Syahida.com – Menurut Al-Hafizh As-Suyuthy, membaca Al Qur’an harus diperbanyak sebanyak-banyaknya. Firman Allah yang memuji orang yang banyak membaca ayat-ayat-Nya,
“Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat).” (Ali Imran: 113).
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari hadits Ibnu Umar, “Tidak ada kedengkian kecuali pada dua perkara: Seseorang yang diberi Al Qur’an oleh Allah, sedang dia membacanya pada sebagian waktu malam dan siang hari…”
Orang-orang salaf mempunyai beberapa kebiasaan yang berbeda. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa di antara mereka ada yang mengkhatamkan bacaan Al Qur’an hingga delapan kali dalam sehari semalam. Empat kali dalam semalam dan empat kali pada siang harinya. Berarti dia tidak melakukan kegiatan yang lain sama sekali. Lalu bagaimana dengan tabiat manusia yang harus makan dan minum, tidur, buang hajat dan lain-lainnya dari tuntutan kehidupan yang pokok?
Kami tidak yakin riwayat ini benar. Kalaupun benar, sulit untuk bisa diterima. Karena yang demikian itu merupakan bacaan yang tidak memberikan kesempatan kepada pembacanya untuk memperhatikan isi dan memikirkannya. Allah telah meridhai Aisyah yang mengingkari perbuatan seperti ini.
Kemudian As-Suyuthy juga menyebutkan riwayat orang yang mengkhatamkan empat kali sehari semalam, ada yang mengkhatamkan tiga kali, ada yang mengkhatamkan dua kali dan ada yang hanya sekali dalam sehari semalam. Dia juga menyatakan bahwa Aisyah justru mencela perbuatan itu. Ibnu Abi Daud mentakhrij dari Muslim bin Makhraq, dia berkata, “Aku berkata ke Aisyah, ‘Sesungguhnya ada beberapa orang yang salah seorang di antaranya membaca Al Qur’an, yang dalam semalam dia mengkhatamkan dua atau tiga kali’. Maka Aisyah berkata, ‘Mereka memang membaca tapi mereka seperti tidak membaca. Aku pernah shalat bersama Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam semalam suntuk. Beliau membaca Al-Baqarah, Ali Imran dan An-Nisa’. Beliau tidak melewati ayat yang berisi kabar gembira melainkan beliau berdoa dan menginginkannya. Beliau tidak melewati ayat yang di dalamnya disebutkan ketakutan melainkan beliau berdoa dan memohon perlindungan.’”
Setelah itu As-Suyuthy menyebutkan orang yang mengkhatamkan dalam dua malam, ada pula yang mengkhatamkannya selama tiga malam. Inilah yang baik.
Ada segolongan ulama yang memakruhkan pengkhataman lebih cepat dari itu, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzy, dia menshahihkannya, dari hadits Abdullah bin Amr, secara marfu’, “Orang yang membaca (mengkhatamkan) Al Qur’an lebih pendek dari tiga hari, maka dia tidak akan paham.”
Ibnu Abi Daud dan Sa’id bin Mashur mentakhrij dari Ibnu Mas’ud secara mauquf, dia berkata, “Janganlah kalian mengkhatamkan Al-Qur’an lebih pendek dari tiga hari.”
Abu Ubaid mentakhrij dari Mu’adz bin jabal, bahwa dia tidak suka mengkhatamkan Al Qur’an lebih pendek dari tiga hari. Ahmad dan Abu Ubaid mentakhrij dari Sa’id bin Al-Mundzir, dia berkata, “Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku mengkhatamkan Al Qur’an selama tiga hari?’ Beliau menjawab, ‘Ya, selagi engkau mampu’.”
Kemudian As-Suyuthy menyebutkan orang yang mengkhatamkan Al Qur’an selama empat hari, lima hari atau selama tujuh hari. Ini termasuk yang sedang dan paling baik. Inilah yang paling banyak dilakukan para sahabat.
Asy-Syaikhany mentakhrij dari Abdullah bin Amr, dia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadaku, “Khatamkan Al-Qur’an selama sebulan.”
Kukatakan, “Aku mampu melakukannya.”
Beliau bersabda, “Kalau begitu khatamkan selama sepuluh hari.”
Kukatakan, “Aku mampu melakukannya.”
“Kalau begitu khatamkan selama tujuh hari, dan jangan lebih dari itu,” sabda beliau.
Kemudian As-Suyuthy menyebutkan orang yang mengkhatamkan Al Qur’an selama delapan hari, sepuluh hari, sebulan dan dua bulan.
Ibnu Abi Daud mentakhrij dari Makhul, dia berkata, “Para shahabat yang termasuk orang-orang yang kuat mengkhatamkan Al Qur’an selama tujuh hari. Di antara mereka ada pula yang mengkhatamkan Al Qur’an selama sebulan, dua bulan, dan ada pula yang lebih dari itu.”
Abul-Laits berkata di dalam Al-Bustan, “Seorang pembaca harus mengkhatamkan Al Qur’an dua kali di dalam satu tahun, kalau memang dia tidak mampu lebih banyak dari itu.”
Al-Hasan bin Ziyad meriwayatkan dari Abu Hanifah, bahwa dia berkata, “Siapa yang mengkhatamkan Al Qur’an dua kali dalam setahun, berarti dia telah memenuhi hak Al-Qur’an. Sebab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca di hadapan Jibril dua kali pada tahun terakhir dari kehidupan beliau.”
Ada pula yang berkata, “Dimakruhkan penundaan pengkhataman Al Qur’an lebih dari empat puluh hari tanpa ada alasan.” Ini merupakan pernyataan Ahmad, karena Abdullah bin Amr pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Berapa lama kami harus mengkhatamkan Al Qur’an?” Beliau menjawab, “Selama empat puluh hari.”
An-Nawawy menyebutkan di dalam Al-Adzkar, pilihan bisa berbeda tergantung kepada setiap individu. Siapa yang suka memikirkan hingga yang detail-detail dan memikirkan berbagai pengertian, ada baiknya jika dia tidak terlalu cepat-cepat, agar dia mendapatkan kesempurnaan pemahaman dari apa yang dibacanya. Begitu pula orang yang sibuk dengan penyebaran ilmu atau rincian-rincian hukum atau hal-hal lain untuk kemaslahatan secara umum, hendaklah membatasi diri pada spesifikasinya dan juga tidak menghilangkan kesempurnaannya. Yang pasti, setiap orang harus memperbanyak bacaan, tanpa menimbulkan kebosanan atau kejemuan untuk membaca. [Syahida.com/ANW]
====
Sumber: Kitab Bagaimana Berinteraksi dengan Al Qur’an, Oleh: Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Penerjemah: Kathur Suhardi, Penerbit: Pustaka Al-Kautsar