata : “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu ?” Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata : “Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mu’min ?” Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 141). Dan firman Allah yang berbunyi,
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS. Al-Maa-idah: 52).
Pada ayat (di surat al-‘Ankabut) ini, Allah mengabarkan tentang mereka dengan firman-Nya, “Dan sungguh jika datang pertolongan dari Rabb-mu, mereka pasti akan berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah bersertamu.’” Selanjutnya Allah tegaskan,
“Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” Maksudnya, bukankah Allah Maha Mengetahui apa-apa yang berada di dalam kalbu mereka berikut seluruh rahasia yang terkandung di dalam hati nurani mereka, meskipun mereka menampakkan persetujuan kepada kalian semua.
Dan firman-Nya, “Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” Maksudnya, Allah niscaya akan menguji manusia, baik dengan ujian berupa kesusahan atau pun ujian berupa kesenangan, agar dapat dibedakan antara orang-orang yang taat kepada Allah, baik ketika susah atau pun ketika senang, dengan orang yang hanya taat kepada-Nya jika ia memperoleh kesenangan saja. Hal ini sebagaimana firman-Nya di ayat yang lain,
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. Muhammad: 31).
Dan firman Allah -yang turun setelah perang Uhud, di saat orang-orang mukmin mengalami sebuah ujian dan cobaan akibat menelan pahitnya kekalahan perang melawan orang-orang musyrik-,
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali Imran: 179). [Syahida.com/ANW]
==
Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 7, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir