Oleh: DR. Amir Faishol Fath, MA
Syahida.com – Tafsir Surat An-Nur Ayat 36-38.
“Di rumah-rumah yang diizinkan untuk diangkat dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang (36). laki-laki yang tidak dilalaikan Oleh perniagaan dan tidak (pula) Oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang (37). (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas (38). ”
(QS An-Nur [24]: 36-38)
Jika ayat sebelumnya membahas tentang cahaya Allah swt yang menjadi penerang bagi alam semesta sekaligus sebagai cahaya bagi ruhani manusia. pada ayat ini dijelaskan cara meraih cahaya wahyu tersebut. Yaitu dengan mendekat ke tempat-tempat suci, seperti masjid. Sebab. di tempat-tempat tersebutlah nama Allah selalu disebutkan. Maka dengan cara itu akan lebih mudah mendapatkan indahnya cahaya Allah swt.
Sungguh, jiwa manusia sangat membutuhkan siraman cahaya wahyu. Tidak mungkin manusia menghindar dari cahaya tersebut.
Siapa yang menghindar pasti celakai dirinya sendiri. Ini adalah kebutuhan fitrah manusia. Karena hanya dengan cahaya tersebut manusia menjadi manusia. Tanpa cahaya wahyu, manusia hanya tinggal bentuknya manusia, tapi isinya binatang. Semua fasilitas jasmani yang diberikan Allah otomatis tidak berfungsi sebagaimana tujuan yang Allah kehendaki. Sebab, mata, Otak, hati, dan kecerdasan yang ia miliki hanya digunakan untuk kesia-siaan.
Maksud Kata “Buyuut”
Redaksi ayat di atas langsung dimulai dengan pernyataan “fli buyuutin” yang artinya di dalam rumah-rumah. Para ulama tafsir menegaskan bahwa ayat tersebut dengan redaksi seperti ini pasti ada hubungannya dengan ayat sebelumnya yang membahas mengenai cahaya. Maksudnya bahwa cahaya Allah yang disebutkan pada ayat sebelumnya pasti akan didapat dengan cara mendekat ke rumah-rumah Allah swt yang di dalamnya terdengar nama-nama Allah dan ayat-ayat-Nya dibacakan. Sebab, tidak akan bertemu antara tempat-tempat yang kotor dengan zikir kepada Allah swt.
Kata “buyuut” jamak dari kata “bayt” yang artinya rumah. Dikatakan “bayt” karena satu akar kata dengan “baat — yabiitu” yang artinya bermalam atau bermukim yang didalamnya seorang merasa teduh. Jadi kata “al bayt” artinya tempat berdiam untuk mendapatkan keteduhan dan istirahat. Dalam ayat di atas Allah menggunakan kata -al bayt” untuk makna masjid sebab masjid adalah tempat berteduh. Teduh bagi jiwa. dengan berzikir kepada Allah.
Rumah tinggal dikatakan -al bayt” karena di dalamnya seseorang merasa teduh secara jasmani. tetapi masjid dikatakan “al bayt” untuk maksud keteduhan ruhani. Karenanya seseorang akan merasakan hal yang berbeda ketika melaksanakan shalat di rumah atau di masjid. Di masjid jauh lebih khusyuk dan lebih nikmat.
Allah sendiri menyebut rumah-Nya di Makkah dengan nama “baytullah” (rumah Allah). Sebab kata rumah menunjukkan makna lebih khusus. Dan fitrah manusia selalu ingin punya kekhususan (privacy). Islam telah membuat aturan kekhususan ini. Karenanya dalam Al-Qur’an kita diajarkan adab bertamu ke rumah orang Iain. Di antaranya dengan memberikan salam dan tidak boleh langsung masuk ke dalamnya agar tidak melihat aurat rumah tangga tersebut (Iihat An-Nur ayat 27).
Maka sebagaimana Allah telah menjadikan untuk DiriNya rumah “baytullah”, Allah juga telah mengizinkan hamba-hamba-Nya agar memperbanyak rumahrumah-Nya di muka bumi. Bahkan Allah telah persiapkan bumi untuk dijadikan masjid.
Karenanya di mana pun Nabi saw singgah, beliau selalu membangun masjid di situ. Ketika singgah di Quba saat hijrah, beliau langsung membangun masjid yang dinamakan Masjid Quba. Inilah masjid yang pertama kali Nabi saw bangun sejak diangkat sebagai nabi. Nabi saw sangat suka masjid ini. Setiap hari sabtu Nabi saw mengkhususkan diri datang ke Masjid Quba dalam kedaan suci dari rumahnya. Dalam rangka ini Nabi saw bersabda. “Siapa yang bersuci di rumahnya. lalu mendatangi masjid dan shalat dua rakaat di dalamnya maka akan dapat pahala umrah.”
Begitu pula saat Nabi tiba di Madinah. Yang pertama beliau tentukan adalah sepetak tanah untuk membangun masjid di atasnya. ltulah Masjid Nabawi.
Tinggalkan Urusan Dunia di Luar Masjid
Demikianlah Allah dan rasul-Nya sangat mencintai rumah-rumah yang di dalamnya disebut namanama-Nya. Jadi, semua rumah pada hakikatnya sama. Yang membuat berbeda adalah karena rumah-rumah tersebut dijadikan tempat ibadah dan berzikir kepadaNya. Di situlah semua urusan dunia ditinggalkan. Karena itu Allah memerintahkan ketika seseorang akan masuk masjid hendaklah ia tinggalkan urusan binisnya di luar masjid. “Hai orang-orang beriman. apabila diseru untuk menunaikan shalatJumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu Iebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Jumuah: 9). Bahkan Nabi mendoakan orang yang berdagang dalam masjid agar jangan diberi keuntungan, dan orang yang mengumumkan barang hilangnya dalam masjid agar jangan sempai diketemukan.
Demikianlah rumah-rumah itu menjadi berkah karena dijauhkan dari urusan dunia dan semata dijadikan tempat zikir dan ibadah kepada Allah swt. Sungguh keterlaluan orang yang seharian menjadikan hidupnya dalam urusan dunia, lalu ketika ia masuk masjid masih juga membawa urusan dunia! []
====
Sumber: Majalah Ummi