Syahida.com – Ada seorang pemuda menggembalakan kambing-kambing ayahnya, pada suatu hari ia meminta ayahnya agar mengizinkannya pergi untuk melakukan suatu pekerjaan. Ayahnya tidak setuju, anaknya berusaha meminta izin beberapa kali, akan tetapi ayahnya tetap tidak memberi izin. Akhirnya ia putuskan untuk pergi, meskipun ayahnya tidak setuju. Ayahnya berkata, “Aku tidak punya kekuatan, akan tetapi aku memiliki doa yang aku panjatkan kepada Allah pada waktu sahur.”
Anak itu kemudian pergi meninggalkan kambing-kambing kepada orang lain. Ia meminjam uang kepada kerabatnya untuk kebutuhan dalam perjalanan itu. Ayahnya pun mengetahui kepergiannya. Ayahnya itu seorang yang takwa dan sholeh. Ia berdoa kepada Allah agar Allah memperlihatkan kepada anaknya bahwa ayahnya tidak menyukai tindakan anaknya itu.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba anaknya itu buta. Keluarganya menyambutnya seraya berkata, “Apa tujuanmu datang kemari?” Ia menjawab, “Aku ingin mencari pekerjaan, tapi sekarang aku telah buta. Orang sepertiku tidak mungkin diterima.” Mereka membawanya kembali ke rumah ayahnya. Mereka membawanya masuk di tengah malam. Pandangan ayahnya kurang jelas, ia bertanya, “Apakah itu engkau?” anaknya menjawab, “Ya.” Ayahnya bertanya, “Apakah engkau telah mendapatkan bagianmu?” Anaknya menjawab, “Ya.” Mereka memberitahukan bahwa anaknya telah buta. Ayahnya sangat sedih. Malam itu ayahnya melaksanakan shalat Tahajjud dalam kesedihan sambil menangis, ia ruku dan sujud berdoa kepada Allah. Kemudian ia menjilat mata anaknya sambil menangis. Allah Maha Mendengar, Mahadekat, dan memperkenankan doa hamba-Nya. Belum sampai shalat Subuh, anaknya itu kembali bisa melihat, segala puji bagi Allah.
Pada suatu hari, seorang anak menyakiti dan menyusahkan ibunya. Kemudian ibunya berkata, “Pergilah, maka Allah akan mencabut nyawamu.” Maka anak itu pun pergi, ketika menyeberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil menabraknya. Ketika itu ia mendengar suara mobil, hatinya berdetak keras, ia keluar rumah, jantung dan tulang-tulang sendinya gemetar karena khawatir akan kehilangan anak kesayangannya. Ketika ia melihat, ia dapati anaknya telah meninggal dunia. Kemudian itu itu jatuh pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Ia menderita komplikasi. Ia sering bergumam, “Aku yang telah membunuh anakku.” (Dikutip dari kaset ‘Uquq Al-Walidain, Syaikh Ali Al-Qarni). [Syahida.com / ANW]
===
Sumber: Kitab: Semua Ada saatnya, Karya: Syaikh Mahmud Al-Mishri, Penerjemah: Ust. Abdul Somad, Lc., MA. Penerbit: Pustaka Al Kautsar.