Syahida.com – Dalam suatu pertemuan pemuda se-dunia, maka berkumpullah para pemuda yang beragama Islam dalam sebuah aula. Di sana mereka berbincang-bincang tentang Islam. Salah seorang dari mereka, yang berasal dari Indonesia dan bernama Abdul-baaits, harus menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya, yaitu tentang arti yang terkandung di dalam asma Allah SWT, ‘Al-Baa’its’ serta sikap yang harus kita miliki dalam kaitannya dengan nama Allah SWT tersebut.
Abdul-baaits berkata: “Seseorang dari kalangan kafir Quraisy mendatangi Rasulullah SAW dengan membawa sepotong tulang yang sudah rapuh. Di hadapan Rasulullah saw tulang itu diremasnya sampai hancur dalam genggamannya, kemudian ditiupkannya ke udara seraya berkata dengan sinis dan mengejek: “Ya Muhammad, siapakah yang dapat menghidupkan kembali tulang-tulang yang telah hancur luluh itu?”
Rasulullah saw menjawab: “Yang dapat menghidupkannya kembali Allah swt, kemudian mematikanmu, lalu membangkitkanmu kembali dan memasukkan kamu ke dalam api neraka.”
Memang Allah swt akan membangkitkan seluruh manusia pada hari kebangkitan kelak.
Allah swt membangkitkan manusia dari dalam kubur, tempat manusia beristirahat untuk sementara waktu.
Kematian adalah perpindahan dari rumah amal kerja dan karya ke dalam rumah kesengsaraan atau kebahagiaan.
Kematian adalah tidur panjang untuk sementara waktu, suatu masa beristirahat dalam perjalanan manusia kembali ke kampung halaman aslinya. Sedangkan hari kebangkitan adalah saat manusia dibangunkan kembali dari tidur panjang sementara mereka.
Siapakah yang telah membangkitkan para rasul yang mulia serta mengutusnya kepada makhluk-Nya?
Siapakah yang akan membangkitkan semua orang yang telah mati untuk menghadapi pertanyaan dan perhitungan di hari pembalasan?
Siapakah yang telah membangkitkan para ulama, para ahli fikir, para pencipta untuk dengan ketegaran iman berjuang ke arah kebaikan, keamanan, keselamatan, ketenteraman, kesejahteraan serta kebahagiaan umat manusia?
Tidak lain hanya Allah swt, Maha Pembangkit!
Dalam hubungannya dengan makna yang terkandung di dalam asma Allah swt tersebut, maka kita semua haruslah berusaha:
- Untuk dapat menghidupkan jiwa manusia, oleh karena barangsiapa menghidupkan jiwa seseorang insan, seperti ia membangkitkan seluruh umat manusia. Kehidupan manusia ialah dengan pengembangan ilmu pengetahuan yang seluas dan sedalam-dalamnya, yang hanya dapat dilakukan dengan baik dalam alam kemerdekaan, untuk menuju dan mencapai suatu kehidupan yang terhormat.
- Untuk sama sekali meniadakan kebodohan, oleh karena kebodohan, pada hakekatnya, adalah suatu bentuk kematian yang lain. Ilmu pengetahuan adalah kehidupan. Oleh karena itu belajarlah, sebagaimana begitu banyak petunjuk dan isyarat yang telah diberikan kepada kita di dalam Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia segala macam ilmu yang bermanfaat untuk mereka, agar dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki itu, mereka dapat mencapai kehidupan yang terhormat dan berbahagia, baik di dunia, maupun di akhirat kelak.
- Sesuai dengan kemampuan yang kita miliki masing-masing berusaha untuk melindungi jiwa dan jasad kita dari segala macam kekotoran dan bahaya, karena dengan kehidupan yang demikian itulah kita dapat mengharapkan kebangkitan yang bahagia kelak.
- Untuk menyuburkan serta menghijaukan tanah dengan beraneka ragam tanaman, karena dengan berbuat demikian berarti kita ikut membangkitkan dan menghidupkan.
- Untuk mengatasi -sesempurna mungkin- segala macam bentuk kebodohan, kemiskinan serta penyakit, baik itu yang bersifat badaniah, maupun yang menyangkut kejiwaan/
- Untuk memerdekakan orang-orang yang lemah dan terjajah dan paling tidak, bantulah perjuangan mereka untuk memperoleh kemerdekaan.
- Agar kita sebagai pendidik dan pengajar di dalam mencetak generasi penerus, harus menanamkan jiwa perjuangan dan kesanggupan berkorban pada mereka, agar mereka dapat tetap terus tangguh di dalam melanjutkan perjuangan, mengatasi segala kesulitan dan rintangan yang menghadang. Pada hakekatnya dapat dikatakan bahwa tugas mereka itu adalah setingkat tugas para nabi serta pewaris mereka dari kalangan ulama. [Syahida.com/ANW]
——
Sumber: Kitab Dibalik Nama-Nama Allah Sebuah Upaya untuk Meningkatkan Pemahaman Aqidah, Karya: Muhammad Ibrahim Salim, Penerjemah: Abu Abdillah Almansur, Penerbit: Gema Insani Press